Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri menyatakan, informasi pemberitaan soal adanya intervensi Jaksa Agung Prasetyo dalam penanganan perkara yang menjerat mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjen (Purnawirawan) Bandjela Paliudju adalah tidak benar.
Melalui siaran pers, Rabu 29 Agustus 2019, Mukri menjelaskan bahwa posisi sebagai pimpinan Korps Adhyaksa, Jaksa Agung berhak menanyakan perkembangan penanganan perkara yang ditangani oleh jajarannya.
Baca Juga
"Itu merupakan hal yang biasa dan berlaku bagi seluruh kepala kejaksaan tinggi. Apalagi, jika perkara yang ditangani menarik perhatian publik," kata Mukri seperti dilansir Antara.
Advertisement
Dia menegaskan, pemanggilan ketika menangani suatu kasus bukan berarti Jaksa Agung mengintervensi.
"Kalau pimpinan menanyakan penanganan perkara kepada bawahannya, itu bukan berarti intervensi, apalagi dikait-kaitkan dengan partai. Itu tidak benar. Kenyataannya justru Jaksa Agung memerintahkan untuk menindaklanjuti perkara tersebut dan agar penanganan perkara tersebut secara proporsional, profesional, dan objektif. Bahkan, Jaksa Agung menyerahkan sepenuhnya kewenangan penahanan kepada penyidik," katanya.
Dalam perkara korupsi dana operasional Gubernur Sulteng pada tahun 2006 sampai dengan 2011 dan TPPU, Bandjela dituntut 9 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp7,78 miliar subsider 4 tahun penjara.
Pengadilan Negeri Palu kemudian memutuskan vonis bebas pada 21 April 2016. Jaksa penuntut umum (JPU) selanjutnya mengajukan kasasi dan akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan Nomor : 1702K / Pid.Sus / 2016 tanggal 17 April 2017 dengan vonis penjara 7 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta wajib membayar uang pengganti Rp7,78 miliar subsider 3 tahun penjara.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jaksa Johanis
Sebelumnya, capim KPK) Jaksa Jonanis Tanak menceritakan pengalamannya menangani kasus korupsi di hadapan Pansel Capim KPK.
Awalnya, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha itu ditanya oleh anggota Pansel Capim KPK Al Araf saat uji publik. Al Araf bertanya apakah selama menjadi jaksa, Johanis pernah menerima intervensi politik.
Johanis menceritakan, saat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tengah, dia sempat menangani perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayor Jenderal (Purn) Bandjela Paliudju.
"Saya melihat perkara tersebut cukup bukti memenuhi unsur pidana. Dan saya dipanggil oleh Jaksa Agung, dan saya menghadap Jaksa Agung," ujar dia di depan pansel capim KPK, Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Johanis mengatakan, saat itu Jaksa Agung M Prasetyo bertanya kepadanya soal sosok Bandjela. Johanis mengaku mengetahui sosoknya.
"Kamu tahu siapa yang kamu periksa? Saya bilang tahu, dia adalah pelaku dugaan tindak pidana korupsi, mantan Gubenur Mayor Jenderal Purnawirawan, putra daerah. Selain itu enggak ada lagi," kata dia.
Setelah mengatakan hal itu, Jaksa Agung kemudian mengatakan bahwa Bandjela adalah Ketua Dewan Penasihat Partai Nasdem Sulawesi Tengah. Saat itu pun, Johanis mengaku siap menerima arahan dari Jaksa Agung.
"Saya tinggal minta petunjuk saja ke bapak, saya katakan siap, bapak perintahkan saya hentikan, saya hentikan. Bapak perintahkan tidak ditahan, saya tidak tahan, karena bapak pimpinan tertinggi di Kejaksaan yang melaksanakan tugas-tugas Kejaksaan, kami hanya pelaksanaan," kata dia.
Dia kemudian menyampaikan kepada Jaksa Agung Prasetyo, ketika diangkat sebagai jaksa agung dianggap tidak layak karena berasal dari partai politik yaitu Nasdem.Â
"Mungkin ini momen yang tepat untuk Bapak buktikan, karena ini dari golongan partai politik," ujar Johanis.
Pernyataan Johanis itu pun disambut oleh Jaksa Agung. "Oh iya benar juga," kata capim KPK itu menirukan pernyataan Jaksa Agung.
Beberapa waktu lalu, Jaksa Agung HM Prasetyo menepis tudingan terkait jabatannya yang disebutkan hanya jadi alat Partai Nasdem untuk mengamankan kasus. Dia menjelaskan, sebagai pimpinan tertinggi Korps Adhayaksa dirinya tidak pernah tebang pilih.
"Yang menilai itu keliru, jauh dari kebenaran. Mungkin ada agenda tertentu. Sekarang semua orang kan melihat, bahwa yang salah dihukum. Bahkan selama saya menjabat Jaksa Agung, seperti dikatakan Presiden tadi, kita enggak ada sedikitpun untuk menyalahkan orang," kata Prasetyo di Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat 16 Agustus 2019.Â
Saat ini, kata dia, tugasnya hanya mencegah kejahatan. Dia juga mengklaim pernah menjerat kader Partai Nasdem dalam beberapa kasus.
"Iya, orang Nasdem saya penjarakan ada," tegas Prasetyo.
Advertisement