Liputan6.com, Jakarta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menyatakan, pasal tindak pidana korupsi (tipikor) dalam Rancangan KUHP bertujuan untuk melindungi pelaku yang tidak memiliki peran besar dalam tipikor.
"Ketentuan ini merupakan sinkronisasi antara pasal 2 dan 3 UU Tipikor, yang mengancamkan untuk setiap orang lebih tinggi dari ancaman minuman khusus bagi penyelenggara negara," kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jum'at (20/9/2019).
Baca Juga
Menurut Yasonna, kalau di UU tipikor yang lama, jika dia pejabat negara ancaman hukumannya minimum 1 tahun. Sedangkan, lanjutnya, di RKUHP justru dinaikkan. Ia mencontohkan, dalam pasal 2 UU Tipikor mencantumkan ancaman minimum khusus paling rendah hanya 4 tahun.
Advertisement
Sedangkan untuk penyelenggara negara dalam pasal 3 (UU Tipikor) mencantumkan ancaman minimum khusus paling rendah hanya 1 tahun.
"Seharusnya ancaman bagi penyelenggara negara lebih berat," tegasnya.
Yasonna menganalogikannya dengan seorang dokter. Menurutnya, hukuman seorang dokter lebih berat jika dia menyalahgunakan wewenangnya.
"Sama dengan dokter, kalau dia menyalahgunakan bisa ditambah hukumannya sepertiga kan begitu," terang Menkumham.
"Supaya penyelenggara negara lebih berat ancaman hukumannya ketimbang rakyat biasa. Itu klarifikasinya," kata Yasonna.
Pasal mengenai dipikor di RKUHP termuat dalam Pasal 603 yang berbunyi:
Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.Â