Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengingatkan bahwa, pandemi virus corona Covid-19 bisa berdampak pada kelangkaan pangan global. Hal ini pun menjadi perhatian serius pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Peringatan dari FAO agar betul-betul diperhatikan, harus digarisbawahi mengenai peringatan bahwa virus corona bisa berdampak pada krisis pangan dunia," ungkap Jokowi dalam video conference, Senin (13/4) lalu.
Masalahnya, selain pandemi, ancaman krisis pangan itu juga hadir dari alih fungsi lahan yang terus menerus terjadi. Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutkan, lahan pertanian berkurang seluas 287 ribu hektar selama kurun waktu 2013-2019.
Advertisement
Alih fungsi lahan ini mengubah peruntukan lahan pertanian menjadi peruntukan lain, seperti perumahan, perkebunan, lahan tambang, dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja berdampak pada berkurangnya produktivitas pangan, sehingga bisa berujung pada krisis pangan.
Menanggapi kondisi tersebut, Manajer Kampanye Air, Pangan, dan Ekosistem Esensial Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Wahyu Perdana, berharap peringatan FAO itu bisa dijadikan momentum untuk menyusun kembali pilihan kebijakan pangan nasional.
"Karena kita tidak bisa bersandar pada industri ekstraktif skala luas saat berada dalam kondisi seperti ini. Kita tidak bisa meminta masyarakat untuk makan batubara dan sawit itu kan," kata Wahyu Perdana, dalam keterangan tertulis, Jumat (24/4/2020).
"Seharusnya kondisi ini bisa dijadikan momentum untuk memperbaiki bukan hanya persoalan pangannya, tetapi juga tata kelola lahan pangannya," lanjutnya.
Dalam situasi seperti ini, Wahyu meminta pemerintah konsisten dengan regulasi yang sudah ditetapkan guna mencegah alih fungsi lahan. Misalnya, dengan berpegang teguh pada UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.
"Pilihan yang paling pragmatis untuk pemerintah sebenarnya adalah gunakan saja regulasi yang sudah ada. Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan itu. Ini yang harus ditekankan," katanya.
Teknisnya, lahan pertanian itu harus ditetapkan seperti konsesi lahan pangan masyarakat dan diberikan periode tertentu, tak boleh diubah peruntukannya.
"Singkatnya, ditentukan oleh daerah, kemudian dikuatkan oleh pusat, dan ditetapkan sebagai kawasan lahan pangan. Itu tidak boleh ada alih fungsi lahan dalam kurun waktu tertentu, misal 30 tahun, atau 35 tahun," kata Wahyu.
Hal ini mengingat, bahwa sebagian besar pangan di Indoensia diproduksi oleh pertanian skala rumah tangga dan hasil tangkapan nelayan tangkap (tradisional), bukan dari industri.
Untuk itu, perlindungan petani dan nelayan, sekaligus upaya mencegah alih fungsi lahan adalah mutlak harus dilakukan pemerintah.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Perintah Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan kepala daerah menjaga ketersediaan bahan-bahan pokok di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Menurut dia, kepala daerah harus dapat memastikan agar bahan pokok di wilayahnya tak mengalami kelangkaan.
"(Kepala daerah) membuat perkiraan-perkiraan ke depan sehingga kita bisa memastikan tidak terjadi kelangkaan bahan pokok dan harga yang masih terjangkau," ujar Jokowi saat memimpin rapat terbatas melalui video conference, Senin (13/4/2020).
Jokowi menyebut bahwa pandemi virus corona bisa berdampak pada kelangkaan atau krisis pangan dunia. Hal ini, kata dia, sesuai dengan peringatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO).
Untuk itu, para kepala daerah diminta memperhatikan panen raya baik April-Mei maupun Agustus-September 2020. Dengan begitu, maka distribusi bahan pangan tidak terganggu.
"Mungkin panen yang ini (April-Mei) baik, tapi panen pada penanaman yang ke bulan Agustus-September nanti betul dilihat secara detil. Sehingga tidak mengganggu produksi rantai pasok maupun distribusi dari bahan-bahan pangan yang ada," kata Jokowi.
Advertisement