Eijkman Akui Pengembangan Vaksin Covid-19 Merah Putih Terlambat 4 Bulan

Amin memastikan, Vaksin Merah Putih berbeda dengan Vaksin Sinovac yang tengah diuji klinis di Bandung, Jawa Barat.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Agu 2020, 17:05 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2020, 17:05 WIB
Kisah Perempuan Peneliti Eijkman Jalankan Riset DNA Virus Covid-19 Saat Hamil
Para perempuan peneliti di unit riset Emerging Virus. (dok. L'Oreal Indonesia/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio mengakui pengembangan vaksin Covid-19 buatan Indonesia yang diberi nama Merah Putih membutuhkan waktu lama.

Sebab, pemerintah terlambat memberikan perintah kepada peneliti untuk mengembangkan vaksin. Menurut dia, seharusnya pengembangan Vaksin Merah Putih dimulai awal Januari 2020.

"Harus diakui bahwa kita start-nya terlambat. Kalau kita lihat negara lain Januari itu langsung bergerak," ujarnya dalam Talk Show Menanti Vaksin Covid-19, Sabtu (15/8/2020).

Amin menyebut, pemerintah baru membentuk Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 pada Maret lalu. Sementara pengembangan vaksin Merah Putih baru dimulai April 2020.

"Memang empat bulan terlambat dengan negara lain," ucap dia.

Meski terbilang terlambat dari negara lain, Amin mengklaim proses pengembangan Vaksin Merah Putih sudah diperpendek. Saat ini, vaksin tersebut berada dalam tahap kloning protein untuk mendapatkan protein rekombinan.

Diperkirakan, pengembangan vaksin Covid-19 itu rampung pada Februari atau Maret 2021. Setelah rampung, Vaksin Merah Putih tersebut langsung diserahkan ke Bio Farma.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Beda dengan Vaksin Sinovac

Pengembangan vaksin Covid-19 di Indonesia oleh peneliti perempuan/dok. L'Oreal
Pengembangan vaksin Covid-19 di Indonesia oleh peneliti perempuan/dok. L'Oreal

Amin menambahkan, vaksin Merah Putih berbeda dengan vaksin Sinovac asal China. Vaksin Merah Putih menggunakan platform rekombinan protein, sedangkan Sinovac memakai virus utuh yang dimatikan sebagai antigen.

"Kita pilih protein rekombinan ini dengan berbagai pertimbangan," kata Amin mengakhiri.

 

Reporter: Titin Supriatin/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya