Liputan6.com, Banyuwangi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus fokus melakukan upaya penanggulangan sampah. Berkolaborasi dengan program TOSS (Tempat Olah Sampah Setempat), Banyuwangi merancang program pengolahan sampah menjadi energi terbarukan di desa-desa dan destinasi wisata di Banyuwangi.
Program kolaboratif itu diberi nama Banyuwangi Olah Sampah di Sumbernya (BOSS). Program ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk memecahkan berbagai persoalan sampah menjadi sumber energi terbarukan.
Baca Juga
Untuk menjalankan program BOSS ini, Banyuwangi kolaborasi dengan program TOSS (Tempat Olah Sampah Setempat), program yang dinaungi oleh Kementerian ESDM dan PLN, bekerja sama dengan Gerakan Ciliwung Bersih (GCB), dan Comestoarra.com, startup company bidang teknologi informasi penunjang pengembang energi terbarukan.
Advertisement
Program ini menggunakan metode pengelolaan dan pengolahan sampah di sumbernya, lalu menjadikannya sebagai sumber energi terbarukan berupa gas dan listrik tenaga uap. Program TOSS ini terbukti sukses di berbagai tempat, seperti di Klungkung Bali, Ciliwung Jakarta, dan daerah lainnya.
“Program ini bagus karena bisa menjadi model penanganan sampah dari hulu, utamanya di destinasi wisata dan desa-desa. Selain menangani masalah sampah, BOSS juga akan menyelesaikan kebutuhan listrik rakyat karena mengubah sampah menjadi sumber energi alternatif. Kami sangat mendukung dan menyambut baik program ini,” kata Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, saat membuka acara Safari TOSS, Seminar, dan Pelatihan virtual di Banyuwangi, Selasa (8/9/2020).
Dirikan BOSS di Desa dan Destinasi Wisata
Seminar dan pelatihan virtual ini juga menghadirkan sejumlah narasumber, seperti Komisaris utama Comestoarra.com Supriadi Legino, Pengembang Metode Peuyeumisasi untuk TOSS dan listrik kerakyatan Sonny Djatnika Sunda Djaja, dan ahli lingkungan I Made Brunner. Turut bergabung dalam webinar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa, General Manager PT PLN (Persero) UID Jawa Timur Nyoman S. Astawa.
Anas mengatakan pemkab akan mendorong berdirinya BOSS di sejumlah destinasi wisata dan desa-desa.
“Kami sangat tertarik dengan pengolahan sampah setempat ini. Sampah yang ada di destinasi wisata bisa segera diproses, sehingga mata rantai pengelolaan sampah tidak terlalu panjang. Destinasi jadi bersih, sehat, dan bebas tumpukan sampah, namun energinya bisa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat,” jelas Anas.
Menurut Anas, program ini akan didorong dikerjakan di desa-desa dan kecamatan mengingat tempat pembuangan akhir (TPA) sampah semakin penuh.
“Setiap desa pasti mampu, karena anggarannya tidak terlalu besar. Dan yang penting, manfaatnya yang sangat besar untuk lingkungan sekitar,” tambahnya.
Tenaga ahli bidang Supply Value Chain Management TOSS, Arief Noerhidayat mengatakan, pengolahan sampah ini dilakukan dengan metode peuyeumisasi atau biodrying menggunakan bioaktivator (bakteri).
Semua sampah, mulai dari plastik, sampah rumah tangga, popok bekas, makanan sisa, dan berbagai jenis sampah lainnya, kecuali sampah keras, diproses dengan metode disiram bioaktivator, untuk menghilangkan bau serta lalat.
Advertisement
Sampah Dijadikan Batubara Nabati
Setelah beberapa hari, sampah dipanen untuk kemudian dicacah untuk menjadi pelet atau disebut batu bara nabati.
"Batu bara nabati atau pelet ini sudah melalui uji laboratorium PLN," kata Arief.
Nabati tersebut lalu bisa diolah menjadi bahan bakar kompor, maupun diubah menjadi gas lewat mesin co-firing. Satu ton sampah bisa menghasilkan 100 kilogram pelet.
“Pelet tersebut lalu bisa menjadi bahan bakar untuk kompor. Selain itu, gas hasil pembakaran di co-firing juga bisa menjadi bahan bakar penghasil listrik tenaga uap yang disalurkan melalui pembangkit listrik diesel, sebagai pengganti solar atau bensin,” kata dia.
Arief mengatakan Banyuwangi akan menjadi daerah pertama yang melakukan pengelolaan TOSS di bidang pariwisata. “Ini akan jadi yang pertama. Banyuwangi mengolah sampah jadi energi alternatif langsung dari destinasi wisata,” katanya.
Program ini mendapat atensi besar dari para kepala desa yang hadir dalam seminar tersebut. Salah satunya dari Desa Genteng Kulon dan Desa Plampangrejo, Cluring.
“Kami sudah merencanakan program ini di APBDes, karena bisa menjadi solusi bagi pengolahan sampah di desa. Di samping tidak membutuhkan biaya besar, juga tidak membutuhkan lahan yang besar,” kata salah satu perangkat desa Plampangrejo.
(*)