Liputan6.com, Jakarta - Polisi membebaskan jurnalis yang juga aktivis Dandhy Laksono setelah melakukan pemeriksaan selama sekitar 5 jam di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Meski begitu, Dandhy resmi ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian.
Dandhy keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 03.54 WIB, Jumat (27/9). Dia sebelumnya ditangkap di kediamannya di kawasan Pondokgede, Bekasai, sekitar pukul 23.00 WIB, Kamis (26/9/2019).
"Saya ditanyai terkait posting di twitter, motivasi, maksud, siapa yang menyuruh, ya standard proses verbal saya pikir," kata Dandhy.
Advertisement
Saat dijemput polisi, Dandhy Laksono mengaku terkejut. Menurut dia, penangkapan seseorang biasanya, pihak terlapor atau yang disangka dipanggil terlebih dahulu untuk diperiksa.
"Jadi saya pikir saya kooperatif, saya ikutin, dari sini saya justru penasaran ingin tahu terkait apa yang disangkakan kepada saya. Saya ingin benar-benar tahu substansi masalahnya seperti apa," kata Dandhy.
Sementara Kuasa hukum Dandhy, Alghiffari Aqsa menjelaskan, cuitan Twitter yang disangkakan oleh kepolisian adalah yang diunggah pada 23 September 2019. Tulisan tersebut berisi mengenai kondisi soal kerusuhan yang terjadi di Wamena dan Jayapura Papua.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pasal Ujaran Kebencian
Alghiffari menjelaskan, kliennya dikenakan pasal ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok sesuai pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 A ayat 2 UU ITE.
Selama pemeriksaan, Dandhy, kata Alghiffari, dicecar sekitar 14 pertanyaan dengan 45 turunan pertanyaan. Usai diperiksa, status Dandhy resmi menjadi tersangka ujaran kebencian.
"Status tersangka, hari ini beliau dipulangkan tidak ditahan dan beliau menunggu proses selanjutnya. Namun meski jadi tersangka beliau tidak ditahan," kata Alghiffari.
Â
Reporter : Iqbal Fadil
Sumber: Merdeka
Advertisement