Liputan6.com, Jakarta - Kepala Biro Hukum, Persidangan dan Humas Kemenko Perekonomian I Ktut Hadi Priatna menyatakan, omnibus law adalah sebuah metode yang lumrah diterapkan saat ini di berbagai belahan dunia. Melalui omnibus law, satu undang-undang dapat merubah atau merevisi banyak poin dari banyak undang-undang sekaligus.
Omnibus law, kata dia berfungsi merevisi bukan mencabut undang-undang yang berlaku. Menurutnya, dengan metode ini perbaikan undang-undang dapat lebih mudah, lebih terarah dan cepat dilaksanakan.
"Omnibus law ini tidak hanya terkait Pekerja atau Ketenagakerjaan, namun juga terkait penyederhanaan Izin mendirikan usaha. Misalnya saja, salah satu point RUU ini yakni tentang bolehnya mendirikan PT Perseorangan, tidak harus Perseroan," ujar I Ktut di acara Indonesia Podcast Show 03 di Beranda Kitchen, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2020).
Advertisement
I Ktut menambahkan, pemerintah melalui RUU Cipta Kerja ini juga ingin mengangkat kesejahteraan para pekerja dan memastikan pemenuhan hak-haknya.
"Ini merupakan RUU yang berkeadilan baik bagi pekerja maupun pengusaha. Adapun terkait penghapusan hukum pidana pada perusahaan pelanggar hukum, bukan berarti penghapusan secara keseluruhan. Melainkan, hanya beberapa pelanggaran saja yang tidak diberikan hukum pidana, karena bukan pelanggaran yang begitu besar," tegasnya.
Atasi Tumpang Tindih UU
Kepala Subdirektorat Standarisasi dan Fasilitas Pengupahan, Kemenakertrans Amelia Diatri Tuangga Dewi memaparkan, omnibus law ini merupakan semacam kompilasi dari banyak Undang-undang untuk mengatasi undang-undang yang tumpang tindih.
"Melalui Omnibus Law, mekanisme perubahan hukum dapat lebih cepat dilakukan. Misalnya saja, melalui RUU Cipta Kerja kita dapat memanusiakan manusia. RUU Cipta Kerja ini diperuntukan untuk menghadapi situasi dan kondisi kontemporer yang sudah tidak relevan lagi apabila dihadapkan dengan UU Ketenagakerjaan yang sudah berumur dua dekade," tegasnya.
Amelia juga menjelaskan bahwa omnibus law RUU Cipta Kerja tetap mengutamakan perlindungan dan kesejahteraan para pekerja.
"Ketika sudah rampung keseluruhan draftnya dan diberikan kepada DPR untuk dibahas, barulah draft RUU tersebut dapat dikritisi atau ditanggapi oleh publik melalui mekanisme yang berlaku," paparnya.
Advertisement