Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Hasanuddin AF mengatakan seorang muslim yang meninggal karena penyakit Covid-19 yang disebabkan virus Corona, maka meninggal secara syahid akhirat. Tetapi, kata dia, haknya sebagai jenazah wajib dipenuhi.
"Syahid akhirat adalah Muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu antara lain karena wabah, tenggelam, terbakar dan melahirkan, yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid, tetapi secara duniawi hak-hak jenazahnya tetap wajib dipenuhi," kata Hasanuddin, di Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Sabtu (28/3/2020).
Baca Juga
Dia menjelaskan, pahala syahid terhadap jenazah terinfeksi Corona, maksudnya dosanya akan diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab meski dalam memperlakukan jenazah harus dilakukan sesuai tata cara yang sudah ditetapkan MUI.
Advertisement
"Umat Islam yang wafat karena wabah Covid-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis," kata Hasanuddin.
Dia mengatakan pedoman mengurus jenazah COVID-19 yang dirilis MUI pada Jumat itu menegaskan kembali ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7.
Dalam ketentuan itu, kata dia, mengatur soal pengurusan jenazah terpapar Corona, terutama dalam memandikan dan mengafani. Semua harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.
Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya, kata dia, dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar pelayat tidak terpapar Corona.
Saksikan Video Berikut Ini:
Tak Dimandikan Jika Berbahaya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan pedoman pengurusan jenazah muslim terinfeksi Corona atau Covid-19, yaitu boleh tidak dimandikan asal memenuhi syarat syariah.
"Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, berdasarkan ketentuan darurat syariah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF di Jakarta, Jumat (27/3/2020).
Dia mengatakan dalam memandikan jenazah terinfeksi Corona tidak diharuskan dibuka pakaiannya. Sedangkan petugas yang memandikan wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani.
Seperti dikutip dari Antara, jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, kata dia, jenazah dimandikan oleh petugas yang ada dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak memakai baju, ditayamumkan.
Selanjutnya, kata dia, jika ada najis pada jenazah, petugas agar membersihkannya sebelum memandikan. Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.
Meski begitu, jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah.
Adapun cara menayamumkan jenazah, yaitu dengan cara mengusap wajah dan kedua tangan jenazah minimal sampai pergelangan dengan debu. Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap petugas tetap menggunakan alat pengaman diri (APD).
Advertisement
Pedoman Memandikan dan Mengafani
Pedoman memandikan jenazah:
a. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya
b. petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani;
c. Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayammumkan.
d. petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan;
e. petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh;
f. jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara:
1). mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu.
2). untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.
g. jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Pedoman mengafani jenazah:
a. Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
b. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
c. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Pedoman Menyalatkan dan Menguburkan
Pedoman menyalatkan jenazah:
a. Disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani.
b. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan COVID-19.
c. Dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadhir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib).
d. Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-19.
Pedoman menguburkan jenazah:
a. Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.
b. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
c. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.
Advertisement