Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Negeri Kota Bogor menahan enam tersangka baru dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kamis (23/7/2020).
Keenam tersangka tersebut berinisial BS, GN, DD, SB, WH, dan DJ. Mereka ada yang masih berstatus aparatur sipil negara (ASN) maupun pensiunan ASN.
Keenam orang yang menjabat sebagai ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) di tingkat kecamatan itu langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan.
Advertisement
Usai resmi ditahan, keenamnya akan menjalani penahanan selama 20 hari di rumah tahanan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Paledang Kota Bogor.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bogor Bambang Sutrisna mengatakan, keenamnya terlibat kasus dugaan penyimpangan dana BOS untuk Sekolah Dasar (SD) se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2017, 2018 dan 2019.
"Para tersangka ini ada yang masih aktif sebagai kepala sekolah dan ada yang sudah pensiun," ujar Bambang.
Sebelumnya, penyidik Kejari Kota Bogor telah menetapkan seorang tersangka berinisial JJR, selaku penyedia jasa percetakan naskah soal ujian tengah semester (UTS), ujian akhir semester (UAS), try out, ujian kenaikan kelas, dan ujian sekolah.
"Dalam perkara ini, mereka berperan aktif komunikasi dengan pihak penyedia. Penyedia sudah kami tahan dahulu, kerjasamanya disitu antara K3S dengan penyedia pengadaan soal," ujar Bambang.
Seharusnya, pengelolaan dana BOS untuk delapan kegiatan di antaranya UTS, UAS, try out, ujian kenaikan kelas, dan ujian sekolah dikelola oleh komite sekolah dan dewan guru.
"Karena dikelola K3S tanpa ada diketahui komite sekolah dan dewan guru lalu timbul permasalahan seperti ini," terangnya.
Total nilai kontrak dari kegiatan tersebut dari tahun 2017 sampai 2018, lanjut Bambang, sebesar Rp 22.098.637.000 dan berdasarkan hitungan harga wajar menurut ahli pada Irjen Kemendikbud sebesar Rp 4.413.999.172 ditambah kegiatan lain yang diperhitungkan sebesar Rp 494.718.000.
"Penghitungan terdapat kerugian negara sebesar Rp 17.189.919.828," beber Bambang.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kantongi Alat Bukti
Menurutnya, penetapan tersangka didukung dengan dua alat bukti yaitu keterangan saksi dan alat komunikasi berupa handphone dari masing-masing Ketua K3S tingkat kecamatan dengan penyedia jasa, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perkara ini, dan satu unit kendaraan roda empat.
"Handphone sudah disita. Saya baca SMS antara K3S dengan penyedia jasa komunikasi intens, selalu dimonitor serta dikoordinir. Kami juga sudah dapatkan pengembalian sebesar Rp 75 juta kemarin. Sekarang sudah kami titipkan ke rekening penampungan sebesar itu," terangnya.
Atas perbuatannya, keenam orang itu disangkakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 3.
Â
Advertisement