Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah melalui Menteri Hukum dan Keamanan (Menkum HAM) Yasonna Laoly menyepakati pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP).
Hasil kesepakatan ini akan segera dibawa forum pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.
Baca Juga
"Apakah RUU tentang perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dapat kita setujui untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan DPR RI," kata Wakil Ketua Baleg DPR Sarmuji dalam rapat.
Advertisement
"Setuju," jawab anggota Baleg.
Pasal yang diubah dalam UU ini adalah pasal 71 A terkait terkait ketentuan penyerahan UU yang tengah dibahas oleh DPR. Sehingga nantinya UU yang belum selesai dibahas pada periode DPR saat ini bisa dilanjutkan pada periode selanjutnya tentu dengan kesepakatan antara DPR dan pemerintah.
Meski disetujui, Fraksi Gerindra memberikan catatan dalam revisi tersebut. Gerindra meminta sistem Program Legislasi Nasional atau Prolegnas terbuka dalam pasal 23 ayat 2 poin A untuk dikaji lebih mendalam.
"Ada beberapa catatan perlu dikaji lebih dalam apakah sistem prolegnas terbuka yang memungkinkan RUU di luar prolegnas pasal 23 ayat 2 poin a tersebut akan dipertahankan. Mengingat makna dalam keadaan tertentu yang mencakup untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik serta membutuhkan penanganan cepat sudah diakomodasi dengan mekanisme perpu," ucap anggota Baleg dari Fraksi Gerindra, Rahayu Saraswati.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Badan Khusus Tangani UU
Menkum HAM Yasonna Laoly menjelaskan ada beberapa pasal yang turut di harmonisasi dalam RUU PPP. Mulai dari penyesuaian rencana presiden membentuk badan baru yang menangani perundang-undangan dan juga harmonisasi UU MD3.
"Ini juga ada penyesuaian kelembagaan, rencana presiden mau bentuk sebuah badan khusus yang mau menangani per-UU-an. Kita selipkan di situ kementerian atau lembaga," ujar Yasonna.
Kemudian, lanjutnya juga ada harmonisasi peraturan daerah.
"Harmonisasinya karena banyak daerah-daerah yang membuat perda-perda yang kadang-kadang bertentangan dengan UU, bertentangan dengan ideologi negara, UUD. Bisa saja terjadi," ucapnya.
Reporter: Sania
Sumber: Merdeka
Advertisement