Cegah Kebakaran Hutan, Pemerintah Siapkan Modifikasi Cuaca Jelang Kemarau

Siti mengatakan modifikasi cuaca sejauh ini sudah berhasil dilakukan di Riau sejak Mei lalu dan akan diperbanyak mulai Juli mendatang.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 23 Jun 2020, 18:03 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2020, 18:03 WIB
Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca
Petugas dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dibantu personel TNI Angkatan Udara memasukkan konsol atau tabung penampung garam sebelum operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/1/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan melakukan modifikasi cuaca sebagai langkah mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Rekayasa hari hujan melalui teknologi modifikasi cuaca ini dilakukan menyusul masuknya musim kemarau di sejumlah daerah.

Pasalnya, risiko kebakaran hutan dan lahan akan semakin tinggi saat musim kemarau. Modifikasi cuaca ini akan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan TNI AU.

"Itu (modifikasi cuaca) bisa berpengaruh dan itu akhirnya membasahi gambut, kemudian memberi air ke embung-embung yang dibangun," ujar Menteri LHK Siti Nurbaya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (23/6/2020).

Siti mengatakan modifikasi cuaca sejauh ini sudah berhasil dilakukan di Riau sejak Mei lalu dan akan diperbanyak mulai Juli mendatang. Menurut dia, pemerintah juga akan melakukan hal serupa di sejumlah daerah selama musim kemarau untuk mencegah terjadi karhutla.

"Kita lakukan lagi di Kalimantan. Kalimantan kalau menurut BMKG, akan kencang hotspot-nya, panasnya, masuk kemarau kira-kira Juli. Nanti di bulan Agustus masuk September kita harus lihat lagi yang Sumatera," katanya.

Dia menjelaskan ledakan karhutla biasanya terjadi pada pekan kedua Agustus hingga pekan pertama September. Wilayah yang paling menjadi titik rawan panas atau hotspot yakni, Riau, Aceh, dan Sumatera Utara.

Siti menyebut kemarau di wilayah tersebut memiliki dua fase krisis. Fase pertama yakni, di Maret-April sementara fase kedua masuk Juni-Juli.

"Puncaknya bulan September atau Agustus akhir," ucap dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Induksi Awan

Siti menuturkan modifikasi cuaca dilakukan dengan menginduksi awan sehingga menimbulkan banyak air dan akhirnya turun hujan. Sehingga, air hujan tersebut membahasi lahan gambut yang biasanya menyebabkan asap pekat saat terjadi karhutla.

"Mudah-mudahan bisa menjadi solusi yang ada formatnya daripada madamin terus. Jadi dengan sistematis disiapkan," tutur Siti Nurbaya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan perlunya antisipasi kebakaran hutan sejak dini meski saat ini pemerintah fokus menangani pandemi virus corona (Covid-19).

Dia memerintahkan agar segera dipadamkan apabila ditemukan titik api yang kecil.

"Karena api kalau masih kecil bisa kita selesaikan akan lebih efektif, lebih efisien daripada sudah membesar baru kita pontang-panting," ucap Jokowi saat memimpin rapat terbatas di Istana Merdeka, Selasa (23/6/2020).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya