LIPI Sebut Ada Empat Akar Konflik di Papua

Diskriminasi rasial terhadap masyarakat Papua salah satu temuan kajian LIPI. Masalah itu menjadi pemicu konflik di Papua baru-baru ini.

oleh Delvira HutabaratLiputan6.com diperbarui 31 Agu 2019, 11:10 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2019, 11:10 WIB
Kerusuhan Pecah di Manokwari
Massa turun ke jalan dalam unjuk rasa yang berujung kerusuhan di kota Manokwari, Papua, Senin (19/8/2019). Aksi masyarakat Papua ini merupakan buntut dari kemarahan mereka atas peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang, serta Semarang beberapa hari lalu. (STR / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Tim Kajian Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti mengatakan, ada empat temuan akar masalah konflik di Papua. Penelitian itu sudah dilakukan pada 2009, namun terkonfirmasi dengan peristiwa kerusuhan yang terjadi di Papua kemarin.

Diskriminasi rasial terhadap masyarakat Papua salah satu temuan kajian LIPI. Masalah itu menjadi pemicu konflik di Papua baru-baru ini. Yaitu kasus kekerasan rasial di Surabaya, Jawa Timur.

"Salah satunya diskriminasi itu, salah satu masalah saja dan itu terbukti dan kita menemukan di kejadian di Jawa Timur ini," kata Aisah di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2019).

Namun, menurutnya bukan hanya masalah rasial saja yang memicu konflik di Papua. Aisah menyebut, akar konflik berikutnya adalah pelanggaran HAM di tanah Papua. Kasus tersebut menumpuk sejak zaman orde baru dan perilaku represif kerap terjadi sampai saat ini. Salah kasus yang terjadi saat masa reformasi adalah kasus Wasior Wamena

"Dan udah dinyatakan Jokowi, minta dituntaskan pada Jokowi terpilih di awal 2014," kata Aisah.

Masalah berikutnya adalah kegagalan pembangunan di Papua. Kata Aisah, masalah pembangunan tersebut masih terjadi hingga kini. Berdasarkan riset LIPI, kondisi kemiskinan semakin tinggi dan indeks pembangunan manusia (IPM) semakin rendah di wilayah kabupaten dan kota dengan mayoritas orang asli Papua. Padahal, Otsus yang diperuntukkan bagi orang Papua sudah diberlakukan sejak lama.

"Ini Ironi sebenarnya, karena Otsus sudah berjalan hampir 30 tahun, tapi kok ga ada perubahan padahal Otsus itu untuk orang asli Papua," jelas Aisah.

 

Faktor Sejarah Masuknya Papua

Masalah terakhir adalah status politik dan sejarah masuknya Papua ke Indonesia. Pemerintah, kata Aisah, cenderung menghindari masalah tersebut. Padahal seharusnya diperhatikan pemerintah. Aisah menyarankan, pemerintah harus memperhatikan masalah ini.

"Ini ada perbedaan prespektif tentang status politik dan integrasi Papua masuk ke Indonesia. Ini harus diperhatikan," kata Aisah.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya