Revisi UU TNI Dinilai Perlu Dilakukan untuk Jaga Kedaulatan Negara Indonesia

Ketua Forum Mahasiswa Jakarta (Formata) Andi Nugraha menilai revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI), sebagai upaya memperkuat peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Mei 2023, 18:22 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2023, 09:01 WIB
Ketua Forum Mahasiswa Jakarta (Formata) Andi Nugraha menilai revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI), sebagai upaya memperkuat peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara.
Ketua Forum Mahasiswa Jakarta (Formata) Andi Nugraha menilai revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI), sebagai upaya memperkuat peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Forum Mahasiswa Jakarta (Formata) Andi Nugraha menilai revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI), sebagai upaya memperkuat peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara.

Menurut Andi, revisi UU TNI perlu dilakukan agar dapat menjawab tantangan zaman terutama hal-hal yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Revisi UU TNI merupakan upaya untuk menjawab tantangan zaman agar peran TNI tidak ketinggalan. Selain itu revisi teesebut juga untuk nemperkuat peran TNI menjaga negara," ujar Andi melalui keterangan tertulis, Jumat (26/5/2023).

Dia mengatakan, pihak-pihak yang menolak revisi UU TNI hanya paranoid peran TNI saat zaman orde baru. Sebab, kata Andi, saat ini tidak bisa disamakan lagi karena peran sipil sudah menguat dalam mengawasi sistem politik Indonesia.

"Itu hanya paranoid saja yang menolak revisi UU TNI kan zaman sudah berbeda saat Orde Baru. Mereka khawatir peran TNI akan menguat saat zaman Orde Baru," ucap dia.

Andi menilai, revisi UU TNI sebagai upaya pemberdayaan dan kompetesi antar anak bangsa. Untuk itu, kata dia, TNI jangan juga dianaktirikan dalam berperan membangun bangsa dan negara.

"Ini kan tidak tidak adil peran TNI sebagai upaya membangun bangsa dinomor duakan. Seharusnya biarkan berkompetesi untuk mencari kader-kader bangsa yang terbaik," ungkap Andi.

Untuk itu, ia menegaskan pihaknya mendukung rencana revisi UU TNI tersebut karena demi menjaga kedaulatan bangsa. Andi pun mengajak kepada publik untuk tidak khawatir lagi mengenai Dwi Fungsi atau Multi Fungsi TNI di era reformasi saat ini.

"Tidak ada yang perlu dikhawatrikan, peran-peran sipil dalam pengawasan sudah menguat saat ini ada media sosial, lembaga masyarakat sipil dan lain-lain sudah dapat menjadi sarana pengawasan. Hal itu berbeda saat zaman Orde Baru," terang Andi.

"Untuk itu, saya mengajak masyarakat agar TNI dapat menjaga kedaulatan negara dan bangsa karena tantangan zaman yang sudah berbeda," jelas dia.

 

SETARA Institute: Revisi UU TNI dan Penambahan Kodam, Kontradiksi Upaya Penguatan Pertahanan

Pendekatan Humanis Marinir TNI AL Halau Massa Pendemo
Mayjen TNI Dudung Abdurachman bersama Marinir AL saat menghalau massa usai terjadi pelemparan batu di Jalan MH, Thamrin, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Massa pengunjuk rasa yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja akhirnya dibubarkan aparat.(merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie angkat suara terkait Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dan rencana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) di 38 Provinsi oleh pemerintah.

Menurut dia, dua hal tersebut cukup kontradiktif dengan upaya penguatan pertahanan dalam menghadapi kompleksitas ancaman juga peningkatan profesionalitas militer.

“Wacana penambahan Kodam dan revisi UU TNI memiliki aroma perluasan peran militer di ranah sipil begitu kental,” kata Ikhsan dalam keterangan tertulis, Kamis 25 Mei 2023.

Ikhsan membedah, dalam konteks revisi UU TNI, hal tersebut terlihat dalam perluasan cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada Pasal 7 ayat (2) dan jabatan sipil bagi prajurit aktif pada Pasal 47 ayat (2). Sementara dalam hal penambahan Kodam terlihat melalui pembentukan struktur TNI yang mengikuti struktur administrasi pemerintahan hingga ke daerah.

“Ini membuat TNI semakin dekat dengan peran-peran sipil di daerah. Penggelaran struktur TNI mengikuti struktur administrasi pemerintah tersebut juga bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU TNI, sebagaimana dijelaskan pada bagian penjelasannya,” yakin dia.

 

Fokus TNI

Pendekatan Humanis Marinir TNI AL Halau Massa Pendemo
Marinir AL saat menghalau massa usai terjadi pelemparan batu di Jalan MH, Thamrin, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Massa pengunjuk rasa yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja akhirnya dibubarkan aparat. (merdeka.com/Arie Basuki)

Ikhsan percaya, kondisi dua wacana itu secara nyata memiliki dampak legitimasi perluasan peran militer di ranah sipil dari tingkat pusat (melalui revisi UU TNI) hingga ke tingkat daerah (melalui penambahan Kodam).

Dia menyayangkan, 25 tahun reformasi, yang mana salah satunya mengenai reformasi militer, nyatanya belum cukup membawa konsistensi perubahan dalam agenda reformasi militer.

“Atas dasar itu, SETARA Institute catatan, yakni agenda reformasi TNI seharusnya semakin mendorong TNI untuk benar-benar konsisten dan memfokuskan diri untuk penguatan bidang pertahanan negara, terutama dalam menghadapi ancaman dari luar,” tegas dia.

Ikhsan mendorong, TNI bisa lebih berfokus dengan kondisi global yang berada di era VUCA atau Volatility (volatilitas), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleksitas), Ambiguity (ambiguitas).

Artinya, ketidakpastian ancaman ke depannya dapat terjadi, sebagimana dunia dikejutkan dengan wabah Pandemi dan konflik Rusia-Ukraina.

“Dengan kondisi demikian, seharusnya membuat TNI mengutamakan orientasi ke luar (outward looking) dalam paradigma pertahanan negara,” saran dia.

 

Revisi UU TNI Belum Urgensi

Pendekatan Humanis Marinir TNI AL Halau Massa Pendemo
Mayjen TNI Dudung Abdurachman bersama Marinir AL saat menghalau massa usai terjadi pelemparan batu di Jalan MH, Thamrin, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Massa pengunjuk rasa yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja akhirnya dibubarkan aparat.(merdeka.com/Arie Basuki)

Ikhsan mencatat, revisi UU TNI dan penambahan Kodam belum memperlihatkan urgensi, malah seolah memperlihatkan minimnya visi dan desain modernisasi pertahanan dalam menjawab tantangan kondisi global.

“Basis argumen yang disampaikan ke publik pun tidak relevan antara tujuan dan implementasi, yakni penguatan pertahanan menghadapi ancaman, tetapi dengan cara perluasan peran militer di ranah sipil,” heran dia.

Ikhsan mendalami, dinamika ancaman semakin berkembang dan seharusnya penguatan pertahanan dilakukan dengan cara-cara yang modern. Salah satunya adalah pemanfaatan teknologi pertahanan dan bukan dengan pengulangan cara-cara konvensional.

“Jadi akan lebih efektif juga jika penempatan Kodam difokuskan di daerah perbatasan maupun terluar guna memastikan pertahanan dan kedaulatan negara,” saran dia.

Menyikapi kritik terkait, Ikhsan pun meminta Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU) sebagaimana amanat Konstitusi bisa mendorong agar TNI memperkuat kapasitas prajurit maupun kelembagaan, baik dengan penguatan alutsista, penguatan skill tempur prajurit, latihan militer gabungan.

“Update teknologi untuk penguatan pertahanan, hingga peningkatan kesejahteraan prajurit,” dia menutup.

Infografis Megawati Kritik Kekuatan Militer dan Alutsista TNI. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Megawati Kritik Kekuatan Militer dan Alutsista TNI. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya