5 Fakta Mengejutkan soal Djoko Tjandra, Jadi Buron Korupsi hingga Punya E-KTP Baru

Terpidana kasus BLBI terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra, kembali membuat heboh. Berikut ini sejumlah fakta terkait Djoko Tjandra:

oleh Rita Ayuningtyas diperbarui 07 Jul 2020, 10:31 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2020, 10:31 WIB
20160426-blbi-jakarta-djoko s tjandra
Buron kasus BLBI terkait cassie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra, kembali membuat heboh. Setelah buron sejak 2009, Kejaksaan Agung mengungkap Djoko Tjandra kembali ke Indonesia.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku kecolongan informasi soal keberadaan Djoko Tjandra. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR RI.

"Saya belum mendapatkan informasi apakah hari ini datang di sidang atau tidak. Tapi yang saya herankan adalah, kami memang ada kelemahan, pada tanggal 8 Juni, Djoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya, jujur ini kelemahan intelijen kami," kata Burhanuddin, Senin 29 Juni 2020.

Beberapa hari kemudian, Djoko Tjandra yang juga dikenal dengan nama Tjan Kok Hui itu juga diketahui membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta. Dia datang sendiri ke kelurahan bersama pengacaranya.

Kejaksaan terheran-heran lantaran Djoko tak dicekal oleh pihak Imigrasi dan bisa kembali ke Indonesia.

Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan alasan pihaknya tak cekal Djoko Tjandra hingga bisa melenggang masuk ke Tanah Air dan mendaftarkan peninjauan kembali. 

Berikut ini sejumlah fakta terkait Djoko Tjandra yang kembali membuat heboh dunia hukum di Tanah Air yang dihimpun Liputan6.com:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

3 Kali Lolos di Pengadilan

Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Licin bagai belut, Djoko Tjandra 3 kali lolos dari jerat hukum di pengadilan.

Pada Februari 2000, jaksa dalam dakwaan primernya menyebut, Djoko melakukan tindak pidana korupsi terkait pencairan tagihan Bank Bali melalui pengalihan hak tagih piutang (cessie). Tindak pidana ini diduga merugikan negara Rp 940 miliar.

Namun, dalam putusan sela satu bulan kemudian, majelis hakim PN Jaksel memutuskan tidak menerima dakwaan itu. Alasannya, cessie merupakan tindak pidana perdata.

Djoko Tjandra pun bebas.

Jaksa kemudian mengajukan perlawanan ke PT DKI Jakarta. Pada 31 Maret 2000, majelis hakim membenarkan dakwaan jaksa dan sidang terhadap perkara Djoko Tjandra dilanjutkan.

Sidang perkara itu dibuka kembali pada Mei 2000. Namun, Djoko kembali bebas pada akhirnya. Majelis bersikukuh kasus Bank Bali merupakan kasus perdata.

Jaksa kemudian mengajukan kasasi yang kembali berujung pada penolakan.

15 Oktober 2008, jaksa mengajukan PK atas putusan kasasi MA. Jaksa menilai Djoko memperlihatkan kekeliruan nyata.

Pada tahap hukum ini, MA menjatuhkan hukuman kepada Djoko dengan pidana 2 tahun penjara. Dia juga didenda Rp 15 juta. Dia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana korupsi dalam perkara cessie Bank Bali. Putusan itu dijatuhkan pada pertengahan Juni 2009.

"MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA yang saat itu dijabat Nurhadi.

Namun, Djoko Tjandra mangkir dari Kejaksaan untuk dieksekusi. Dia pun dinyatakan sebagai buron dan diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini.

Jadi Orang Terpandang di Luar Negeri

Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Setelah Djoko lari ke Papua Nugini dia diketahui telah berganti kewarganegaraan dan menetap di sana. Kejaksaan Agung pun mengetahui hal tersebut.

Namun, Kejaksaan Agung sulit untuk menyeretnya pulang ke Tanah Air karena status kewarganegaraannya yang telah berganti setelah divonis bersalah pada 2012.

M Prasetyo yang saat itu menjabat sebagai Jaksa Agung mengatakan, Pemerintah Papua Nugini melindungi warganya, sehingga jaksa sulit membawanya pulang. Apalagi, lanjut dia, Djoko merupakan orang terpandang di sana.

"Itu kesulitan yang kita hadapi. Maksud saya, Djoko Tjandra sudah pasti mengubah kewarganegaraan. Dilindungi negara dia sekarang. Bahkan berita terakhir dia memberikan sumbangan luar biasa ke Papua Nugini," kata Prasetyo di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Senin 25 April 2016.

Menurut dia, meringkus koruptor yang kabur ke negeri orang, tak seperti meringkus penjahat di dalam negeri. Meskipun aparat Indonesia dan buronan berada dalam satu tempat yang sama, aparat tak dapat serta merta menangkapnya.

Tak Dicekal

Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui pihaknya kecolongan informasi soal keberadaan buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR RI.

"Saya belum mendapatkan informasi apakah hari ini datang di sidang atau tidak. Tapi yang saya herankan adalah, kami memang ada kelemahan, pada tanggal 8 Juni, Djoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya, jujur ini kelemahan intelijen kami," kata Burhanuddin, Senin (29/6/2020).

Dia menuturkan sudah bertanya kepada pihak pengadilan dan itu ternyata didaftarkan di pelayanan terpadu, sehingga indentitasnya tak terkontrol.

"Tetapi ini akan menjadi evaluasi kami," jelas Burhanuddin.

Namun, dia merasa heran, kenapa Djoko Tjandra bisa masuk ke Indonesia, terlebih lagi dia tidak kena pencekalan.

"Tetapi pemikiran kami adalah bahwa dia ini sudah terpidana. Pencekalan ini saja tersangka ada batas waktunya untuk kepastian hukum. Tapi kalau ini sudah terpidana, seharusnya pencekalan ini terus menerus dan berlaku sampai ketangkap. Ini akan menjadi persoalan kami nanti dengan Imigrasi," ungkap Burhanuddin.

Dia menuturkan tak mau menyalahkan siapa pun. Tapi memang pemikiran yuridis pihak Kejaksaan, terpidana tidak ada batas untuk dilakukan pencekalan.

"Kalau itu sudah terpidana, harusnya tidak ada batas waktunya sampai dia tertangkap. Untuk pencekalan tersangka atau terdakwa ada batas waktunya, ini diperlukan untuk kepastian hukum. Itu yang akan kami bicara dengan pihak sebelah," pungkasnya.

Tak Lagi Jadi Buron Interpol

FOTO: Menkumham - DPR Bahas Reformasi Birokrasi hingga Aturan Kenormalan Baru
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan penjelasan kepada Komisi III DPR saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/6/2020). Rapat juga membahas penjelasan recofusing APBN Tahun 2020, persiapan new normal di lapas dan imigrasi serta isu-isu lainnya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menkumham Yasonna Laoly menyatakan, nama terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra sudah tidak lagi masuk dalam red notice atau buruan Interpol sejak tahun 2014.

Yasonna berandai apabila buronan itu masuk ke Indonesia belum lama ini, maka ia tidak bisa dihalangi karena tidak ada dalam red notice.

"Beliau menurut Interpol sejak 2014 kan tidak lagi masuk dalam DPO. Jadi kalau seandainya pun, seandainya ini berandai-andai, jangan kau kutip nanti seolah-olah benar, seandainya dia masuk dengan benar, dia nggak bisa kami halangi," kata Yasonna di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Politisi PDIP itu kembali berandai-andai, apabila Djoko Tjandra masuk Indonesia dengan cara benar bahkan sambil santai bersiul, maka tidak akan bisa halangi.

"Karena dia tidak masuk dalam red notice. Seandainya masuk dia sambil bersiul-siul dia masuk, bisa saja karena dia tidak masuk dalam red notice. Tapi ini hebatnya, dia situ juga nggak ada,"ucapnya.

Buat E-KTP

Ilustrasi e-KTP
Ilustrasi E-KTP. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Djoko Tjandra berhasil masuk ke Indonesia dan membuat e-KTP untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Lurah Grogol Selatan Asep Subhan membenarkan hal tersebut. Namun, dia membantah telah memberikan perlakukan istimewa kepada buronan Kejaksaan Agung Djoko Tjandra dalam mengurus KTP elektronik di wilayah itu.

"Tidak ada yang diistimewakan, kalau data sudah lengkap, jaringan terkoneksi baik dan blanko tersedia, KTP dapat dicetak dalam hitungan jam," kata Asep di Jakarta, Senin (6/7/2020).

Asep menyebutkan, layanan prima di Kelurahan Grogol dapat diakses bagi seluruh warga yang datang mengurus administrasi kependudukan asal memenuhi tiga unsur tersebut. Yakni persyaratan lengkap, jaringan internet terkoneksi dengan baik dan blanko KTP tersedia.

"Seluruh warga yang membutuhkan layanan KTP kita upayakan selesai dalam satu hari, kalau memungkinkan di bawah satu jam," katanya seperti dikutip Antara.

Menurut Asep, selama pandemi Covid-19 blanko KTP elektronik di Satpel Dukcapil kelurahan terpenuhi dari Kementerian Dalam Negeri sehingga pencetakan KTP elektronik tidak menjadi kendala, bisa dilakukan di hari yang sama.

"Blanko selama ini tercukupi dari Kementerian Dalam Negeri, kalau bisa kita laksanakan seefisien dan secepat mungkin kenapa kita nangguh-nangguhkan," kata Asep.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Selatan Abdul Haris.

Menurut Abdul Haris, KTP elektronik dapat langsung dicetak seketika jika status kependudukan seseorang dalam sistem kependudukan dan pencatatan sipil sudah siap untuk dicetak (print ready record/PRR).

"Jadi datanya (Djoko) ada dan belum pernah rekam KTP-e. Jadi kenapa bisa satu hari selesai, karena sudah mengurus uji ketunggalan dan itu sudah print ready record (PRR)," kata Haris.

Dia menambahkan, proses pengurusan KTP Djoko Tjandra dilakukan secara sah karena yang bersangkutan masih terdaftar sebagai penduduk lama di Kelurahan Grogol Selatan dan memegang NIK lama belum direkam KTP elektronik.

"Jadi sah saja, orang dia penduduk lama, pemegang NIK lama dan kebetulan saat itu dia hadir di kelurahan, rekam, difoto dan tidak ada masalah," kata Haris.

Haris juga memastikan saat Djoko melakukan perekaman KTP elektronik hanya diterima oleh petugas PJLP yang tidak mengenal statusnya sebagai buronan Kejaksaan Agung sehingga dilayani seperti warga biasa pada umumnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya