Top 3 News: Rekomendasi Pemprov DKI untuk Kantong Belanja Ramah Lingkungan

Top 3 News, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih mengatakan, kantong plastik ramah lingkungan biasanya memiliki ketebalan yang cukup sehingga tidak mudah sobek.

oleh Maria FloraYusron FahmiDelvira HutabaratTommy K. Rony diperbarui 02 Jul 2020, 07:23 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2020, 07:06 WIB
Nasib Pedagang Plastik
Abdullah menunjukkan plastik sekali pakai dan kantong ramah lingkungan yang dijual di Pasar Tebet Barat, Jakarta, Selasa (30/6/2020). Jelang pemberlakuan larangan plastik sekali pakai, Abdullah mengaku penjualan kantong kresek di tokonya menurun hingga 30 persen. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Top 3 News hari ini, larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai resmi dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019.

Larangan yang berlaku pada Rabu, 1 Juli kemarin mewajibkan warga Ibu Kota untuk mengganti kantong plastik sekali pakai dengan Kantong Belanja Ramah Lingkungan (KBRL). Kantong tersebut bisa terbuat dari daun kering, kertas, kain, polyester maupun dari bahan daur ulang.

Lantas, apa konsekuensinya jika berani melanggar? Dari berupa teguran tertulis, uang denda hingga Rp 25 juta, bahkan sampai pencabutan izin usaha. 

Sejatinya larangan ini dikeluarkan agar mengurangi jumlah sampah plastik yang ada di Ibu Kota pada khususnya dan mengedukasi masyarakat untuk bisa lebih menjaga lingkungan sekitar. 

Berita terpopuler lainnya yang tak kalah disorot terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Negara (HIP).

Meski belum dibahas, RUU HIP kini telah banyak menuai kontroversi. Menurut survei terbaru yang dirilis Media Survei Nasional (Median) mengungkapkan, sebanyak 35,9 persen publik percaya bahwa RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) akan membuka peluang tampilnya kembali aliran atau paham komunisme di Indonesia.

Terkait hal ini, Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis pun angkat bicara. Menurutnya, Pancasila merupaka sesuatu yang final dan tidak mungkin diubah.

Jika merombak Pancasila, lanjutnya, itu artinya membubarkan bangsa Indonesia. 

Sementara itu, kasus pandemi Corona yang terjadi di Tanah Air hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Kasus positif Covid-19, terus mengalami peningkatan.

Indonesia bahkan dikatakan kini menempati urutan teratas negara di ASEAN dengan kasus Covid-19 terbanyak. Lantas, strategi apa saja yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan laju pandemi ini?

Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com, sepanjang Rabu, 1 Juli 2020:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

1. Ini Kantong Belanja Pengganti Plastik Sekali Pakai Rekomendasi Pemprov DKI

Hari Pertama Penerapan Larangan Kantong Plastik di Pusat Perbelanjaan Jakarta
Salah satu gerai menyediakan kantong belanja ramah lingkungan untuk pengunjung Mall Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (1/7/2020). Hari pertama larangan penggunaan kantong plastik di Jakarta, pusat perbelanjaan ini menerapkan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih merekomendasikan beberapa jenis kantong belanja yang bisa digunakan sebagai pengganti kantong plastik sekali pakai yang kini resmi dilarang.

Jenis yang dimaksud Andono adalah yang bisa digunakan berulang (reusable) atau kantong belanja ramah lingkungan (KBRL).

Kantong ramah lingkungan biasanya memiliki ketebalan yang cukup sehingga tidak mudah sobek dan dapat digunakan berulang.

"Memiliki ketebalan yang memadai, dapat didaur ulang serta dirancang untuk dapat digunakan berulang kali. Misalnya tas kain, tas pandan, tas purun," ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, kantong ramah lingkungan tidak mahal sehingga warga tidak akan kesulitan mendapatkannya.

 

Selengkapnya...

2. BNPT: Merombak Pancasila Berarti Membubarkan Bangsa Indonesia

FOTO: Kemacetan Akibat Aksi Unjuk Rasa
Massa aksi menentang RUU HIP memenuhi sebagian Jalan Gatot Subroto dekat Gedung MPR/DPR/DPD RI, Rabu (24/6/2020). Sebagian arus lalu lintas yang mengarah Gedung MPR/DPR/DPD RI dialihkan akibat adanya aksi unjuk rasa menentang RUU HIP. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis menyatakan, Pancasila sudah final, tak mungkin diubah lagi.

"Merombak Pancasila berarti mengubah Pembukaan UUD 1945. Jika itu terjadi berarti membubarkan bangsa Indonesia," ujar Hendri dalam dialog daring seperti dikutip dari Antara, Selasa (30/6/2020).

Dia menyatakan, Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD 1945 adalah "Perjanjian Luhur" bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara sesuai di UUD 1945 merupakan hasil kesepakatan bersama para pendiri bangsa.

Ia menegaskan tidak berbicara dari perspektif politik, namun murni tentang sejarah lahir dan keberadaan bangsa Indonesia.

 

Selengkapnya...

3. HEADLINE: Tertinggi di Asia Tenggara, Apa Strategi Indonesia Tekan Kasus Covid-19?

FOTO: Antisipasi Penyebaran COVID-19, RSUI Gelar Swab Test Massal
Petugas medis mengenakan alat pelindung diri (APD) saat swab test massal di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Depok, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Swab test massal untuk mengantisipasi penyebaran virus corona COVID-19 ini dapat memeriksa 180 orang per hari. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pandemi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Hingga saat ini penyebaran kasus masih terus berlangsung di sejumlah daerah.

Angkanya cukup variatif dan fluktuatif. Tercatat per hari 30 Juni 2020, kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai angka 56.385. Sementara, yang sembuh 24.806 orang dan meninggal adalah 2.876 orang.

Capaian kasus ini, menjadikan Indonesia ada di urutan teratas negara di ASEAN dengan kasus Covid-19 terbanyak. Meninggalkan Singapura (46.661) dan Filipina (36.438 kasus) yang berada di peringkat dua dan tiga ASEAN. 

Lantas, apa upaya pemerintah menghentikan laju pandemi ini?

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyatakan, pihaknya fokus mengerjakan apa sedang dihadapi saat ini. Menurutnya, pemerintah telah optimal melakukan penanganan pandemi COvid-19.

"Kenapa harus diukur pakai ASEAN? kenapa harus dibandingkan dengan negara ASEAN? Tidak ada gunanya itu," jelasnya kepada Liputan6.com, Selasa (30/6/2020).

 

Selengkapnya...

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya