Liputan6.com, Jakarta - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta angkatan 2020/2021 sudah dimulai sejak Kamis, 11 Juni 2020. Berbagai jalur pendaftaran PPDB DKI Jakarta pun disiapkan.
Menilik dari laman resmi ppdb.jakarta.go.id, ada empat jenjang sekolah yang dibuka, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
PPDB DKI Jakarta sendiri memiliki 4 jalur, yaitu afirmasi untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, zonasi, prestasi, dan perpindahan orangtua atau anak guru.
Advertisement
Dinas Pendidikan juga telah menambah kuota baru untuk jenjang SMP, SMA jalur afirmasi. Penambahan kuota semula 20 persen menjadi 25 persen.
Khusus untuk jenjang SMK, penambahan kuota lebih besar dari semula 20 persen menjadi 35 persen. Sementara penambahan kuota untuk jalur afirmasi, terdapat penambahan di jalur zonasi sebesar 40 persen.
"Disediakan 40 persen kuota di Jalur zonasi yang dapat diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat yang berada di zonasi tersebut. Untuk kuota Jalur Prestasi jenjang SMP dan SMA sebanyak 30 persen, sedangkan jenjang SMK 60 persen. Sementara porsi sisanya untuk jalur perpindahan orangtua atau guru," ujar Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana.
Nahdiana menambahkan, kriteria pertama seleksi dalam jalur zonasi adalah tempat tinggal atau domisili calon peserta didik harus berada dalam zona yang telah ditetapkan pada SK Kepala Dinas Pendidikan No. 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.
Apabila jumlah pendaftar PPDB Jalur Zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar. Dengan demikian urutan seleksi di DKI adalah sebagai berikut: 1. Zonasi; 2. Usia calon peserta didik baru; 3. Urutan pilihan sekolah; dan 4). Waktu mendaftar.
Kisruh dimulai saat jalur pendaftaran zonasi, ada kriteria usia dalam sistem PPDB DKI Jakarta. Banyak calon siswa yang tersingkir lantaran kurangnya umur. Padahal, kriteria lainnya terpenuhi.
Nahdiana beralasan, kriteria usia dalam PPDB bertujuan agar semua anak dari berbagai kalangan mendapatkan kesempatan bersekolah yang sama.
"Fakta di lapangan, masyarakat miskin tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing nilai akademik dengan masyarakat yang mampu. Karena itu kebijakan usia sebagai kriteria seleksi diterapkan, setelah siswa tersebut harus berdomisili zonasi yang ditetapkan," kata Nahdiana.
Berikut drama PPDB DKI jalur zonasi dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Alasan Agar Masyarakat Miskin Tak Langsung Tersingkir
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menyebut, kriteria usia dalam PPDB bertujuan agar semua anak dari berbagai kalangan mendapatkan kesempatan bersekolah yang sama.
"Fakta di lapangan, masyarakat miskin tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing nilai akademik dengan masyarakat yang mampu. Karena itu kebijakan usia sebagai kriteria seleksi diterapkan, setelah siswa tersebut harus berdomisili zonasi yang ditetapkan," ucap Nahdiana.
Nahdiana menyebut, pendidikan di Jakarta harus merata atau tak terbatas hanya bagi yang berprestasi. Oleh karena itu, PPDB DKI tahun ini tidak hanya menggunakan satu kriteria seperti prestasi akademik.
"Prestasi akademik sering sekali mencerminkan kondisi sosial ekonomi, misalnya ketersediaan fasilitas belajar di rumah, kegiatan les tambahan, buku-buku tambahan. Padahal, pendidikan harus terjangkau oleh semua, tidak terbatas bagi mereka yang berprestasi tinggi saja," terang dia.
Nahdiana menyebut, sistem sekolah dirancang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Karena itu, disarankan agar anak-anak tidak terlalu muda ketika masuk suatu jenjang sekolah.
Meski demikian, lanjutnya, Pemprov DKI Jakarta juga tidak mengabaikan prestasi siswa, yakni dengan menyediakan Jalur Prestasi untuk menyeleksi siswa berdasarkan prestasi akademik maupun non-akademik.
"Prinsipnya, Pemprov DKI Jakarta berupaya menjamin keseimbangan antara variabel prestasi dengan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk menikmati pendidikan yang berkualitas di sekolah negeri. Dengan begitu, masyarakat dari keluarga miskin tidak langsung tersingkir di Jalur Zonasi," pungkas Nahdiana.
Advertisement
Penjelasan Kemendikbud
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muhammad mengatakan, PPDB berdasarkan usia sebenarnya sudah sesuai dengan aturan Kemdikbud.
Menurut Hamid, masalah usia yang menjadi salah satu pertimbangan seleksi PPDB di DKI Jakarta sebenarnya sudah lama.
"Namun, baru diterapkan di DKI Jakarta mulai tahun ini," ujar Hamid kepada Antara di Jakarta, Selasa 23 Juni 2020.
Hamid menambahkan, usia anak merupakan salah satu persyaratan dalam PPDB. Baik pada Permendikbud Nomor 17/2017 maupun Permendikbud Nomor 44/2019.
Disebutkan, persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 berusia 7 hingga 12 tahun, atau paling rendah 6 tahun pada 1 Juli tahun berjalan.
Untuk SMP berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, dan untuk jenjang SMA/SMK berusia paling tinggi 21 tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan.
Lebih jauh Hamid menjelaskan, pihaknya menggunakan usia dalam Permendikbud. Itu tertera dalam aturan Permendikbud tersebut.
"Meskipun banyak yang tidak setuju. Apa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta sudah sesuai dengan aturan PPDB," ucap Hamid.
Adapun untuk jalur pendaftaran PPDB baru dilaksanakan melalui jalur zonasi, afirmasi, perpindahan orangtua, dan prestasi. Jalur prestasi pun, tidak hanya prestasi akademik, tapi juga prestasi non-akademik.
DPRD DKI Panggil Dinas Pendidikan
Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta memanggil Dinas Pendidikan terkait pelaksanaan PPDB 2020.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anzani mengatakan, pemanggilan untuk membahas sistem zonasi PPDB yang salah satu syaratnya memprioritaskan usia atau calon siswa berusia tua.
"Mengundang orangtua bersama Dinas Pendidikan, bersama Pak Ketua dewan kami akan carikan solusinya," kata Zita saat dikonfirmasi, Rabu, 24 Juni 2020.
Zita berpendapat, jalur zonasi dengan kriteria atau prioritas usia lebih tua kurang adil bagi siswa lain yang usia lebih muda namun memiliki nilai bagus.
"Jangan sampai sudah belajar dan ditolak karena usia," ucap dia.
Sementara itu, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi berjanji akan segera mengevaluasi kebijakan model PPDB tersebut.
"InsyaAllah saya akan hadir dalam hal tersebut. Karena saya juga merasakan apa yang ibu-ibu dan bapak-bapak rasakan. Bagaimana pun saya juga orang yang juga masih punya anak usia sekolah," ujar Edi.
Advertisement
Gelar Pertemuan Orangtua dan Dinas Pendidikan
Aturan batas usai pada PPDB 2020/2021 di DKI Jakarta menuai protes dari para orangtua murid. Sejumlah orangtua menggelar demonstrasi di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta.
Merespons protes tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI mempertemukan Dinas Pendidikan dengan perwakilan orangtua murid. Salah satu perwakilan orang tua murid, Eva menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta tidak menggunakan seleksi jarak melainkan langsung seleksi usia.
Para orangtua calon murid berpandangan, DKI harus mengikuti Pasal 25 ayat 1 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yang menyebutkan seleksi diutamakan menggunakan jarak terdekat sekolah, baru kemudian umur.
"Ada satu step yang hilang. Seleksi belum diterapkan berdasarkan jarak," kata Eva di DPRD DKI Jakarta, Rabu, 24 Juni 2020.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Nahdiana lantas menjawab bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak menggunakan pendekatan jarak, namun menggunakan wilayah.
"(Mengenai) jarak, saya sampaikan. Jakarta dari tahun lalu pengukuran zonasi dari 2017, ini sudah gunakan sistem wilayah. Dimaksud zonasi, itu yang ada di kelurahan dan kelurahan berimpitan, tidak ada jalur yang kami lewati," kata Nahdiana.
Nahdiana mengatakan sistem jarak tidak bisa diterapkan di Jakarta karena ada masalah demografi. Oleh karena itu pihaknya menentukan zonasi dengan wilayah.
"Ketika menghitung dengan meter (jarak), terjadi perbedaan demografi Jakarta dengan daerah lain. Maka hunian vertikal jadi hitungan kami. Kepadatan permukiman di daerah tertentu ini jadi permasalahan," ucap dia.
Nahdiana juga merinci tentang kebijakan usia sebagai salah satu jalur penerimaan peserta didik baru. Menurutnya, penerapan usia tinggi dan rendah tidak serta merta disamakan di setiap daerah.
Misalnya saja, kata Nahdiana, seorang calon peserta didik baru berusia akan tergolong usai rendah atau muda jika tren atau animo pendaftar di wilayah tersebut rerata berusia lebih tua. Pun sebaliknya, calon peserta didik baru akan tergolong usia tinggi atau tua jika tren pendaftar di wilayah tersebut berusia yang lebih rendah.
"Bicara usia muda, dan usia tua, siapa sebetulnya pembandingnya. Ketika masuk sekolah itu, karena animo di tiap sekolah itu kan enggak sama. Saya, misal umur 17 akan menjadi muda ketika yang mendaftar 18 tahun animo yang ada di situ," kata Nahdiana.
Nahdiana menampik jika kebijakan tersebut hanya pro terhadap warga tidak mampu dan tidak mendukung para calon peserta didik baru yang memiliki nilai akademis baik.
Justru, imbuhnya, Dinas Pendidikan berulang kali mengingatkan masyarakat tentang jalur prestasi. Sehingga, apabila gagal masuk sekolah negeri melalui jalur usia, calon peserta didik masih memiliki kesempatan jalur prestasi.
Sebut PPDB DKI Tak Langgar Aturan
Nahdiana bersikukuh, tidak ada aturan yang dilanggar atas kebijakan usia pada PPDB DKI terhadap Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).
"Ketika zonasi jadi alat seleksi pertama, maka seleksi kedua adalah usia, jadi tidak ada yang terlewatkan. Kami minta izinkan kami jalan dulu, ibu-bapak pantau saja besok. Kami juga tidak sembarangan berbicara tanpa pemikiran sebelumnya, ini kan belum mencoba," kata Nahdiana saat rapat bersama Komisi E DPRD DKI.
Dia menjelaskan, kebijakan seleksi PPDB melalui kriteria usia bukan semata-mata mendiskreditkan nilai cemerlang akademik para calon peserta didik. Menurut dia, kebijakan tersebut justru mengurai sekaligus solusi jalur zonasi.
Di hadapan para anggota Komisi E DPRD yang membidangi Kesra, Nahdiana menuturkan, jalur zonasi memiliki kendala dalam akurasi titik koordinat.
Banyak data calon peserta didik baru tidak sesuai dengan zonasi yang termuat dalam sistem. Sekali pun, jika diukur melalui Google Maps, tempat tinggal calon peserta didik baru telah masuk dalam kriteria jalur zonasi.
Nahdiana mengamini dalam proses PPDB terdapat calon peserta didik baru tak lolos seleksi. Hal itu dianggap wajar jika dibandingkan antara daya tampung dengan jumlah pendaftar.
Kendati begitu, Nahdiana menyebut masyarakat Jakarta tidak hanya terfokus pada jalur zonasi saja. Apabila memiliki nilai akademis yang kompetitif, ia mengajak para orangtua mengikutsertakan anaknya di jalur prestasi. Terlebih lagi di jalur prestasi tidak ada kebijakan usia.
"Apakah kurang cukup ketika saya bicara usia, begitu jalur prestasi kita tidak pilih dari jalur usia itu sudah kita perlihatkan," pungkasnya.
Dalam paparan di rapat komisi, Nahdia menunjukan data daya tampung sekolah negeri DKI Jakarta untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 106.432 orang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 70.702 orang, Sekolah Menengah Akhir (SMA) 28.428 orang, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 19.182 orang.
Terdapat catatan dari data yang disampaikan, yakni daya tampung di sekolah negeri terbatas, maka perlu diadakan seleksi saat PPDB.
Advertisement
Kekecewaan Orangtua
Dedi merasa kecewa anaknya tak lolos masuk salah satu SMA favorit di Jakarta saat PPDB. Dia heran mengapa pertimbangan sekolah di Ibu Kota disandarkan pada umur bukan zonasi atau letak jarak sekolah dengan tempat tinggal calon siswa.
"Heran saja saya kok katanya jalur zonasi dan umur, kenyataannya justru umur yang diutamakan. Ini sama artinya anak-anak yang beberapa kali nggak naik kelas lebih diutamakan diterima ketimbang anak yang sekolahnya lancar dan mungkin dia punya prestasi akademiknya baik, justru dikalahkan oleh umur," keluh Dedi kepada Liputan6.com, Jumat, 26 Juni 2020.
Dedi melihat hal itu dapat membunuh semangat belajar siswa yang orangtuanya telah pontang-panting membiayai anaknya mengikuti bimbingan belajar. Jika kriterianya disandarkan pada umur maka semua perjuangan anak dan orangtua tidak ada artinya.
"Permendikbud-nya (Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019) sudah jelas tertuang bahwa jalur zonasi jarak menjadi prioritas utama. Jika jarak sama, baru diadu dari sisi umur," papar Dedi.
Dedi menilai, kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah jelas melakukan kesalahan, serta mengambil keputusan sendiri dengan mengeluarkan aturan yang bertentangan dengan Permendikbud.
Tak hanya dialami anak Dedi, menurutnya anak-anak lain juga mengalami hal serupa. Mereka merasa terpuruk karena tak diterima di sekolah impian mereka hanya gara-gara umur mereka lebih muda dibanding saingannya.
"Orangtua pun menjerit karena mereka sudah berupaya agar anaknya dapat nilai bagus ternyata dikalahkan oleh aturan yang tidak bertanggung jawab seperti ini," tegas Dedi.
Jika seperti itu, menurut Dedi anak-anak yang berprestasi di sekolahnya justru dikalahkan oleh anak-anak yang mungkin semasa sekolahnya sering tidak naik kelas.
Dia menilai, jika alasan memprioritaskan anak dari segi umur tersebut dengan tujuan guna mengakomodir anak dari keluarga kurang mampu, maka hal itu bisa dialihkan ke jalur afirmasi Kartu Jakarta Pintar atau KJP.
"Kalau mau mengakomodir seperti yang disampaikan Kepala Disdik DKI buat dong sekolah khusus buat anak-anak yang tidak mampu. Kan sudah ada juga kejar Paket C jangan korbankan ribuan anak-anak yang capek-capek sekolah formal lalu saat injury time mereka harus kalah hanya karena usia," sambung Dedi.
Sementara itu, orangtua siswa lainnya, Jasmarni juga mengaku kecewa karena anaknya tidak bisa masuk ke SMP di kawasan terdekat dari rumahnya karena aturan PPDB. Permasalahan umur mengakibatkan, sang anak tidak bisa diterima sekolah negeri.
"Saya kecewa jarak rumah ke sekolah hanya 300 meter mental gara-gara umur," ucap Jasmarni.
Dia merasa, dengan adanya kebijakan umur tersebut, prestasi dan waktu belajar anaknya selama menempuh pendidikan SD seperti tidak dihiraukan. Kalah saing hanya karena masalah umur.
"Akhirnya sekolah di swasta. Biayanya lebih lagi," keluh perempuan yang tingggal di Jakarta Selatan ini.
LBH Minta Evaluasi
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan mencabut Keputusan Kadisdik Nomor 501 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis (juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020/2021.
Kepala Advokasi LBH Jakarta Nelson Simamora menyatakan, keputusan Disdik DKI itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan.
"Mengimbau kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk mencabut atau setidak-tidaknya merevisi Keputusan Kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020/2021 karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2019," kata Nelson dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 28 Juni 2020.
Dia juga meminta disdik menjadwal ulang PPDB DKI. "Selain itu menjadwal ulang proses proses penerimaan dengan aturan yang baru nantinya tersebut sebagai akibat dari aturan yang berlaku saat ini," kata Nelson.
Menurut dia, aturan PPDB zonasi menyebabkan kekacauan di masyarakat. Sebab, dia menjelaskan, prinsip dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 adalah mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah yang dituju. Bukan faktor usia yang diutamakan, seperti yang terjadi di DKI saat ini.
"Faktor usia peserta didik yang lebih tua baru menjadi faktor yang dipertimbangkan ketika terdapat kesamaan jarak tinggal calon peserta didik dengan sekolah," ujar Nelson soal PPDB DKI.
Advertisement
Diprotes Forum Relawan PPDB DKI 2020
Forum Relawan PPDB DKI 2020 mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk membatalkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta 2020.
Ketua Forum Relawan PPDB DKI 2020 Tita Soedirman mengatakan, desakan itu karena banyak orangtua murid yang mengaku keberatan dengan pemberlakuan kebijakan usia di semua jalur seleksi terutama pada jalur zonasi.
Menurutnya, kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis PPDB Tahun Pelajaran 2020/2021 bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Nomor 44 Tahun 2019.
"Meminta Mendikbud untuk membatalkan proses PPDB DKI Jakarta yang melanggar Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 dan menuntut dilaksanakannya PPDB ulang atau tahap dua dengan menggunakan parameter zonasi atau jarak, nilai rata-rata Sidanira (Sistem Informasi Pendataan Nilai RaportKelas 6 Jenjang SD/MI/Paket A dan Kelas 9 Jenjang SMP/MTs/Paket B) dan akreditasi sekolah dalam seleksi PPDB," ucap Tita yang menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.
Menurut dia, alasan Pemprov DKI Jakarta mengutamakan peserta didik yang lebih tua demi memberikan kesempatan kepada siswa yang kurang mampu secara ekonomi dinilai tidak tepat. Hal itu karena faktor usia tidak bisa dijadikan parameter untuk menilai seorang siswa kurang mampu secara ekonomi.
"Untuk itu kami mengadakan aksi demo di Kemendikbud dengan harapan agar pemerintah khususnya bapak menteri mengevaluasi dan meninjau ulang hasil pelaksanaan PPDB DKI tahun 2020 dikarenakan PPDB DKI 2020 dianggap telah bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 Pasal 2," ucapnya.
Adapun Pasal 2 Permendikbud 44/2019 berbunyi, Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB harus bersifat non-diskriminatif, objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan.
Tita menilai PPDB DKI Jakarta tahun 2020 telah bersifat diskriminatif dengan melakukan pelanggaran terhadap hak anak yang berusia lebih muda untuk mendapatkan pendidikan terutama dalam hal penerimaan peserta didik baru.
Mendikbud Angkat Bicara
Mendikbud Nadiem Makarim angkat bicara soal kisruh PPDB jalur zonasi di DKI Jakarta.
Adapun jalur zonasi dengan kriteria usia yang diatur dalam SK Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020, dianggap bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 tentang Ketentuan PPDB.
Menurut Nadiem, pihaknya akan melakukan kajian terhadap SK Dinas Pendidikan DKI tersebut. Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Mendagri dan dinas pendidikan DKI untuk pembahasan lebih lanjut.
"Berdasarkan hasil itu lalu kami akan ambil langkah-langkah untuk bekerja sama baik dengan kementerian terkait yaitu Mendagri, maupun juga dengan kepala dinas di Jakarta untuk diskusi mengenai isu ini," kata Nadiem di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 2 Juli 2020.
Nadiem berjanji akan mencari solusi terbaik untuk kasus zonasi Jakarta itu. Meski demikian ia menyebut pihaknya tak memiliki kewenangan mencabut SK yang diterapkan di Ibu Kota.
"Kami akan mengkaji. Kalau dari sisi legal dan lain-lain, mengenai pencabutan itu ranah Mendagri. Tapi kami akan berdiskusi dengan pihak kementerian tersebut, baik juga kepala dinas untuk menemukan titik solusi," ungkap Nadiem.
Selain itu, Nadiem mengaku memaklumi kekecewaan orangtua terhadap sistem PPDB DKI.
"Saya mengerti sekali dan berempati dan bersimpati kepada semua orang tua murid yang mungkin lagi kesulitan dan kebingungan," ia menandaskan.
Advertisement
Buka Pendaftaran Zonasi Bina RW
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menyatakan pembukaan seleksi PPDB melalui jalur zonasi bina RW sekolah tidak akan mempengaruhi jumlah kuota berdasarkan jalur prestasi.
"Ini tidak mengganggu porsi di jalur prestasi yang sudah ada. Ini supaya jangan sampai salah paham," kata Nahdiana dalam diskusi daring, Selasa, 30 Juni 2020.
Dia menjelaskan dalam jalur zonasi tingkat RW ini, kuota setiap sekolah akan bertambah dari 36 menjadi 40 siswa. Nahdiana mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rencananya pelaksanaan jalur ini akan dilakukan setelah selesai nya jalur prestasi akademis yang berlangsung pada 1-3 Juli 2020.
"Jalur zonasi bina RW sekolah akan kami buka di 4 Juli dan lapor diri pada 6 Juli," ucap Nahdiana.
PPDB bina RW ini berdasarkan surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 670 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Dinas Nomor 501 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk PPDB Tahun Pelajaran 2020/2021 yang ditandatangani pada 30 Juni 2020.
"Diperuntukkan bagi calon peserta didik baru yang berdomisili di RW yang sama dengan RW sekolah pilihan," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana berdasarkan surat keputusan yang dikutip Liputan6.com, Jumat (3/7/2020).
Sedangkan untuk kuota atau disediakan yakni untuk empat peserta didik per rombongan belajar, atau setiap kelas.
Untuk pelaksanaan jalur seleksi tingkat RW ini, tetap dilakukan secara daring mulai pukul 00.01 WIB dan lapor diri pada 6 Juli 2020.
Selain itu, untuk calon peserta didik baru (CPDB) SMP dan SMA hanya dapat memilih satu peminatan sekolah.