Adian Napitupulu Ragukan Posisi Harun Masiku sebagai Pelaku Suap

Adian menjelaskan keraguannya berdasarkan keputusan KPU yang berbeda dengan keputusan MA.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jan 2020, 15:23 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2020, 15:23 WIB
Gaya Santai Adian Napitupulu dan Masinton Pasaribu di Kongres PDIP
Politikus PDI Perjuangan Aldian Napitupulu (kiri) saat menjadi pembicara dalam serial diskusi dalam rangkaian Kongres V PDIP di Sanur, Bali, Jumat (9/8/2019). Diskusi tersebut membahas Demokrasi Arus Bawah (Perlawanan Terhadap Rezim Otoriter). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Adian Napitupulu mempertanyakan posisi Harun Masiku sebagai pelaku suap kepada penyidik KPU Wahyu Setaiawan. Adian menjelaskan keraguannya berdasarkan keputusan KPU yang berbeda dengan keputusan MA.

"Menurut saya itu dimualai dari suara tak bertuan, itu suaranya almarhum Nazarudin Kiemas, pertanyaannya adalah ketika dia meninggal, suara itu punya siapa, siapa yang berwenang yang meletakkan suara itu," kata Adian pada diskusi ILRNS di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).

Adian menjelaskan berdasarkan putuskan MA itu tetap menjadi suara sah bagi calon legislatif yang sudah meninggal, lalu keputusan kedua itu juga tetap dianggap suara sah untuk partai. Namun keputusan itu berbeda dengan PKPU yang mengatakan suaranya hanya untuk partai.

"KPU suara itu serta merta menjadi suara partai, sedangkan tafsiran lain itu tetap menjadi suara dia. Berdasarkan perbedaan itu dibuatlah judicial review itu suara siapa, MA putuskan itu tetap menjadi suara sah calon yang sudah meninggal dan tetap menjadi suara sah untuk partai," sambungnya.

Lalu berdasarkan keputusan MA itu PDIP mengajukan pertanyaan bahwa bisa tidak pemilik suara yang sudah meninggal itu pindahkan kepada orang lain. Dikatakan oleh Adian bahwa MA menjawab hal itu bisa dilakukan, karena sudah menjadi kewenangan partai.

"Menjadi kewenagan diskresi dari pimpinan partai politik untuk menentukan kader terbaik yang akan menggantikan calon anggota legislatif yang sudah meninggal dunia. Ini bukan kata PDIP ini menurut keputusan MA," sambungnya.

Lalu berdasarkan keputusan ini, PDIP memutuskan Harun Masiku penerima limpahan suara tak bertuan ini. Lalu partai PDIP mengirimkan surat kepada KPU berdasarkan keputusan MA. Namun KPU melawan keputusan ini.

"Surat menyurat itu tidak akan dikirimkan pada PDIP kepada KPU, dan PDIP tidak akan meminta Harun Masiku menjadi anggota DPR RI kalau tidak diberikan keputusan ini oleh MA," ucap Adian Napitupulu.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Korban Iming-Iming

Disinilah yang membuat Adian menganggap bahwa Harun Masiku itu mejadi korban adanya iming-iming dari penyelenggara keputusan.

"Harun masiku punya hak menjadi anggota DPR, hak itu berdasarkan keputusan partai yang diberikan berdasarkan keputusan Mahkamah Agung, lalu dia tunggu haknya diberikan oleh KPU, tapi tidak diberikan," jelas Adian.

Lalu dikatakan oleh Adian dalam kapasitas ini, Harun meminta haknya yang diberikan oleh MA tapi tidak dilaksanakan KPU, lalu datanglah tawaran dari Wahyu Setiawan, karena dia merasa posisinya secara hukum dia benar, maka Ia menuruti perintah Wahyu Setaiawan tersebut.

"Boleh tidak dia memperjuangkan haknya, kalau boleh dia berjuang. Mungkin caranya salah karena adanya tawaran, kira -kira seperti itu, tapi dalam hal ini harus jernih melihat, ada dua kemungkinan dia mungkin pelaku suap, kemungkinan kedua dia korban dari iming-iming penyelenggara," ucap Adian.

"Karena dia diberi hak yang diberikan oleh Mahkamah Agung, tanpa keputusan MA, saya percaya dia tidak akan melakukan ini," tutupnya.

Reporter: Tri Yuniwati Lestari

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya