Menkumham: Hukum Mati Koruptor Dimungkinkan dalam Undang-Undang

Yasonna Laoly menyatakan, hukuman mati bagi terpidana korupsi dimungkinkan bisa terjadi. Pasalnya hal ini sudah tercantum dalam undang-undang.

oleh Yopi Makdori diperbarui 24 Des 2019, 19:03 WIB
Diterbitkan 24 Des 2019, 19:03 WIB
Menkumham Yasonna Rapat Kerja dengan Komisi III DPR
Menkumham Yasonna Laoly saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Rapat membahas rencana strategis Kemenkumham, hasil pemeriksaan BPK RI semester I tahun 2019, dan tindak lanjut RUU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan, hukuman mati bagi terpidana korupsi dimungkinkan bisa terjadi. Pasalnya hal ini sudah tercantum dalam undang-undang.

"Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi kita jelas ada (hukuman mati). Dimungkinkan hukuman mati kalau dalam kondisi bencana alam, dalam kondisi moneter yang parah itu dimungkinkan. Pengulangan tindak pidana korupsi," kata Yasonna saat wawancara khusus dengan Liputan6.com, Jumat 19 Desember 2019.

Namun, selama ini belum ada kejadian sebagaimana yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut. Kendati pernah ada yang terjadi, saat itu di dalam bencana alam di Lombok. Namun menurut dia dampak yang ditimbulkan dari korupsi saat itu tidak begitu besar.

"Artinya dilihat besarnya. Kan pidana itu kan harus melihat juga fakta lapangan, nature-nya seperti apa, walaupun itu korupsi bencana alam tapi korupsinya 10 juta masa dihukum mati?" jelas dia.

Yasonna menekankan bahwa semuanya harus dilihat secara jernih dan juga holistik. Karena dalam hukum pidana harus mempertimbangkan berbagai faktor.

"Kalau ada ancaman hukuman mati tidak berarti bahwa semua akan dihukum mati. Tergantung fakta dan kondisi dan nature dan sifat apa yang dilakukan itu," jelas dia.

"Banyak (pertimbangan) tentunya hakimlah yang memutuskan," kata Yasonna.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Wacana Jokowi

Sebelumnya,  Presiden Jokowi mengatakan, tidak menutup kemungkinan adanya revisi Undang-undang yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor. Asalkan, usulan tersebut datang dari rakyat.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat," kata Jokowi di SMK Negeri 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Jokowi menyebut aturan yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor bisa masuk dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor."Itu dimasukkan (ke RUU Tipikor), tapi sekali lagi juga tergantung yang ada di legislatif," ujarnya.

Saat menghadiri pentas Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta, Jokowi mendapat pertanyaan seputar hukuman mati bagi koruptor. Pertanyaaan tersebut datang dari salah satu pelajar bernama Harli.

"Mengapa negara kita mengatasi korupsi tidak terlalu tegas? Kenapa nggak berani seperti di negara maju misalnya dihukum mati? Kenapa kita hanya penjara tidak ada hukuman tegas?" tanya Harli.

Jokowi langsung menjawab bahwa aturan hukuman mati sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, hukuman mati dalam UU tersebut hanya berlaku bagi koruptor bencana alam nasional.

“Kalau korupsi bencana alam dimungkinan (dihukum mati). Misalnya, ada bencana tsunami di Aceh atau di NTB, kita ada anggaran untuk penanggulangan bencana, duit itu dikorupsi, bisa,” jelas Jokowi.

Mantan Wali Kota Solo ini menyadari, sejauh ini memang belum ada ketentuan hukuman mati bagi koruptor, selain dalam kasus korupsi bantuan bencana alam.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya