KPK Siapkan Upaya Hukum PK Terkait Bebasnya Syafruddin Temenggung

Upaya hukum PK dilakukan tim lembaga antirasuah demi mengembalikan kerugian keuangan negara.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Nov 2019, 11:57 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2019, 11:57 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempersiapkan upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas vonis bebas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Asryad Temenggung (SAT).

Syafruddin dibebaskan Mahkamah Agung (MA) dalam kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

"Untuk putusan lepas dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung, tim jaksa KPK sedang memperdalam pertimbangan-pertimbangan hukum untuk kebutuhan mempersiapkan pengajuan peninjauan kembali," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Febri mengatakan, upaya hukum PK dilakukan tim lembaga antirasuah demi mengembalikan kerugian keuangan negara. Febri pun berharap KPK mendapat dukungan penuh dari instansi lain agar kerugian keuangan negara kembali.

"KPK terus berupaya kembalikan kerugian negara Rp 4,58 triliun ke negara. Jumlah ini sangat besar nilainya jika nanti dapat dimanfaatkan untuk pembangunan sarana pendidikan, kesehatan atau pelayanan publik lainnya. Hal ini tentu butuh dukungan instansi lain yang terkait," kata Febri.

 

Perdata

KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemerintahan Provinsi Papua mendapat skor terendah yaitu 52,91. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sebelumnya, majelis hakim kasasi MA mengabulkan permohonan kasasi Syafruddin. Dalam amar putusannya yang dibacakan pada 9 Juli 2019, Majelis Hakim Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Syafruddin.

Dalam putusan bebas MA terhadap Syafruddin terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari para hakim. Ketua Majelis Hakim Salman Luthan menyatakan sependapat dengan Pengadilan Tinggi DKI yang menyebut kasus Syafruddin merupakan ranah pidana.

Sedangkan Hakim Syamsul Rakan Chaniago menyatakan perbuatan Syafruddin masuk dalam ranah perdata. Sementara Hakim Askin mengatakan bahwa perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan administrasi.

Setelah pemeriksaan, MA memutuskan Syamsul Rakan terbukti melanggar etik dan perilaku hakim. Syamsul Rakan Chaniago masih tercantum di kantor lawfirm meski telah menjabat sebagai hakim ad hoc Tipikor pada MA.

Selain itu, Syamsul juga terbukti melakukan kontak dan bertemu dengan Ahmad Yani salah seorang penasihat hukum Syafruddin di Plaza Indonesia pada tanggal 28 Juni 2019 pukul 17.38 s.d pukul 18.30 WIB. Padahal Syamsul sedang menangani Kasasi yang diajukan Syafruddin.

Atas pelanggaran etik tersebut, MA menjatuhkan sanksi sedang terhadap Syamsul Rakan. Dengan sanksi ini, Syamsul Rakan dihukum enam bulan dilarang menangani perkara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya