Agus Rahardjo: Upaya Melumpuhkan KPK Sama saja Mengkhianati Reformasi

Agus mengajak semua pihak melihat dan mengingat kembali saat reformasi bergulir dan pemberantasan korupsi menjadi salah satu agenda utama reformasi.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 06 Sep 2019, 20:14 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2019, 20:14 WIB
Ketua KPK dan BNN Bahas Anggaran Bersama DPR
Ketua KPK Agus Rahardjo saat mengikuti rapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/6/2019). Rapat tersebut membahas Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) K/L Tahun Anggaran 2020. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo menyampaikan sikap terkait upaya pelemahan institusi yang dia pimpin lewat revisi UU KPK.

Agus menyebut, data-data di website KPK saat ini, lebih dari seribu perkara korupsi sudah ditangani. Tapi, katanya, bukan hanya soal jumlah orang yang ditangkap, jabatan pelaku korupsinya juga terbaca jelas.

"Pelaku pejabat publik terbanyak adalah para anggota DPR dan DPRD, yaitu dalam 255 perkara. Kemudian Kepala Daerah berjumlah 110 perkara. Mereka diproses dalam kasus korupsi dan ada juga yang dijerat pencucian uang. Ini baru data sampai Juni 2019,” kata Agus dalam keterangan tertulis, Jumat (6/9/2019).

Selama upaya pemberantasan korupsi dilakukan di Indonesia, Agus memperkirakan tidak akan pernah terbayangkan ratusan wakil rakyat dan kepala daerah tersentuh hukum.

"Apakah ini yang membuat serangan terhadap KPK terus terjadi? Bertubi-tubi. Sekarang ada upaya Revisi UU KPK. DPR bersepakat untuk mengusung Rancangan Undang-undang inisiatif DPR. Dalam waktu yang sama, seleksi Pimpinan KPK juga sedang dilakukan di DPR. Terkait RUU KPK itu, setelah kami baca, setidaknya 9 pokok materi di sana rentan melumpuhkan KPK,” jelas Agus.

Para Pegawai KPK ramai-ramai berkumpul di Gedung KPK untuk menyatakan penolakan akan rencana DPR melakukan revisi UU KPK.

Oleh karena itu, Agus mewakili seluruh insan KPK menegaskan,KPK menolak revisi UU KPK tersebut. Bahkan KPK tidak pernah dilibatkan membahas rancangan yang tiba-tiba dan diam-diam muncul itu.

Agus mengajak semua pihak melihat dan mengingat kembali saat reformasi bergulir dan pemberantasan korupsi menjadi salah satu agenda utama reformasi. Ada 2 (dua) Tap MPR yang mengamanatkan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Bahkan KPK disebut secara eksplisit di sana, yaitu Tap MPR No. XI/MPR/1998 TAHUN 1998 tentang Penyelenggara negara yang bersih, bebas korupsi, kolusi, nepotisme, dan Tap MPR No.  VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pembearantasan dan pencegahan KKN. Pasal 2 angka 6, Tap MPR No. VIII/2001.  

“Apa yang bisa dibaca dari 2 (dua) Tap MPR tersebut? Sederhana, reformasi menghendaki pemberantasan korupsi yang kuat dan kemudian KPK dibentuk,” tegasnya.

Tidak cukup hanya Tap MPR, ada 2 (dua) Undang-undang Penting terkait pemberantasan korupsi yang hadir pasca reformasi, yaitu UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dari runtut aturan diatas, lanjut Agus, kita dapat memahami kekeliruan berpikir orang-orang yang mengatakan bahwa KPK hanya dibentuk sementara waktu atau sering digunakan istilah ad hoc.

“Bahkan Putusan Mahkamah Konstitusi juga menegaskan posisi KPK sebagai lembaga yang bersifat penting bagi konstitusi atau constitutional important,”ujarnya.

“Sekarang apakah berlebihan jika kita menyebut bahwa jika ada upaya melumpuhkan KPK adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat reformasi? Tentu saja, tidak,” tambahnya.

Upaya melemahkan, melumpuhkan atau mematikan KPK, kata Agus, adalah pengkhianatan terhadap semangat reformasi. Jika hal itu dibiarkan maka bukan tidak mungkin akan membunuh harapan kita semua tentang Indonesia yang lebih baik dan mampu menjadi negara maju, adil, makmur.

"Banyak badai yang harus kita hadapi, termasuk upaya revisi UU KPK yang kembali dimunculkan. Jika demikian isi peraturannya, KPK akan lumpuh,” ucapnya. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Berharap Pada Jokowi

Tolak Revisi RUU KPK
Pegawai KPK membawa poster saat menggelar aksi di Lobi Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksi menolak revisi UU KPK tersebut, mereka mengenakan baju serba hitam lengkap dengan masker penutup mulut dan membawa payung. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

KPK telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden. Agus menyebut hingga saat ini, pigaknya sering mendengat pernyataan yang tegas dari Presiden yang tidak akan melemahkan KPK. “Komitmen itulah yang sangat kita harapkan bersama,” katanya.

Agus menyebut KPK sangat memahami bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal menangkap orang. Faktor korup juga menjadi pertimbangan para investor baik dari dalam maupun luar negeri. Korupsi l justru akan semakin membebani para pelaku usaha dan membuat investor berhitung ulang jika ingin memutuskan investasinya di sebuah negara.

“Kita juga paham,  pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan penindakan. Bapak Presiden sering menyebutkan, ukuran keberhasilan pemberantasan korupsi bukan dari banyak nya orang yg ditangkap dan dipenjarakan, namun juga perlu dilakukan pembenahan terhadap sistem, prosedur, dan tata-kelola, dalam semua bidang. Semua wajib mengarah kepada sistem  lebih transparan,” jelasnya.

"Kami percaya, Presiden Joko Widodo tidak akan membiarkan anak reformasi ini tersungkur, lumpuh dan mati. In shaa Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan bimbingan Nya kepada kita semua,” ia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya