Soal Konsesi Pelabuhan Marunda, MA Diminta Kedepankan Penyelamatan Aset Negara

Konsesi PT KCN dengan KSOP V Marunda untuk pengelolaan tanah negara seluas 1.700 meter persegi dan wilayah pantai 1.000 M selama 70 tahun ini adalah kasus yang amat serius

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Nov 2020, 21:10 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2020, 18:37 WIB
Ilustrasi Gedung MA
Ilustrasi Gedung MA (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) diminta mengedepankan penyelamatan aset negara dalam menangani Peninjauan Kembali (PK) sengketa Pelabuhan Marunda antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dengan PT Karya Citra Nusantara (KCN) karena di dalamnya ada pemberian konsesi tanah negara seluas 1.700 meter persegi dan wilayah pantai sepanjang 1000 meter kepada pihak swasta selama 70 tahun.

“MA harus punya komitmen dan tanggung jawab atas nama negara untuk bersama lembaga eksekutif melindungi dan mencegah pengelolaan aset negara dan nilai ekonominya ke pihak lain (swasta) untuk misi kepentingan pembangunan ekonomi negara yang lebih progresif,” kata Pengamat Kebijakan Publik, Rusman Ghazali dalam keterangannya, Jumat (13/11/2020).

Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Pasca Sarjana Universitas Nasional Jakarta itu mengingatkan, sengketa mengenai Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, sebagai upaya manipulasi atau praktik kolusi dan korupsi oleh pihak tertentu, sehingga dengan mudah dan jelas terbaca serta terhitung akan potensi kerugian negara yang amat besar, yaitu diperkirakan mencapai Rp 55,8 triliun, sebagaimana yang dilaporkan KHPP Immanuel, Jhonny & Rekan.

Terkait sikap PT Karya Tehnik Utama (KTU) yang teguh berpegangan pada perjanjian tahun 2004 dengan kepemilikan saham 85% terhadap PT KCN dan 15% PT KBN dan tidak mempertimbangkan adanya addendum perjanjian III yang sudah disahkan Kemenkumham pada 2015, Rusman mengatakan, kekeliruan prosedur hukum atas pengelolaan asset negara dan nilai ekonominya tidak boleh mengalahkan kepentingan negara.

Apalagi, lanjut Rusman, hal itu menyangkut jatuhnya hak kuasa pengelolaan aset negara dalam kurung waktu yang lama (70 tahun) kepada pihak lain (swasta) melalui kekaburan (pengaburan) perjanjian kerjasama.

“Boleh jadi, ini merupakan 'skema yang sengaja diciptakan' sebagai modus untuk memindahkan atau penguasaan asset negara dan nilai ekonominya ke  pihak-pihak tertentu (PT KTU) yang hanya mengejar kepentingan individu atau kelompok semata tanpa mempertimbangkan kepentingan ekonomi negara sebagai pilar pembangunan nasional,” tutur Rusman.

Menurut Rusman, konsesi PT KCN dengan KSOP V Marunda untuk pengelolaan tanah negara seluas 1.700 dan wilayah pantai 1.000 M selama 70 tahun ini adalah kasus yang amat serius karena berpindahnya penguasaan aset negara ke pihak lain secara mutlak.

“Kasus tersebut dapat diletakkan sebagai kasus perlawanan pada hak kuasa negara atas asetnya sendiri dan segala nilai ekonomi yang melekat pada asset tersebut selama 70 tahun ke depan,” tegas Rusman.

Untuk itu, lanjut Rusman, PT KBN harus tetap berdiri tegak memperjuangkan hak kuasa atas aset negara dan nilai ekonominya sebagai tanggung jawab kebijakan, bersama dengan Kementerian BUMN dan Pemerintah DKI Jakarta sebagai pihak terkait melalui jalur kebijakan dan jalur hukum yang tepat.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Wagub DKI Berharap Sama

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria juga berharap, putusan paling adil dari permohonan Peninjauan Kembali atau PK ke Mahkamah Agung yang dilakukan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Tbk terhadap PT Karya Citra Nusantara (KCN). PK dilayangkan terkait masalah konsesi Pelabuhan Marunda.

"Jelang keluarnya putusan PK tersebut, Pemda DKI Jakarta memohon Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya," kata Riza dalam keterangan tertulisnya soal konsesi Pelabuhan Marunda, Jumat (6/11/2020).

Riza menjelaskan, posisi Pemprov DKI terhadap PT KBN, adalah salah satu shareholder. Awalnya, pembagian saham PT KBN 15% dan PT KTU 85% terhadap PT KCN. Namun, karena angka tersebut lebih kecil ketimbang KTU milik swasta, maka terjadi renegosiasi yang menghasilkan adendum III dan menyepakati 50% PT KBN, 50% PT KTU.

"Ini agar aset negara tetap berada di tangan Pemda DKI Jakarta. Kesepakatan itu dicatat di notaris dan Kementerian Hukum dan HAM," lanjut Riza.

Namun, PT KCN dinilai PT KBN tidak menaati porsi kepemilikan saham sesuai adendum III. PT KBN menggugat konsesi Pelabuhan Marunda tersebut secara perdata dan memenangkannya di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.

Hasil itu membuat PT KCN mengajukan kasasi di Mahkamah Agung, dan putusan MA mengabulkannya. MA menilai apa yang dilakukan PT KBN mengandung cacat formil. Akibatnya konsensi PT KCN dengan skema kepemilikan sahamnya tetap 15-85.

"PT KBN tengah memperjuangkan Peninjauan Kembali (PK) yang saat ini diproses di MA. Sebab implikasi aset negara dikelola swasta dengan porsi kepemilikan pemerintah tidak signifikan sangat merugikan negara. Kami ingin menyelamatkan aset negara yang dapat memberikan pendapat kepada kas daerah," Riza menandasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya