Demi Kepastian Hukum, KPK Berharap Segera Menerima Dokumen UU Baru

KPK hingga saat ini belum menerima dokumen UU yang baru. Padahal revisi UU KPK telah resmi diundangkan dan berlaku sejak kemarin.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 18 Okt 2019, 22:53 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2019, 22:53 WIB
OTT KPK Muara Enim, Petugas Tunjukkan Uang Suap Ribuan Dollar AS
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (tengah), Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberi keterangan pers terkait OTT Bupati Muara Enim di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/9/2019). KPK mengamankan 350.000 dollar AS terkait suap 16 proyek. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menerima dokumen Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap, lembaga antirasuah segera menerima dokumen tersebut. Sebab, UU KPK yang baru merupakan acuan lembaga antirasuah dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi.

"Tentu saja sebagai penegak hukum kita harus landaskan tindakan-tindakan kita dengan dasar yang jelas dan UU yang resmi. Jadi KPK berharap UU yang resmi segera dipublikasikan sehingga bisa jadi pedoman semua pihak, khususnya KPK dalam pelaksanaan tugas," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (18/10/2019).

Febri mengatakan, KPK pada Kamis, 17 Oktober kemarin sudah berkoordinasi dengan pihak Kementerian Hukum dan HAM terkait UU tersebut. Menurut Febri, pihak Kemenkum HAM sudah menjelaskan bahwa UU KPK yang baru itu sudah berlaku sejak 17 Oktober 2019 kemarin.

"Tapi yang jadi persoalan adalah sampai dengan hari ini kami belum mendapatkan dokumen UU secara resmi. Jadi KPK tidak pernah ketahui secara persis bagaimana sebenarnya isi detil UU secara resmi yang sudah diundangkan tersebut. Memang ada dokumen-dokumen yang diedarkan saat paripurna (DPR)," kata dia.

Febri pun berharap KPK segera menerima dokumen UU Nomor 19 Tahun 2019 demi keberlangsungan pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Jangan sampai ada kondisi ketidakpastian hukum karena UU tersebut belum dipublikasikan, apalagi ada kondisi kekosongan hukum, dan itu sangat beresiko bagi upaya pemberantasan korupsi," kata Febri.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Salinan UU Masih Diteliti

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia resmi mencatat revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.

"Revisi UU KPK sudah tercatat dalam Lembaran Negara sebagai UU No 19 Tahun 2019 mengenai Perubahan UU KPK, sudah diundangkan di Lembaran Negara Nomor 197 dengan nomor Tambahan Lembar Negara (TLN): 6409 tertanggal 17 Oktober 2019," kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana seperti dilansir Antara, Jakarta, Jumat (18/10/2019).

Seharusnya, UU KPK versi revisi otomatis berlaku pada 17 Oktober 2019. Sebab, rapat paripurna DPR yang mengesahkan revisi tersebut berlangsung pada 30 hari lalu atau 17 September 2019.

Ini sesuai dengan Pasal 73 ayat (2) UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jika RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Namun, salinan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK itu masih belum dapat disebarluaskan karena masih diteliti oleh Sekretariat Negara.

"Salinan UU masih diautentifikasi oleh Sekretariat Negara. Setelah itu baru kita publikasikan di website," tambah Widodo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya