Liputan6.com, Jakarta - Memasuki era New Normal menjadi tantangan tersendiri bagi para notaris. Selain perlu adaptasi, dukungan regulasi dari pemerintah juga dinilai sangat dibutuhkan.
Hal ini dikatakan Otty H.C. Ubayani, Ketua Umum Yayasan Komunitas Cendikiawan Hukum Indonesia (YKCHI) dan Ikatan Alumni Notariat (Ikanot) Universitas Diponegoro dalam diskusi virtual bertajuk 'Menghindari Jerat Hukum dalam Keadaan The New Normal', yang diadakan YKCHI dan Ikanot Undip di Jakarta, Jumat (29/5/2020).
Dikatakannya, menghadapi pandemi Covid-19 ini, pekerjaan notaris banyak menggunakan teknologi. Untuk itu dibutuhkan payung hukum.
Advertisement
"Jika tidak ada aturan yang jelas, dikhawatirkan notaris bisa terjerat kasus hukum. Padahal, sebagai pejabat umum, notaris haruslah dilindungi oleh aturan hukum," ujar Otty .
Sementara menurut Prof Gayus Lumbuun, salah satu bentuk penyesuaian yang signifikan dalam praktek pelayanan jasa notaris adalah pengakuan pengurusan dokumen secara elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No 11 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa informasi eletronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Penyesuaian lain yang perlu dilakukan di era New Normal adalah suatu kegiatan yang tidak harus hadir secara fisik.
"Kemajuan teknologi memungkinkan pengurusan dokumen tidak harus menghadap secara fisik kepada notaris. Sehingga walaupun berjarak jauh namun dapat dijamin keaslian orangnya atau merupakan suatu keadaan yang nyata atau virtual," tambah Gayus.
Narasumber lain, Udin Narsudin selaku praktisi Notaris/PPAT menguraikan aplikasi cyber notary di era digital yakni memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, seperti digitalisasi dokumen, penandatanganan akta secara eletronik, pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham secara teleconference, dan hal-hal lain yang sejenis.
"Pada dasarnya konsep cyber notary tersebut sudah pernah diperkenalkan pada tahun 1995. Namun, berhubung belum adanya fasilitasi berupa UU yang mengatur mengenai cyber notary, maka konsep dimaksud menjadi hanya sebatas konsep saja, sehingga dalam konteks era digital 4.0 sekarang ini masih belum tersambung," jelasnya.
Pada prinsipnya, lanjut Udin, konsep cyber notary ditujukan untuk mempermudah transaksi antara para pihak yang tinggalnya berjauhan, sehingga jarak bukan menjadi masalah lagi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Mempertegas Kedudukan Notaris
Sementara itu, pakar hukum telematika Edmon Makarim memamdang pentingnya revisi UU-JN, dengan poin-poin antara lain, mempertegas kedudukan notaris sebagai jabatan umum. Juga mengenai akta dapat dibuat baik dengan kehadiran secara fisik dan elektronik/dapat membuat akta autentik secara elektronik. Hal lainnya, notaris adalah bagian dari administrasi pemerintahan.
Oleh karena itu, perlu UU khusus, selain itu dilantik pemerintah dan diawasi oleh Mahkamah Agung serta berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan jabatannya.
"Perlu ditambahkan kewenangan akses terhadap public registries yang diselenggarakan oleh administrasi pemerintahan," papar Edmon.
Pada bagian lain, Ketua Umum Ikatan Alumni Undip Maryono mengharapkan diskusi ini bisa melahirkan kajian dan rekomendasi penting untuk disampaikan ke pemerintah dan DPR.
"Kami berharap pemerintah bisa memberi perhatian kepada pekerjaan notaris yang selama ini telah mendukung baik dalam pembuatan akta maupun mendorong pemasukan pajak," pungkas Otty.
Advertisement