Pengamat Ungkap Alasan Perppu KPK Belum Diperlukan

Penindakan yang dilakukan KPK di beberapa daerah dinilai bahwa revisi UU KPK tidak melemahkan.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 14 Okt 2019, 08:47 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2019, 08:47 WIB
Logo KPK yang sempat tertutup kain hitam kini sudah terbuka usai demo ricuh, Jumat (13/9/2019).
Logo KPK yang sempat tertutup kain hitam kini sudah terbuka usai demo ricuh, Jumat (13/9/2019). (Liputan6.com/ Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik Sulthan Muhammad Yus menilai, penindakan dan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di beberapa daerah membuktikan UU KPK hasil revisi tidak melemahkan. Karena itu, pemerintah dinilai belum perlu mengeluarkan Perppu KPK.

Dia mengatakan, saat ini perdebatan di tengah masyarakat masih berkutat di seputaran desakan terhadap Perppu KPK. Padahal jika ditelisik secara saksama, kata dia, tidak ada hal ihwal kegentingan yang memaksa seperti yang dipersepsikan selama ini.

"Perppu itu jangan diburu, ia harus datang pada waktunya. Contohnya adalah KPK masih tetap bekerja sebagaimana mestinya, pimpinannya masih komplet. Ada yang diberitakan mengundurkan diri tetapi hingga kini masih bekerja sebagaimana mestinya," kata Sulthan dalam keterangan tertulis, Minggu 13 Oktober 2019.

Dia juga melihat KPK masih melakukan operasi serta penindakan di beberapa daerah. Sulthan menganggap hal itu merupakan bukti bahwa lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu masih menjalankan fungsi dan tugasnya.

"Revisi terhadap UU KPK hingga saat ini memang belum diberlakukan, karena masih menunggu pengesahan dari presiden hingga nantinya dilanjutkan dengan pengundangan dalam lembaran negara serta mendapatkan nomor. Namun, jika hingga 17 Oktober presiden belum menandatangani revisi uu tersebut, menurut UUD 1945 seperti yang diamanatkan Pasal 20 ayat 5 terhitung 30 hari sejak mendapatkan persetujuan bersama maka revisi atas UU KPK berlaku seketika," jelas dia.

Sulthan memaknai soal UU KPK hasil revisi itu merupakan peristiwa konstitusional biasa. Tidak ada yang dikesampingkan apalagi diasumsikan melanggar.

"Komisioner yang baru juga akan segera dilantik pada desember nanti untuk bekerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku kedepan. Proses transisi ini wajar terjadi, jadi jangan didramatisasi," kata dia.

Dia meminta semua pihak untuk melihat dahulu produk revisi ini berjalan bersama pimpinan yang sekarang serta akan diteruskan oleh pimpinan yang baru kelak. Prinsipnya perubahan itu adalah kepastian.

"Jangan berprasangka buruk pada sistem negara hukum yang selama ini telah kita sepakati bersama. Ingat, bernegara itu butuh konsistensi pada apa yang telah disepakati, dipikirkan dan yang hendak dilakukan," tegas Sulthan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya