Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menilai, Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) cacat formil. Menurutnya, revisi UU KPK tidak memenuhi prosedur sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perudang-Undangan.
"Jadi secara formil pembentukannya cacat prosedural, sesuatu yang cacat prosedural akan dianggap batal demi hukum, jadi batal dengan sendirinya tidak dibutuhkan keputusan peradilan yang menyatakan sah atau tidak absahnya sebuah pembentukan peraturan perundang-undangan kalau dia cacat prosedural," kata Feri di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/9/2019).
Baca Juga
Menurut Feri, salah satu indikator bahwa revisi UU KPK cacat formil adalah karena tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) prioritas.
Advertisement
"Nah sekarang itu tidak ada di dalam prolegnas priorotas tiba-tiba naik di tengah jalan," ucapnya.
Dia tidak menerima alasan DPR membahas RUU tersebut karena sudah pernah dibahas pada 2016 lalu. Pasalnya, lanjut Feri, MKD sudah mengeluarkan putusan agar mendahulukan Undang-Undang dalam prolegnas.
"Sudah ada putusan MKD yang menyatakan bahwa wajib bagi DPR memenuhi prolegnas yang ada sehingga kemudian tanpa ada surprise dari presiden bisa dibahas ini juga tidak masuk akal, wajib itu bukan berarti tidak memenuhi syarat-syarat prosedural dalam pembentukan UU," katanya.
Diketahui, DPR sudah sepakat untuk merevisi UU Nomor 30 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK) sebagai inisiatif DPR. Revisi itu juga dijadwalkan selesai pada akhir September mendatang.
Â
Reporter: Sania Mashabi
Sumber: Merdeka.com