SBY Minta Kasus Jiwasraya Diselesaikan untuk Selamatkan Negara dari Krisis Lebih Besar

Awalnya, SBY mengaku tak terusik saat Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 27 Jan 2020, 21:14 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2020, 21:14 WIB
SBY Sampaikan Pidato pada Malam Kontemplasi
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato pada malam kontemplasi di Puri Cikeas Bogor, Senin (9/9/2019). Pada pidatonya SBY menyinggung masyarakat yang baik atau good soceity dan di setiap literatur memiliki ramuan yang berbeda-beda. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuat pernyataan terkait kasus PT Jiwasraya. Dalam keterangannya, SBY menyebut penyelesaian kasus Jiwasraya akan menyelamatkan negara dari kasus lebih besar.

Awalnya, SBY mengaku tak terusik saat Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu.

“Tesis saya, untung rugi dalam dunia bisnis bisa saja terjadi. Kalau mengetahui kondisi keuangannya tak sehat, korporat tentu segera melakukan langkah-langkah perbaikan. Bahkan ketika beberapa saat kemudian, Kementerian BUMN secara eksplisit mengatakan bahwa masalah Jiwasraya bermula di tahun 2006, saya juga tak merasa terganggu. Apalagi, di tahun 2006 dulu saya tak pernah dilapori bahwa terjadi krisis keuangan yang serius di PT. Jiwasraya,” kata SBY dalam keterangannya, Senin (27/1/2020).

Namun, SBY menyebut dibangun opini tidak ada kesalahan pada masa pemerintahan sekarang dan yang salah adalah pemerintahan SBY. Ia mulai bertanya alasan isu dibelokkan.

“Kenapa dengan cepat dan mudah menyalahkan pemerintahan saya lagi? Padahal, saya tahu bahwa krisis besar, atau jebolnya keuangan Jiwasraya ini terjadi 3 tahun terakhir. Karenanya, dihadapan staf dan beberapa tamu saya di rumah yang merasa tidak terima jika lagi-lagi saya yang disalahkan, saya sampaikan komentar ringan saya. Intinya, kalau memang tak satupun di negeri ini yang merasa bersalah dan tak ada pula yang mau bertanggung jawab, ya salahkan saja masa lampau,” jelasnya.

SBY menyebut kasus ini membuat Kegaduhan politik terjadi. Termasuk di kalangan parlemen, wakil rakyat.

“Terkadang tak mudah membedakan mana berita yang benar, dan mana yang hoax dan fitnah. Karena itu, seperti biasanya, saya tak mau ikut-ikutan berkata sembarangan. Main tuduh dan memvonis seseorang atau pihak-pihak tertentu sebagai bersalah bukanlah karakter saya. Di samping itu, saya juga percaya bahwa pada saatnya kebenaran dan keadilan akan datang. Datangnya mungkin lambat, tapi pasti,” ujarnya.

SBY mempertanyakan adakah yang hendak dibidik dan hendak dijatuhkan terkait kasus tersebut.

Dari Parlemen, lanjut SBY, ia mendapat info bahwa yang menggebu-gebu untuk membentuk Pansus juga dari kalangan partai-partai koalisi.

“Ketika saya gali lebih lanjut mengapa ada pihak yang semula ingin ada Pansus, saya lebih terperanjat lagi. Alasannya sungguh membuat saya “geleng kepala”. Katanya... untuk menjatuhkan sejumlah tokoh. Ada yang “dibidik dan harus jatuh” dalam kasus Jiwasraya ini. Menteri BUMN yang lama, Rini Sumarno harus kena. Menteri yang sekarang Erick Thohir harus diganti. Menteri Keuangan Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Presiden Jokowi juga harus dikaitkan,” ucapnya.

SBY lantas menyatakan sikap bahwa tak baik dan salah kalau sudah main target-targetan. Kepada para kader Demokrat yang menjadi anggota DPR RI, ia tegas melarang untuk ikut-ikutan berpikir untuk menargetkan orang-orang.

“Itu salah besar. Nama-nama yang sering disebut di arena publik, dan seolah pasti terlibat dan bersalah, belum tentu bersalah. Termasuk tiga nama tadi. Secara pribadi saya mengenal Ibu Sri Mulyani, Ibu Rini dan Pak Erick sebagai sosok yang kompeten dan mau bekerja keras. Kalau tingkat presiden, sangat mungkin Pak Jokowi juga tidak mengetahui jika ada penyimpangan besar di tubuh Jiwasraya itu. Prinsipnya, jangan memvonis siapapun sebagai bersalah, sebelum secara hukum memang terbukti bersalah,” ucapnya.

Ia mengaku teringat akan peristiwa politik yang terjadi sepuluh tahun yang lalu. Pasca Pemilu 2009 yakni isu “bail-out” Bank Century.

“Berbulan-bulan politik kita tidak stabil. Namun, apa yang ingin saya katakan? Sama seperti sekarang ini, nampaknya ada yang dibidik dan hendak dijatuhkan. Saya sangat tahu bahwa yang harus jatuh adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan juga mantan Gubernur BI, Wakil Presiden Boediono. Jika bisa, SBY juga diseret dan dilengserkan. Memang cukup seram,” jelasnya.

Kasus Century itu gegap gempita karenanya Pansus dibentuk, hak angket digunakan oleh DPR RI.

”Namun saya tetap tenang. Saya juga tak takut dengan dibentuknya Pansus. Bahkan tak pernah menghalanginya. Padahal koalisi pendukung pemerintah cukup kuat waktu itu. Jumlah anggota DPR RI dari Partai Demokrat juga sangat besar, 148 orang. Mengapa saya tak takut dengan Pansus Bank Century?” katanya.

“Saya memegang fakta dan kebenaran mengapa dilakukan “bail-out” pada Bank Century. Ada alasan yang sangat kuat mengapa para otoritas keuangan mengambil keputusan yang berani tetapi berisiko tinggi. Dengan “judgement” mereka, yang memiliki kewenangan yang diberikan oleh undang-undang, pilihan dan keputusan harus diambil. Sejarah menunjukkan bahwa setelah itu Indonesia selamat dari krisis,” tambah SBY.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tak Ada Niat Buruk

SBY juga yakin dulu Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur BI Boediono tak punya niat buruk terkait Century. Tujuannya adalah agar ekonomi Indonesia selamat dari krisis.

“Itu juga yang saya lakukan dan ikhtiarkan siang dan malam sebagai Presiden. Alhamdulillah, ekonomi kita selamat. Tidak jatuh seperti di tahun 1998 dulu. Saya yakin pula kedua pejabat itu (SMI & Boediono) tak melakukan korupsi. Meskipun untuk “bail-out” Bank Century itu tak perlu meminta izin saya sebagai Presiden, tetapi keduanya diberikan wewenang oleh undang-undang untuk mengambil keputusan. Jadi, yang mereka lakukan sah dan kuat secara hukum,” jelasnya

Ia mengharapkan Indonesia menjalankan politik yang berkeadaban. Tidak main tuduh, main fitnah. “dan “character assassination”. Selama 10 tahun saya mengemban amanah dulu, tak pernah henti saya menerima tuduhan, fitnah dan juga pembunuhan karakter. Sebagai manusia saya, dan juga almarhumah Ani Yudhoyono, sangat merasakan betapa menderita dan tidak adilnya perlakuan sebagian kalangan itu. Karenanya, saya menyeru janganlah cara-cara buruk itu terus kita jalankan di negeri ini. Tak perlu presiden-presiden setelah saya harus mengalami nasib yang sama. Pintu gerbang untuk mencegah krisis keuangan yang lebih besar,” bebernya.

Gagasan untuk membentuk Pansus di DPR RI, kata SBY, nampaknya juga mengalami hambatan dan bahkan seolah “ditutup” jalannya. Padahal, banyak pihak meyakini bahwa dengan digunakannya hak angket oleh DPR RI, penyelidikan dapat dilakukan secara menyeluruh kepada siapapun.

SBY berpendapat ada 7 arena investigasi yang harus disentuh atau dimasuki kasus Jiwasraya. Yaitu arena pertama, berapa triliun jebolnya keuangan Jiwasraya? Kemdian mengapa jebol? Selanjutnya, siapa yang bikin jebol?

Arena keempat, apakah memang ada uang yang mengalir dan digunakan untuk dana politik (pemilu)? Lantas berapa uang rakyat yang mesti dijamin & dikembalikan? Kemudian, arena 6, adakah kaitan dan persamaan modus kejahatan kasus Jiwasraya dan kasus-kasus lain? dan terakhir, bagaimana solusi dan penyelesaiannya ke depan?

”Solusi ke depan harus dilakukan secara menyeluruh. Yang perlu diperbaiki bisa menyangkut pemberian sanksi hukum kepada para pelakunya; penyehatan kembali keuangan korporat; serta pemberian jaminan dan pengembalian uang milik nasabah. Ke depan harus ditingkatkan kepatuhan kepada undang-undang, sistem dan aturan; “judgement” jajaran manajemen yang jauh lebih baik; serta pengawasan yang lebih seksama dari otoritas jasa keuangan, parlemen dan pemerintah terhadap jajaran BUMN,” jelasnya.

Khusus pemberian jaminan dan pengembalian uang nasabah (rakyat), SBY menyarankan agar segera dibentuk Lembaga Penjamin Polis melalui sebuah undang-undang, agar didapat kepastian hukum untuk itu.

“Yang paling penting, uang yang raib yang jumlahnya sangat besar itu, termasuk potensi untuk kehilangan yang lebih besar lagi, harus diatasi. Harus ditutup lubangnya. Harus bisa disehatkan kembali kondisinya. Solusinya... ya pilih cara yang paling masuk akal, kredibel dan benar-benar menyelesaikan masalah. Bukan hanya untuk meredakan kegaduhan politik saat ini,” ia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya