Liputan6.com, Jakarta Kasus warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, yang mengutip humor Gus Dur terkait 'tiga polisi jujur' menjadi sorotan. Sebabnya, pria bernama Ismail Ahmad (41) itu diperiksa polisi terkait unggahannya tersebut.
Kapolres Kepulauan Sula AKBP Muhammad Irfan menjelaskan, pemanggilan Ismail hanya ingin mencari tahu tentang niat atau mens rea atau niat mem-posting guyonan satire Gus Dur itu.
Baca Juga
"Yang bersangkutan hanya kami minta keterangannya tentang mens area/niat yang bersangkutan mengunggah hal tersebut di FB (Facebook)," kata Irfan saat dihubungi wartawan, Rabu 17 Juni 2020.
Advertisement
Di sisi lain, apa yang diunggah Ismail adalah bagian dari kritik terhadap pemerintah. Polisi dalam hal ini adalah merupakan bagian dari pemerintahan. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya Nomor 6/PUU-V/2007, pernah mengingatkan bahwa kritik atau pendapat terhadap pemerintah itu adalah hak konstitusional setiap warga. Artinya kebebasan berpendapat dijamin undang-undang.
Saat itu MK memperkarakan gugatan Pasal 154 KUHP yang bunyinya, "Barangsiapa menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima ratus rupiah."
Serta Pasal 155 KUHP, "Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan sehingga kelihatan oleh umum tulisan atau gambar yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah."
Â
Saksikan Video Terkait di Bawah Ini:
Mengabulkan
MK lantas mengabulkan gugatan tersebut sebagian. Dan, menyatakan kedua pasal itu tak mempunyai kekuatan hukum mengikat alias tidak berlaku lagi.
"Rumusan kedua pasal pidana tersebut menimbulkan kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan karena secara mudah dapat ditafsirkan menurut selera penguasa. Seorang warga negara yang bermaksud menyampaikan kritik atau pendapat terhadap Pemerintah, di mana hal itu merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945," demikian pertimbangan MK, seperti dikutip, Kamis (18/6/2020).
Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan dengan pasal tersebut seseorang akan dengan mudah dikualifikasikan oleh penguasa sebagai pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap pemerintah sebagai akibat dari tidak adanya kepastian kriteria dalam rumusan Pasal 154 maupun 155 KUHP tersebut untuk membedakan kritik atau pernyataan pendapat dengan perasaan permusuhan, kebencian, ataupun penghinaan.
"Karena penuntut umum tidak perlu membuktikan apakah pernyataan atau pendapat yang disampaikan oleh seseorang itu benar-benar telah menimbulkan akibat berupa tersebar atau bangkitnya kebencian atau permusuhan di kalangan khalayak ramai," isi pertimbangan tersebut.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengutarakan, merasa sedih dengan yang terjadi di Maluku itu.
"Menyedihkan, kalo di negara Pancasila humor sudah dianggap kritik. Pahamilah, masyarakat sedang menderita terkena dampak Covid-19, masyarakat perlu bantuan dan kegembiraan," kata Jazilul.
Dia khawatir jika kasus seperti ini berlanjut, akan menurunkan kepercayaan publik.
"Kalau kasus seperti ini terus berlanjut saya kuatir kepercayaan publik pada polisi akan merosot. Kami tetap dukung Polri yang Promoter, tunjukkanlah," kata Jazilul.
Dia mengingatkan, promoter adalah professional, modern dan terpercaya. Karena itu, Wakil Ketua Umum PKB ini meminta hal tersebut diperlihatkan oleh aparat Polisi saat ini. "Promoter: professional, modern dan terpercaya. Tunjukkan dan Buktikanlah," dia memungkasi.
Advertisement
Minta Maaf
Ismail diperiksa Polres Sula, Jumat 12 Juni 2020, dua jam setelah dirinya mengunggah kutipan humor Presiden ke-4 Gus Dur di akun media sosialnya. Kalimat tersebut adalah "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng".
Meski tidak ditahan, Ismail tetap diminta wajib lapor dan memberikan permohonan maaf secara terbuka.