Kerap Bocor, Anggota Komisi I Nilai RUU PDP Mendesak Dibahas

Taufiq mengatakan, RUU PDP ini nantinya bisa menjadi pelindung terhadap banyak hal. Mulai dari perlindungan aset, kekayaan, bahkan nyawa masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jun 2020, 19:56 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2020, 16:52 WIB
KomisiI
Anggota Komisi I DPR Taufiq R Abdullah. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus bocornya data pribadi kerap kali terjadi di Indonesia. Jika sebelumnya ada dugaan kebocoran data jutaan pengguna salah satu platform e-commerce, belakangan muncul dugaan kebocoran data pasien Covid-19 yang diambil peretas dan dijual di forum online.

Menanggapi ini, Anggota Komisi I DPR Taufiq R Abdullah mengatakan, kerahasiaan data pribadi merupakan sesuatu yang mutlak, terutama data yang memungkinkan untuk diperjualbelikan. Seperti data soal tanggal lahir dan nama ibu kandung yang biasanya dijadikan sebagai kunci untuk membuka data di perbankan.

"Memang selama ini sudah terlanjur bahwa data masyarakat di-share ke pihak lain, beberapa lembaga bisnis. Karena itu, menjadi tugas negara untuk mengidentifikasi lembaga-lembaga yang selama ini memiliki data-data pribadi warga negara itu, agar tidak diperjualbelikan atau digunakan tidak semestinya. Dalam hal ini diperlukan kerja sama antar beberapa lembaga negara misalnya Bank Indonesia, Kominfo, BIN, BSSN, dan Polri," katanya kepada wartawan, Rabu (24/6/2020).

Dikatakan Taufiq, lembaga-lembaga yang menyimpan data pribadi masyarakat harus melaporkan kepada negara sehingga nanti manajemen data ini benar-benar bisa diatur sebaik mungkin. “Dengan begitu nanti akan ketahuan bahwa ketika ada orang atau lembaga yang mengkomersilkan data itu akan dengan gampang kita tangani,” paparnya.

Politikus PKB ini mengatakan, dengan melihat berbagai kasus kebocoran data pribadi belakangan ini maka keberadaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dinilai mendesak. ”Perintah atas perlindungan data ini belum ada payung hukumnya. Belum jelas mandatnya diberikan kepada siapa, dengan pola seperti apa, tata aturannya seperti apa. Ini yang memang harus diatur melalui undang-undang,” tuturnya.

Taufiq mengatakan, RUU ini nantinya bisa menjadi pelindung terhadap banyak hal. Mulai dari perlindungan aset, kekayaan, bahkan nyawa masyarakat. “Dampaknya jauh banget karena semua transaksi melalui data, dan yang bisa membuka proses transaksi itu kan data,” paparnya.

Karena itu, Taufiq berharap DPR periode 2019-2024 bisa menyelesaikan pembahasan RUU PDP sehingga ke depan masyarakat bisa terlindungi karena ada jaminan dan kepastian hukum serta keamanan.

”Dengan demikian maka semua orang yang berbisnis lalu membutuhkan data itu, menjadi jelas alamat mintanya kepada siapa. Empat lembaga ini, Kominfo, BIN, BSSN, dan Kepolisian, bisa melakukan kolaborasi untuk mengkaji ulang, mengidentifikasi lembaga atau badan yang selama ini sudah melakukan registrasi data-data pribadi,” katanya.

Karena itu, Komisi I telah mengagendakan untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan berbagai stakeholders, termasuk dengan melibatkan para pakar untuk memberikan masukan dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

“RUU ini inisiatif pemerintah dan kita akan menggelar RDP dan RDPU dengan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil, OJK, BI, pakar termasuk Dewan Pers, NGO, YLKI, dan lainnya untuk membahas ini,” katanya.

Menurut Taufiq, Fraksi PKB akan bekerja keras untuk meyusun DIM sebaik mungkin sehingga UU ini nantinya berusia panjang. “Penyusunan UU itu kita harus berfikir lifetime-nya. Kalau ingin UU itu panjang maka kita harus multiprespektif, harus komprehensif. Berbagai sisi kita perhitungkan,” tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tugas Pemerintah Mengawasi

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan, di era digital seperti sekarang, perlindungan data pribadi menjadi isu yang perlu dipikirkan. Karena itu, dia berharap RUU PDP bisa diselesaikan.

”Data menyangkut semua kehidupan bangsa, masyarakat, dan negara. Implikasi yang muncul saat ini mempertegas bahwa kita harus menyelesaikan payung hukum data,” ujar Plate dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Senin (22/6/2020).

RUU tersebut, kata Plate, menggunakan konvensi General Data Protection and Regulation (GDPR) Uni Eropa sebagai acuan. Di dalamnya, terdapat 72 pasal yang berisi perlindungan data tidak hanya sebatas perlindungan terhadap individu, tapi juga kedaulatan data negara.

”Tugasnya pemerintah untuk mengawasi dan menjaga data masyarakat. Jika masyarakat tidak percaya kepada pemerintah, bagaimana masyarakat berani menyerahkan datanya ke pihak berbasis profit,” ujar Plate.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya