Pasal-Pasal dalam RUU KUHP yang Jadi Polemik

Sejak Senin, 23 September 2019 kemarin, ribuan mahasiswa turun ke jalan menyuarakan penolakan pengesahan Undang-Undang, salah satunya RUU KUHP.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Sep 2019, 13:46 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2019, 13:46 WIB
Ribuan Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Tolak RUU KUHP
Mahasiswa membawa poster bertulis 'Mosi Tidak Percaya' saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP menuai polemik dan protes masyarakat.

Polemik pengesahan RUU KUHP itu disebabkan munculnya sejumlah pasal dinilai justru membawa Indonesia menuju kemunduran demokrasi.

Gelombang demonstrasi pun terjadi. Sejak Senin, 23 September 2019 kemarin, ribuan mahasiswa turun ke jalan menyuarakan penolakan pengesahan Undang-Undang.

Mereka menuntut pembatalan pengesahan sejumlah Undang-Undang, beberapa di antaranya adalah RUU KUHP dan revisi UU KPK.

Meski tetap bersikukuh mengesahkan, DPR akhirnya tak jadi melakukannya. Padahal, rencananya RUU KUHP disahkan pada sidang paripurna DPR hari ini, Selasa (24/9/2019).

Lantas, apa saja sebenarnya pasal-pasal kontroversial memicu polemik masyarakat? Berikut pasal-pasal dalam RUU KUHP yang menjadi sorotan tersebut:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden

Ribuan Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Tolak RUU KUHP
Mahasiswa memasang spanduk di pagar saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)

Pasal pertama yang menjadi kontroversi dalam RUU KUHP yakni terkait pasal-pasal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur dalam pasal 218 sampai pasal 220.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan, pasal 219 yang berbunyi:

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

 

Pasal Perzinaan

Tolak RUU KUHP, Aliansi Jurnalis Gorontalo Turun ke Jalan
Massa yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Gorontalo melepaskan burung saat menggelar aksi menolak RUU KUHP di Gorontalo, Senin (23/9/2019). Menurut massa, RUU KUHP akan mencoreng Demokrasi Indonesia. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Kemudian pasal perzinaan menjadi sorotan. Di mana, dalam pasal 417 ayat 1 setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang bukan suami atau istri dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda kategori II.

Pada ayat 2 tindak pidana perzinaan tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua, atau anaknya.

Kemudian pada pasal 418 ayat 1 laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini, kemudian mengingkari janji tersebut dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak kategori III.

Selanjutnya pasal 418 ayat 2 Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kehamilan dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk kawin yang diketahuinya menurut peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Kategori IV. Kemudian proses hukum hanya bisa dilakukan atas pengaduan yang dijanjikan akan dikawini.

Pada pasal 419 ayat (1) setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.

Ayat 2 pasal 419 Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anaknya. Ayat 3 pengaduan dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya.

 

Pasal tentang Mempertunjukan Alat Kontrasepsi

Tolak RUU KUHP, Aliansi Jurnalis Gorontalo Turun ke Jalan
Massa yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Gorontalo membawa sejumlah poster saat menggelar aksi menolak RUU KUHP di Gorontalo, Senin (23/9/2019). Aliansi Jurnalis Gorontalo dengan tegas mengecam dan menolak RUU KUHP. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Kemudian ada pasal 414 tentang mempertunjukkan alat pencegah kehamilan dan alat pengguguran kandungan.

Pasal 414 berbunyi:

Setiap Orang yang secara terang terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I.

 

Pasal Pembiaran Unggas

Tolak RUU KUHP, Aliansi Jurnalis Gorontalo Turun ke Jalan
Massa yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Gorontalo membawa sejumlah poster saat menggelar aksi menolak RUU KUHP di Gorontalo, Senin (23/9/2019). Massa terdiri dari AJI, PWI, IJTI, dan beberapa organisasi jurnalis kampus di Gorontalo. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Selanjutnya ada pasal 278 terkait Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman dan Pekarangan. Pasal tersebut berbunyi:

Barang siapa tanpa wewenang membiarkan unggas ternaknya berjalan di kebun, di tanah yang sudah ditaburi, ditugali atau ditanami, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah. Setiap Orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Menkum HAM Yasonna Laoly mengatakan alasan tentang ketentuan tersebut masih diatur. Lantaran Indonesia masih banyak memiliki desa.

"Masyarakat kita banyak yang agraris di mana banyak petani di mana banyak masyarakat yang membibitkan apa namanya yang nyawah dan lain-lain, ada orang usil dia tidak pidana badan, dia hanya denda dan itu ada KUHP dan di KUHP lebih berat sanksinya nah kita buat lebih rendah. Jadi jangan dikatakan mengkriminalisasi," tutur Yasonna.

 

Pasal tentang Gelandangan

Ribuan Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Tolak RUU KUHP
Mahasiswa membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)

Pada Pasal 431 tertulis: Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Menkum HAM Yasonna Laoly menjelaskan yang dimaksud pidana bukan hukuman penjara. Melainkan hanya denda.

"Dapat dijatuhkan pidana alternative (pengawasan/kerja sosial). Dapat dikenakan tindakan (misalnya kewajiban mengikuti pelatihan kerja)," jelasnya.

 

Pasal tentang Aborsi

Ribuan Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Tolak RUU KUHP
Mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)

Ada juga pasal 471 tentang pengguguran kandungan, yang berbunyi:(1) Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal Tindak Pidana Korupsi Pasal tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP juga menuai kontroversi, hal ini karena hukuman koruptor yang diturunkan menjadi minimal dua tahun penjara. Padahal dalam KUHP lama, hukuman untuk pelaku tindak pidana korupsi minimal empat tahun penjara.

Hal ini diatur dalam pasal 604 yang berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI".

 

Reporter : Syifa Hanifah

Sumber : Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya