Polisi Masih Uji Balistik Peluru Salah Sasaran Satgas Tinombala

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyampaikan, 12 anggota tersebut sudah ditarik dari daerah operasi ke Jakarta dan sedang menjalani proses pemeriksaan oleh Biro Provost Divpropam Polri.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 06 Jul 2020, 21:36 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2020, 18:22 WIB
personel TNI yang tergabung dalam Satgas Tinombala
Personel TNI yang tergabung dalam Satgas Tinombala tengah berpatroli di pegunungan Poso guna mengejar Kelompok MIT. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 12 anggota Satgas Tinombala diperiksa terkait dugaan salah sasaran tembak yang mengakibatkan dua petani di Poso Pesisir Utara, Syarifudin (25 th) dan Firman (17 th) kehilangan nyawa di sekitar kebunnya di Desa Kilo, Poso, awal Juni lalu.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyampaikan, 12 anggota tersebut sudah ditarik dari daerah operasi ke Jakarta dan sedang menjalani proses pemeriksaan oleh Biro Provost Divpropam Polri.

"Terkait dengan proyektil peluru, saat ini sedang diperiksa oleh Puslabfor Bareskrim Polri. Apabila seluruh rangkaian pemeriksaan sudah selesai, hasilnya nanti akan diserahkan kepada Ankum yakni Dankor Brimob Polri," tutur Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/7/2020).

Menurut Awi, Karo Provost Divpropam Polri telah mendatangi rumah keluarga korban yang selama ini juga menjadi pangkal gerak anggota Satgas Tinombala sebelum menuju ke KM 09.

"Pihak keluarga membuat pernyataan serta berharap bahwa apabila saat proses pemeriksaan petugas terbukti melakukan pelanggaran dalam bertugas, agar diberikan hukuman saja dan tidak dipecat atau dikeluarkan sebagai anggota Polri," jelas dia.

Awi turut membeberkan kronologis penembakan saat operasi Satgas Tinombala di Poso. Saat itu, tim sedang melakukan operasi di KM 09 Desa Kawende, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso

"Kejadian sore hari Pada tanggal 2 Juni 2020 pukul 15.15 WITA dan sedang hujan sehingga tidak ada masyarakat yang turun atau pun pulang," kata Awi.

Berdasarkan analisa Tim intelijen dan tim IT, wilayah tersebut merupakan zona merah yang sering muncul gangguan semisal kontak senjata. Tidak disangka, ada kedua korban yang memasuki area KM 09 tidak melapor ke petugas Pos Sekat terlebih dahulu.

"Sehingga sebagaimana aturannya, tim yang bertugas patut mewaspadai dan segera melakukan ambush terhadap kedua orang tidak dikenal," ujarnya.

Awi mengatakan, petugas sudah bertindak sesuai dengan SOP dalam penugasan, yakni melakukan upaya awal memberikan peringatan lisan. Namun dua orang tidak dikenal tersebut tetap bergerak sehingga dilakukan tembakan peringatan.

"Namun orang tersebut masih berupaya melarikan diri, kemudian petugas melakukan penembakan mengakibatkan keduanya meninggal dunia. Mengetahui yang ditembak jatuh, maka anggota Brimob menghampiri dan mengecek orang tersebut, ternyata mereka ada yang tahu bahwa korban berasal dari KM 09 yaitu Desa Kawende, Poso Pesisir Utara. Selanjutnya terhadap korban dilakukan evakuasi ke desa," terangnya.

Dua hari pasca kejadian yaitu tanggal 4 Juni 2020, tidak jauh dari TKP penembakan Qidam Alfarizki terjadi kontak senjata antara Satgas Tinombala dengan Kelompok Ali Kalora. Hal itu menyebabkan Danton Brimob Ipda MA mengalami luka tembak di bahu bagian kanan.

Adukan Kasus

Dua bulan sejak itu, pihak keluarga korban terus menuntut pihak kepolisian mengungkap dan menindak tegas para pelaku. Apalagi, menurut pihak keluarga, polisi belum mampu menjelaskan keterkaitan anggota keluarganya yang kehilangan nyawa secara tragis itu dengan kelompok teroris yang jadi target Operasi Tinombala di Poso.

Dalam rentang dua bulan tersebut juga, pihak keluarga bersama Tim Pembela Muslim (TPM) yang jadi kuasa hukum telah mengadukan kasus dugaan penambakan oleh anggota Satgas Tinombala itu ke berbagai pihak. Polda Sulteng, Komnas HAM, DPRD Poso, dan DPRD Provinsi telah didatangi untuk meminta keadilan.

"Saya hanya minta keadilan dan pelaku dihukum sampai dipenjarakan sesuai hukum yang berlaku," ucap ayah korban penembakan, Irwan Mowance usai mengadu ke DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Jumat sore (26/6/2020).

Anggota TPM yang mendampingi keluarga, Andi Akbar menilai sejak awal polisi mengesankan sikap tidak profesional dengan menyebut korban termasuk bagian dari kelompok MIT.

"Tidak lama setelah penembakan Qidam, tiba-tiba Kabid Humas Polda Sulteng sudah menyebut korban sebagai anggota Ali Kalora (kelompok MIT). Kami tunggu penjelasan tentang itu tapi sampai sekarang tidak ada," kata Andi Akbar, anggota TPM Sulteng saat mendampingi ayak Qidam di DPRD Sulteng, Jumat (26/6/2020).

Upaya mengungkap dugaan salah sasaran yang mengorbankan warga tidak bersalah itu dilakukan polisi dengan melibatkan Mabes Polri dan Komnas HAM. Namun para pelaku belum juga terungkap.

Hingga 10 Juni lalu, pihak Polda Sulteng menyatakan sudah puluhan anggota polisi dalam kasus itu telah diperiksa, dengan status sebagai saksi.

"Untuk kasus penembakan Qidam ada 29 dari internal yang diperiksa dan 3 dari pihak keluarga. Semua sebagai saksi," Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Didik Supranoto kepada jurnalis, Rabu (10/6/2020).2020).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya