Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana kembali membuka tempat hiburan pemutaran film atau bioskop di tengah pandemi virus corona Covid-19.
Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dia mengatakan, Pemprov DKI tengah memproses regulasi atau aturan yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat dan penyelenggara bioskop.
Baca Juga
"Kesimpulan dari pertemuan tadi adalah dalam waktu dekat ini kegiatan bioskop di Jakarta akan dibuka kembali dan protokol kesehatan akan ditegakkan," kata Anies di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Rabu, 26 Agustus 2020.
Advertisement
Pro dan kontra pun hadir seiring dengan rencana pembukaan kembali bioskop di tengah situasi pandemi Covid-19. Salah satunya Profesor Mikrobiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pratiwi Pujilestari Sudarmono.
Dia mengatakan, selama penonton dan pihak pengelola gedung bioskop sama-sama patuh menjalankan protokol kesehatan, penyebaran dan penularan Covid-19 dapat diminimalisasi.
"Sebenarnya, perasaan saya campur aduk pas tahu bioskop mau dibuka lagi. Terlebih, kasus positif Covid-19 di Jakarta khususnya masih tinggi," kata Pratiwi saat dihubungi Health Liputan6.com, Kamis (27/8/2020).
Sementara itu, Dr Robert Lahita, profesor kedokteran di New York Medical College mengatakan, dalam skala risiko relatif, bioskop dianggap kurang esensial dan memiliki risiko tinggi.
Berikut pendapat para ahli terkait rencana pembukaan bioskop di Jakarta dihimpun Liputan6.com:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Epidemiolog Universitas Indonesia
Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan Pemprov DKI Jakarta harus melaksanakan protokol kesehatan yang lebih ketat bila ingin membuka kembali bioskop.
Dia menyebut saat ini sejumlah kota di Jakarta masih berstatus zona merah terkait virus corona atau Covid-19.
"Sebenarnya pelayanan publik yang boleh buka itu zona hijau. Jadi kalau di zona merah ya harus melakukan pencegahan yang maksimal," kata Tri saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 26 Agustus 2020.
Dia menjelaskan penularan di dalam bioskop itu masih tinggi, sebab kurangnya ventilasi udara. Bila ingin tetap dibuka, Tri meminta agar ada penambahan ventilasi untuk sirkulasi udara.
Selain itu, dia juga meminta agar masyarakat tidak hanya menggunakan masker tetapi juga memakai penutup muka atau face shield di dalam bioskop.
"Kemudian jaraknya harus lebih dari zona hijau, kalau di hijau satu bangku zona merah atau orange dua bangku, sebab kemungkinan kasus bisa lebih banyak," ucapnya.
Â
Advertisement
Profesor Mikrobiologi Universitas Indonesia
Pemerintah dalam waktu dekat mengizinkan bioskop untuk kembali beroperasi. Namun, pro dan kontra terjadi mengingat kasus positif COVID-19 masih cukup tinggi.
Menanggapi hal tersebut, Profesor Mikrobiologi di Universitas Indonesia Pratiwi Pujilestari Sudarmono mengatakan, selama penonton dan pihak pengelola gedung bioskop sama-sama patuh menjalankan protokol kesehatan, penyebaran dan penularan COVID-19 dapat diminimalisir.
"Sebenarnya, perasaan saya campur aduk pas tahu bioskop mau dibuka lagi. Terlebih, kasus positif COVID-19 di Jakarta khususnya masih tinggi," kata Pratiwi saat dihubungi Health Liputan6.com pada Kamis (27/8/2020).
"Saya rasa kalau pakai masker, social distancing, cuci tangan, sama tidak boleh makan, cukup oke karena semua orang menghadap satu arah," Pratiwi melanjutkan.
Selain itu, pihak pengelola juga harus bisa memastikan bahwa sirkulasi di dalam bioskop benar-benar bagus. Sehingga, selalu terjadi pertukaran udara yang baru setiap waktu.
Pratiwi sendiri mengaku belum mempelajari bagaimana sirkulasi di dalam gedung bioskop. Setahu dia, bioskop punya syarat minimal yang berbeda dengan ruangan di kantor dan rumah.
"Kalau kapal terbang, saya tahu. Seharusnya, bioskop sama kayak kapal terbang, per tiga menit udaranya berganti," ujar dia.
Apalagi pemerintah sudah menetapkan kapasitas di dalam gedung bioskop hanya boleh diisi sebanyak 50 persen saja.
"Dan, orang yang masuk ke bioskop masuk dari pintu, dan keluar dari pintu yang lain. Kalau bisa juga, dikasih sekat-sekat kayak di restoran," katanya.
Terpenting, kata Pratiwi, penonton harus berkomitmen untuk tidak melepas masker. Kalau perlu, tambah pakai face shield.
"Ingat juga, makan dan minum enggak boleh selama film berlangsung," jelas Pratiwi.
Â
Dekan FKUI
Terkait dengan akan dibukanya lagi bioskop di Indonesia saat ini, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Profesor Ari Fahrial Syam memberikan lagi edaran mengenai imbauan FKUI untuk penundaan membuka kembali gedung bioskop di masa new normal pandemi COVID-19 yang sempat mereka rilis akhir Juli lalu.
Dalam edaran tersebut, mereka mengimbau menunda pembukaan bioskop "sampai dengan waktu yang belum dapat ditetapkan."
"Tanggung jawab masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan sampai saat ini masih kurang," tulis FKUI dalam rilisnya atas nama Anis Karuniawati, Ketua Satgas COVID-19 FKUI dan Ari yang merupakan Dekan FKUI.
FKUI menjelaskan, salah satu kemungkinan penularan COVID-19 adalah secara airborne. "Pada awalnya diketahui bahwa penyebaran virus dapat terjadi ketika dilakukan tindakan medis yang mengakibatkan terbentuknya aerosol."
"Namun demikian, beberapa data hasil penelitian membuktikan bahwa aerosol mengandung virus dapat terbentuk dari droplet yang mengalami penguapan ataupun ketika seseorang berbicara atau bernapas," kata FKUI dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis (27/8/2020).
Kemudian, aerosol dihirup oleh seseorang yang peka dengan dosis infeksi yang sampai saat ini belum diketahui. Namun Ari menjelaskan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan dalam keadaan hidup pada aerosol selama 3 hingga 16 jam tergantung suhu, kelembapan, dan kepadatan.
Menurut FKUI, temuan tersebut didukung dengan adanya laporan beberapa klaster COVID-19 yang terkait dengan berkumpulnya seseorang dalam ruang tertutup.
"Ruangan tertutup tersebut juga merupakan ruangan dengan ventilasi yang tidak optimal dan kegiatan atau pertemuan dalam waktu yang relatif lama."
FKUI juga mengatakan, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah orang tanpa gejala COVID-19 yang bisa menjadi sumber penularan. Mereka mengatakan, ruangan bioskop pada umumnya adalah ruangan tertutup tanpa ventilasi dengan pendingin udara yang bersirkulasi dalam ruangan.
"Apabila ada 1 orang pengunjung saja tanpa gejala tapi mengandung SARS-CoV maka akan berpotensi menjadi sumber penyebaran virus kepada pengunjung lainnya. Durasi film yang minimal 1,5 jam akan meningkatkan waktu paparan dan meningkatkan jumlah partikel aerosol yang terhirup."
Â
Advertisement
Profesor Penyakit Menular
Menurut seorang profesor penyakit menular di UC Davis Health, Natascha Tuznik, pergi ke bioskop di tengah pandemi COVID-19 terdengar sebagai suatu masalah, padahal tidak seperti itu.
"Kendengarannya seperti masalah karena banyak orang terkurung di dalam satu ruangan untuk waktu yang lama," ujar Natascha.
"Namun, sekarang masker saat diperlukan. Jika pengelola bioskop melakukan segalanya dengan benar, seharusnya bioskop memiliki risiko penularan COVID-19 orang ke orang lebih kecil daripada banyak tempat lain yang dikunjungi orang-orang saat ini," Natascha menekankan dikutip dari situs Health UC Davis Edu.
Akan tetapi, Natascha mengingatkan, 'risiko kecil' bukan berarti 'tidak ada risiko sama sekali'.
"Risikonya lebih kecil dibandingkan tempat-tempat kayak gym, yang di dalamnya banyak orang bernapas dengan terengah-engah dan berkeringat. Dan, bar yang orang-orangnya bisa berbicara dengan jarak sangat dekat, bersuara keras, sehingga bisa mengeluarkan lebih banyak virus," ujar dia.
Sedangkan di bioskop, lanjut Natascha, orang tidak akan berbicara satu sama lain selama film diputar, jarak tempat duduknya berjauhan, dan penonton menghadap arah yang sama, yang diketahui dapat mengurangi risiko penularan.
"Jarak sosial sebaiknya enam kaki. Wajib juga bagi pengelola bioskop membatasi jumlah penonton setiap harinya. Dan, pakai pelindung tambahan selain masker agar tidak ada yang bernapas langsung ke orang lain," kata dia.
Selain itu, Natascha mengimbau kepada calon penonton untuk menelepon atau mencari tahu terlebih dahulu bahwa bioskop pada hari itu masih bisa untuk didatangi.
Selain itu, ini yang terpenting, Natascha menekankan agar tidak melepas masker sepanjang menonton film, apa pun alasannya. Terlebih jika alasannya untuk makan dan minum, tidak dianjurkan sama sekali.
"Memang, makan popcorn adalah bagian paling menyenangkan dari aktivitas menonton di bioskop, tapi kegiatan itu justru meningkatkan risiko Anda untuk tertular," ujarnya.
Begitu juga sebelum masuk ke dalam studio, pastikan Anda berdiri atau duduk dengan tetap jaga jarak aman dari orang-orang yang sedang makan atau minum.
Selanjutnya, disarankan untuk membawa tisu dan pembersih lainnya untuk membersihkan kursi yang akan Anda duduki. Dan, handsanitizer untuk membersihkan tangan Anda setiap saat.
"Jika memungkinkan, jangan gunakan toilet. Jika harus, jangan masuk jika ramai," terang dia.
Semua hal itu harus dilakukan calon penonton di bioskop. Terdengar lebih sulit, tapi jika patuh terhadap semua protokol kesehatan yang ada, hasil sepadan akan didapat.
"Saya tahu ini tidak menyenangkan, tetapi ingat, akhir dari sebuah film tak semuanya menyenangkan, tapi ketika sakit akan jauh lebih tidak menyenangkan," jelas Natascha.
Â
Kata Profesor Dunia
Dr. Robert Lahita, profesor kedokteran di New York Medical College mengatakan, dalam skala risiko relatif, bioskop dianggap kurang esensial dan memiliki risiko tinggi.
Hal ini, kata Lahita, karena tempat tersebut diisi banyak orang dan memiliki satu sistem ventilasi.
"Anda duduk di sana untuk waktu yang lama. Bahkan jika Anda memiliki kapasitas 50 persen dengan satu atau dua kursi di antara Anda berdua, ini adalah situasi berisiko dan bioskop tidak termasuk dalam daftar hal-hal yang esensial," kata Lahita dikutip dari Vulture.
Lahita mengatakan, apabila bioskop-bioskop akan dibuka, langkah-langkah keamanan seperti jaga jarak sosial, pembersihan ruang menonton secara rutin, dan pemeriksaan suhu tubuh bagi penonton yang akan masuk mungkin bisa membantu.
Yang dikhawatirkan Lahita adalah keengganan para pengunjung untuk menggunakan masker.
"Anda bersama sekelompok orang asing. Kecuali Anda duduk 20 atau 30 kaki dari orang lain, Anda berisiko terinfeksi. Tidak perlu diragukan lagi. Anda tahu bagaimana udara di teater: Peredarannya tidak baik. Jika Anda tidak memakai masker, Anda mengambil risiko," ujarnya.
Pendapat kontra datang dari Dr. Anne W. Rimoin, profesor epidemiologi dan kepala Center For Global And Immigrant Health di University Of California, Los Angeles.
Dia menilai, tidak ada skenario yang menunjukkan bahwa pergi ke bioskop merupakan ide yang bagus di tengah pandemi COVID-19.
Senada dengan Rimoin, Dr. Abdul El Sayed, epidemiolog Amerika Serikat kepada AV Club mengatakan bahwa meski ia menyukai menonton film, pergi ke bioskop saat ini adalah hal terakhir yang akan ia lakukan.
"Dari apa yang kita pahami, virus ditularkan melalui percikan aerosol yang keluar yang keluar dari mulut kita, seringkali ketika kita bicara atau ketika kita tertawa atau ketika kita bernyanyi," kata El Sayed.
"Jadi, berada di sebuah ruangan selama dua jam dengan sekelompok orang yang menertawakan sebuah film dan dimana udara tidak diedarkan secara efisien dan di mana Anda tidak tahu siapa yang telah berada di sana sebelumnya, itulah paparan yang sangat berbahaya. Saya hanya tidak berpikir itu sepadan," tambah dia.
Â
Advertisement
Studi di Jerman
Perdebatan terkait bioskop juga muncul dari Jerman usai HDF Kino, asosiasi bioskop terbesar di negara itu, menyerukan pengurangan jaga jarak sosial 1,5 meter untuk memastikan penyelenggara pertunjukan "selamat" dari krisis.
Asosiasi tersebut berargumen dengan mengutip sebuah studi dari Hermann Rietschel Institute (HRI) Technical University of Berlin yang mengklaim bahwa bioskop lebih aman daripada kantor terkait potensi penularan penyakit di udara.
Studi HRI membandingkan konsentrasi aerosol dari dua ruangan di bioskop berukuran berbeda dengan ruangan perkantoran. Mereka menyebut, minimnya pembicaraan di bioskop dan sistem ventilasi yang berbeda membuat lingkungan tersebut menjadi lebih aman.
"Karena secara umum tidak ada pembicaraan selama kunjungan ke bioskop dibanding pembicaraan yang terjadi di kantor setiap hari," tulis penelitian tersebut seperti dikutip dari Deadline.
"Jumlah aerosol yang dihirup di bioskop hanya 0,3 persen dibandingkan dengan yang ada di kantor. Jenis ventilasi yang berlaku di bioskop disebut 'source ventilation,' dimana udara biasanya mengalir di bawah area tempat duduk, udara bekas menghangat lalu naik."
"Oleh karena itu, udara di area bernapas orang-orang ini lebih sedikit mengandung aerosol dibandingkan dengan perubahan udara yang sama di ruangan dengan ventilasi campuran, seperti umumnya di ruangan kantor."