Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) telah menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka dalam kasus kerusuhan Papua. Menurut polisi, dia disebut-sebut sebagai salah satu aktor intelektual kerusuhan di tanah Papua yang aktif memprovokasi lewat berita bohong atau hoaks di media sosial.
Kini kepolisian tengah memburu aktivis hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Veronica Koman saat ini diduga tengah berada di luar negeri.
Kapolda Jawa Timur Irjen Luki Hermawan mengatakan, jajarannya sudah melayangkan surat pemanggilan tersangka Veronica Koman di dua alamat di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Namun, jika Veronica tidak hadir, maka pekan depan akan diterbitkan selebaran buron.
Advertisement
"Untuk DPO (buron) minggu depan akan dilakukan karena saat ini masih menjalani tahapan-tahapan dalam berproses," kata Luki di Surabaya, Sabtu 7 September 2019.
Menurut dia, kepolisian masih berusaha melakukan pendekatan dengan pihak keluarga Veronica Koman yang masih berada di Indonesia. Dia berharap, pihak keluarga dapat membujuk Veronica agar memenuhi panggilan polisi.
Lebih lanjut, Luki menyebut, pihaknya mendeteksi Veronica tengah berada di negara tetangga bersama suaminya yang merupakan warga negara asing. Hanya saja Luki tidak menyebut saat disinggung Australia sebagai tempat persembunyian Veronica.
"Nanti kita lihat ke depan karena saat ini masih proses penyidikan, jadi jangan sampai kita kesulitan," ujar Luki.
Berbagai upaya telah dilakukan kepolisian untuk menangkap Veronica Koman. Kepolisian telah meminta bantuan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencekal dan mencabut paspor Veronica Koman.
Polri juga bekerja sama dengan Interpol dan kepolisian di negara-negara sahabat untuk menangkap Veronica Koman.
"Kami minta bantu Interpol untuk melacak yang bersangkutan sekaligus untuk proses penegakan hukumnya. Nanti akan ada kerja sama dengan police to police," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, Jakarta, Rabu 4 September 2019.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Kunci Ungkap Kerusuhan Papua
Gelombang unjuk rasa berakhir ricuh yang terjadi di sejumlah wilayah Papua dan Papua Barat belum lama ini merupakan dampak dari kasus rasisme yang terjadi di Jawa Timur. Kerusuhan Papua semakin memanas karena disulut dengan hoaks dan provokasi di media sosial.
Veronica Koman dianggap sebagai kunci pengungkapan kasus penyebaran hoaks dan provokasi yang memicu kerusuhan di Tanah Papua. Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan optimistis, pihaknya akan mengungkap benang merah keterlibatan Veronica dan kerusuhan di Papua jika WNI yang kini tengah berada di luar negeri itu telah ditahan nanti.
"Kalau tersangka Veronica Koman ini juga bisa ditahan maka kami akan mengungkap benang merah terkait dengan kerusuhan Papua," tutur Luki di Mapolda Jatim, Sabtu.
Luki juga tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini. Dia menuturkan, polisi bakal mendalami kasus terkait kerusuhan Papua itu melalui Veronica Koman.Â
"Kalau tersangka Veronika Koman ini sudah kami tahan maka akan ada banyak pertanyaan untuk menelusuri arah dari kasus ini," kata Luki.
Luki menegaskan, polisi akan memburu Veronica Koman di mana dan kapan pun.
"Yang jelas tersangka Veronica Koman ini akan kami buru dan akan kami tangkap karena ini sangat penting supaya bisa mengungkapkan kasus yang lainnya," ujar Luki.
Advertisement
Jejak Digital Veronica Koman
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, Veronica Koman diketahui menyebarkan hoaks dan memprovokasi kerusuhan Papua melalui akun media sosial twitter pribadinya.
"Narasi-narasinya, sebagai contoh narasinya yang dibunyikan ada korban pemuda Papua yang terbunuh, yang tertembak, kemudian ada konten-konten yang bersifat provokatif. Untuk mengajak, merdeka dan lain sebaginya itu. Itu sudah dilacak dari awal," kata Dedi di Mabes Polri, Rabu 4Â September 2019.
Dedi membeberkan, status-status itu ditulis Veronica Koman saat berada di Jakarta dan luar negeri.
"Ada beberapa jejak digital yang masih didalami, masih ada yang didalami di Jakarta dan beberapa yang memang ada di luar negeri. itu masih didalami laboratorium digital forensik," ucap dia.
Saat ini, Polda Jatim dibantu Direktorat Siber Bareskrim Polri tengah berupaya memburu Veronica Koma. Pihak kepolisian pun berencana menggandeng Interpol karena keberadaan terdeteksi di luar negeri.
"Kami minta bantu Interpol untuk melacak yang bersangkutan sekaligus untuk proses penegakan hukumnya. Nanti akan ada kerja sama dengan police to police," tutup dia
Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka setelah gelar perkara yang digelar pada Selasa malam 3 September 2019. Veronica sempat dipanggil sebagai saksi untuk Tri Susanti tersangka kasus rasisme di asrama mahasiswa Papua, namun mangkir.Â
Setelah pendalaman dari bukti ponsel dan pengaduan dari masyarakat, Veronica ternyata diketahui sangat aktif membuat provokasi dari dalam maupun luar negeri untuk menyebarkan hoaks tentang Papua.
"VK ini sangat aktif, hasil gelar memutuskan dari bukti dan pemeriksaan tiga saksi dan saksi ahli akhirnya ditetapkan VK sebagai tersangka," kata Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan.
Veronica dianggap berperan sebagai penyebar berita bohong atau hoaks serta provokasi terkait dengan Papua. Hal itu dilakukannya melalui media sosial twitter dengan akun @VeronicaKoman.
"Pada saat kejadian kemarin, yang bersangkutan tidak ada di tempat, namun di twitter sangat aktif, memberitakan, mengajak, memprovokasi, di mana dia mengatakan ada seruan mobilisasi aksi monyet turun ke jalan untuk besok di Jayapura. Ini pada tanggal 18 Agustus," ucap Luki.
Luki juga menyebutkan, ada tulisan momen polisi mulai tembak ke dalam asrama Papua, total 23 tembakan termasuk gas air mata. Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung, disuruh keluar ke lautan massa.
"Semua kalimat postingan menggunakan bahasa Inggris," ujar Luki.
Karena dianggap sangat aktif melakukan provokasi, Veronica dijerat dengan pasal berlapis yaitu UU ITE, KUHP pasal 160, UU no 1 tahun 1946 dan UU no 40 tahun 2008. "Jadi kita ada empat undang-undang yang kita lapis," ujar Luki.