Liputan6.com, Jakarta Praktisi kesehatan dokter Christian Silman menilai, rapid test atau tes cepat secara massal untuk melacak penyebaran Covid-19 masih dibutuhkan. Hanya saja, produk alat rapid test harus memenuhi standar validasi Litbangkes dan nomor izin edar alat kesehatan (alkes) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
"Rapid test masih dibutuhkan. Mengapa? Rapid test sangat membantu screening masyarakat terutama di daerah- daerah yang belum bisa melakukan tes PCR secara masif," kata Christian di Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Baca Juga
Christian menjelaskan ada tiga alasan kenapa rapid test tetap harus dilakukan. Pertama, meski sudah banyak mesin PCR, tetap terbatas. "Jadi tidak mungkin dan tidak direkomendasikan seluruh penduduk di Indonesia dilakukan uji swab dengan mesin-mesin PCR," ujarnya.
Advertisement
Kedua, jelas dia, untuk mengetahui prevalensi sebagai basis data epidemiologi seberapa banyak orang di Indonesia yang telah dan sedang terkena Covid-19.
Ketiga, untuk menekan beban biaya sistem kesehatan. "Rapid test dengan hasil yang positiflah yang akan dilanjutkan ke tes PCR sebagai konfirmasi," terangnya.
Pihaknya menegaskan bahwa rapid test tidak berbahaya jika dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih.
"Jangan salah paham, rapid test, apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan menggunakan standar operasional yang diyakini oleh tenaga medis, tidak berbahaya. Justru, akan membantu diri kita, orang lain, dan pemerintah," katanya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Alkes Sesuai Standar Kemenkes
Sementara itu, Wakil Ketua Komite Kadin Indonesia Anton Adam Nangoy berpendapat, produk-produk alat rapid test harus memenuhi standar validasi Litbangkes dan nomor izin edar alkes yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Jika produknya berkualitas sesuai rekomendasi dan dalam kondisi baik saat pengadaan, maka efektifitas hasil tes akan terjamin dan akurat.
"Pengadaan dan peredaran produk rapid test harus yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Ini penting sekali untuk mencegah peredaran alat rapid test black market yang belum tentu memiliki standar dan izin edar dari Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Advertisement