Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan bersedia untuk bergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) jika kementerian di bawah komando Nadiem Makarim itu mematangkan konsep POP.
Selain itu, Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU) Junaidi Arifin mengatakan, pihaknya juga meminta pelaksanaan POP ditunda tahun depan.
"LP Ma'arif NU meminta kepada Kemendikbud untuk mematangkan konsep POP dan menunda pelaksanaannya tahun depan. LP Ma'arif NU mempertimbangkan untuk bergabung dalam POP tahun depan setelah mempelajari dan mencermati revisi konsep POP," kata Arifin Junaidi dalam keterangannya, Selasa (4/8/2020).
Advertisement
Akan tetapi, jika pihak Kemendikbud tetap bersikeras untuk melaksanakan POP, maka LP Ma’arif NU akan mengambil keputusan untuk mundur secara permanen dari program yang menjadi polemik tersebut.
"Apabila Kemendikbud memaksakan POP dilaksanakan tahun ini maka LP Ma’arif NU menyatakan tidak bergabung dalam POP Kemendikbud," ujar Arifin Junaidi.
Meskipun tidak bergabung dalam POP, lembaga yang fokus pada pendidikan, bahkan sebelum kemerdekaan ini, mengaku akan terus meningkatkan kualitas SDM Indonesia.
"Tahun Ini LP Ma’arif NU tetap melaksanakan peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru serta Inovasi pendidikan secara mandiri. Karena dilaksanakan secara mandiri, maka LP Ma‘arif NU minta kepada Kemendikbud untuk tidak mencatumkan LP Ma‘arif NU dalam daftar penerima POP tahun ini," Arifin Junaidi memungkasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Keluar dari POP
LP Ma'arif NU sebelumnya memutuskan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Langkah serupa juga sebelumnya diambil Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal. Pasalnya, dia mengaku, pihaknya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.
"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-syarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka, dinyatakan proposal kami ditolak," katanya saat dihubungi, Rabu (22/7/2020).
Arifin merasa heran, pasalnya pihak Kemendikbud kembali menghubungi Lembaga Pendidikan Maarif NU untuk melengkapi syarat-syarat. Kala itu, dia menjelaskan, pihaknya diminta menggunakan badan hukum sendiri bukan badan hukum NU.
"Kami menolak dan kami jelaskan badan hukum kami NU," tegasnya.
Esok harinya, lanjut dia, Kemendikbud kembali meminta surat kuasa dari PBNU. Padahal syarat tersebut tidak sesuai dengan AD/ART.
"Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir," ujarnya.
Kemudian, Arifin mengatakan, pihaknya mendadak dihubungi untuk mengikuti rapat koordinasi. Padahal saat itu, belum ada surat keterangan penetapan program Kemendikbud itu.
"Tadi pagi kami dihubungi untuk ikut rakor pagi tadi, saya tanya rakor apa dijawab rakor POP, saya jawab belum dapat SK penetapan penerima POP dan undangan, dari sumber lain kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi/yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP," ungkapnya.
Advertisement