RCTI dan Inews Layangkan Gugatan ke MK, Minta Netflix Hingga Youtube Patuh UU Penyiaran

Menurut Imam Nasef, perwakilan tim kuasa hukum, pasal penyiaran tersebut tidak lagi adaptif dengan kemajuan layanan berbasis internet saat ini.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 30 Mei 2020, 16:03 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2020, 15:48 WIB
Jelang Sidang Pembacaan Putusan, Penjagaan Gedung MK Diperketat
Personel Brimob berjaga di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Jelang sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6), sekitar 47.000 personel keamanan gabungan akan disiagakan di Ibu Kota DKI Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - RCTI dan iNews menggugat Undang Undang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mempermasalahkan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002.

Menurut Imam Nasef, perwakilan tim kuasa hukum dari TKNP Law Firm, pasal penyiaran tersebut tidak lagi adaptif dengan kemajuan layanan berbasis internet saat ini.

"Menyebabkan adanya perlakuan berbeda (unequal treatment) antara Para Pemohon sebagai penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan spektrum frekuensi radio dengan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan Over the Top (OTT) dalam melakukan aktivitas penyiaran," tulis surat gugatan TKNP Law Firm, Sabtu (30/5/2020).

Karenanya, Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran sudah sepatutnya direvisi dengan memasukkan para penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan Over the Top (OTT) sebagai golongan penyiaran.

Sebab, jika beleid tersebut tidak direvisi, maka para penyiar yang menggunakan medium internet tidak ada kewajiban untuk tunduk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS) yang menjadi ranah Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI.

"Dalam petitum kami, kami meminta MK mengubah isi pasal tersebut menjadi, Penyiaran adalah (i) kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran," tandas Imam.

Gugatan UU Penyiaran ini telah didaftarkan ke MK pada 27 Mei 2020. Penggugat adalah para direktur dari dua stasiun tv tersebut, iNews diwakili oleh Direktur Utama David Fernando Audy dan Direktur Rafael Utomo. RCTI diwakili oleh Direktur Jarod Suwahjo dan Direktur Dini Ariyanti Putri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Platform Penyiaran Lewat Internet Menurut Penggugat

Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Dalam gugatannya, penggugat menyebut beberapa platform penyiaran yang menggunakan internet dengan definisi media lainnya / media baru (the new media). Definisi tersebut penggugat ambil dari ujaran Ketua KPI Agung Suprio pada 10 Agustus 2019 setelah dilantik.

Selain itu, penggugat juga menyebut platform penyiaran menggunakan internet atau over the top (OTT) ini berkembang pesat dan secara sederhana dipahami dipahami sebagai layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang beroperasi di atas jaringan internet milik sebuah operator telekomunikasi.

Tiga Kategori Layanan OTT Menurut Versi Penggugat

Pertama, aplikasi seperti WhatsApp, Line, Telegram, Skype, Facebook, Twitter, Instagram dan lain sebagainya.

Kedua, konten/video on demand/streaming seperti Youtube, HOOQ, IfIix, Netflix, Viu dan lain sebagainya).

Ketiga, jasa seperti Go-Jek, Grab, Uber dan lain sebagainya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya