Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengatakan, bimbingan pranikah mempunyai dampak yang bagus saat berumah tangga. Terlebih, saat mereka mempunyai anak usai menikah.
"Ini sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, penguatan ketahanan keluarga. Tapi dampak perlindungan anak juga luar biasa, karena ada satu materi generasi berkualitas," kata Rita usai menggelar audiensi Pakar Bimbingan Perkawanin Calon Pengantin di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).
Baca Juga
Menurutnya, dengan adanya pembekalan sebelum menikah nantinya orangtua mempunyai kesadaran dalam mengasuh anaknya.
Advertisement
"Jadi kalau hari ini orangtua gagal mengasuh, dengan bekal itu minimal orangtua punya kesadaran gimana mengasuh dengan baik dan mau belajar lebih banyak setelah itu," ujarnya.
Dengan begitu, kekerasan terhadap anak dapat berkurang. Karena, suatu masalah dapat dibicarakan dengan secara baik.
"Jadi nanti kasus-kasus semakin berkurang karena orangtua mapan, sakinah, mawadah, kuat secara komunikasi, mengelola konflik, dan jadi bagian dari pelindungan anak juga," ungkapnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Masih Bisa Menikah Meski Tak Ada Sertifikat
Sebelumnya, Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Agus Sartono mengatakan, seseorang masih dapat menikah meskipun tidak mengikuti bimbingan pranikah dan sertifikat. Hal ini ia sampaikan usai menggelar acara audiensi Pakar Bimbingan Perkawanin Calon Pengantin.
"Memahaminya lebih pada substansinya. Bukan berarti kalau tidak ikut (bimbingan pranikah) tidak boleh menikah. Tapi akan lebih bagus, supaya keluarganya jadi baik. Kita berharap akan menjangkau yang 2 juta ini," kata Agus di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).
Ia menegaskan, seseorang masih dapat menikah meskipun tidak mengikuti kegiatan pranikah dan tak memiliki sertifikat. Karena, sertifikatnya sendiri belum sesuai dengan jumlah pengantin baru.
"Tetap bisa (menikah). Karena kita juga dari 2 juta pasangan pengantin baru, kapasitas kelembagaan pemerintahan baru menjangkau 10 persen," tegasnya.
"Jadi kalau nanti kita bilang enggak boleh, nanti yang 90 persen enggak boleh nikah dong? Kalau kita katakan wajib harus di KUA, kelembagaan kua yang representatif punya tempat melakukan pelatihan jg belum semua," sambungnya.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka
Advertisement