Komisi VIII DPR Cecar Kemenag soal Keputusan Pembatalan Haji Sepihak

Suasana sempat memanas sampai Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily menyinggung hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jun 2020, 21:25 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2020, 21:12 WIB
Menag Fahcrul Razi saat jumpa pers, Selasa (2/6/2020) mengumumkan pembatalan Haji 2020.
Menag Fahcrul Razi saat jumpa pers, Selasa (2/6/2020) mengumumkan pembatalan Haji 2020. (foto: dokumentasi Kemenag)

Liputan6.com, Jakarta Komisi VIII DPR RI banyak mengkritik Menteri Agama Fachrul Razi dan jajarannya karena keputusan sepihak membatalkan penyelenggaraan haji. Hal itu terjadi saat rapat kerja di DPR, Kamis (18/6) malam.

Suasana sempat memanas sampai Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily menyinggung hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Mulanya, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag, Nizar Ali menjelaskan asal mula keputusan pembatalan haji.

Nizar mengakui, mengenai kewenangan pembatalan itu tafsiran dalam undang-undang. Namun, Kemenag berasumsi dan konsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Kementerian Agama mengambil kesimpulan dapat membatalkan keberangkatan haji dengan keputusan menteri, tanpa perlu keputusan presiden.

"Kemudian dijadikan dasar mengapa cukup pak menteri saja tak perlu kepres dan sebagainya," ujar Nizar dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/6).

Dia berdalih, atas dasar itu tak membatalkan keputusan presiden mengenai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Menteri hanya membatalkan keberangkatan semata.

"Pak menteri tidak langgar undang-undang, tak langgar kepres. Kewenangannya ada di pemabatalannya," ucap Nizar.

Lantas, Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily meninterupsi. Ace mengatakan, memang dalam undang-undang tidak dijelaskan secara khusus mengenai penundaan atau pembatalan haji. Maka itu, seharusnya diputuskan secara konsensus dalam rapat kerja antara DPR dengan pemerintah.

Yang menjadi masalah justru karena Menag Fachrul Razi tidak menaati hasil rapat kerja sebelumnya untuk membahas secara khusus pembatalan haji. Seperti diketahui, pada 2 Juni lalu, Menag Fachrul langsung mengumumkan keputusan pembatalan haji tanpa konsultasi dengan DPR.

"Karena belum ada di undang-undang. Itulah pentingnya kita ada konsensus. Karena apa yang diputuskan pemerintah dan DPR setingkat dengan UU," ujar Ace.

Ace mengatakan, dalam UU MD3 tertuang bahwa keputusan rapat kerja dengan pemerintah sudah mengikat. Dia menegaskan, Kemenag salah alamat konsultasi dengan Kemenkumham karena tidak tahu proses yang terjadi di DPR.

"Kalau misalnya Pak Menkumham dikasih tahu ada rapat, ada notulensi, pasti akan merujuk pada MD3 bahwa keputusan rapat sifatnya mengikat," kata politikus Golkar itu.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Hak Angket

Kemudian Ace mengingatkan, dalam pasal 7 UU MD3 menyatakan pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melakukan kewajiban dapat dihak angket.

"Komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan," ucapnya membacakan isi UU MD3.

Ketua Komisi VIII Yandri Susanto menengahi perdebatan ini. Yandri mengatakan, sudah benar Menteri Agama Fachrul Razi meminta maaf. Justru, dianggap kelewatan ketika berkilah dengan alasan konsultasi lebih dulu dengan Kemenkum HAM sebelum memutuskan pembatalan. Yandri meminta lebih baik Kemenag mengakui kesalahan karena tidak mengikuti keputusan rapat kerja.

"Saya tengahi kalau gak rame lagi. Kalau bisa saling memahami ini ada kesalahan," ucapnya.

Menteri Agama Fachrul Razi pun mengakui memang ada kesalahan. Dia mengatakan tak ingin ngotot mengenai asal mula keputusan tersebut. Hanya menjelaskan muasalnya kepada anggota dewan.

"Karena saya menjelaskan asalnya darimana itu. Tapi bukan maksudnya kita yang betul bapak salah bukan. Kita setuju sekali dengan MD3 itu," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya