World Toilet Day 2020, LIPI Sebut DKI Jakarta Masih Memiliki Masalah Sanitasi

Peneliti LIPI mengungkapkan, DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan masih memiliki masalah kependudukan terkait sanitasi, khususnya pengelolaan limbah cair.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 18 Nov 2020, 14:41 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2020, 14:41 WIB
Potret Suram Sanitasi Ibu Kota
Anak-anak berenang di bawah jamban yang berada di bantaran Kali Ciliwung, Jakarta, Senin (19/11). Saat ini, tercatat sekitar 500 ribu penduduk DKI Jakarta tidak memiliki akses sanitasi yang layak. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - 19 November diperingati sebagai World Toilet Day. Peringatan tahun ini mengambil tema Sustainable Sanitation and Climate Change, mendorong masyarakat memiliki sanitasi yang memadai dan dapat mengatasi bencana alam akibat perubahan iklim.

Kepala Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Herry Yogaswara mengungkapkan, DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan masih memiliki masalah kependudukan terkait sanitasi, khususnya pengelolaan limbah cair.

“Jumlah penduduk yang telah dilayani melalui sistem perpipaan dan cakupan wilayah masih sangat rendah, meski angka akses terhadap pengelolaan air limbah sangat tinggi. Hal ini, menjadi tantangan berikutnya yang dihadapi DKI Jakarta,” katanya dalam keterangan, Rabu (18/11/2020).

Herry mengatakan, keterlibatan LIPI selama ini dalam pengelolaan limbah cair, didominasi oleh pengembangan teknologi. Salah satu yang dikembangkan adalah teknologi toilet pengompos dan pengolahan limbah cair tahu secara anaerobik dengan teknik multi-tahap.

“Oleh karena itu, selain penelitian dan pengembangan teknologi hilir, studi tentang problem sosial kemasyarakatan dan manajemen kelembagan pada bagian hulu, terutama konteks penataan ruang juga menjadi perhatian LIPI saat ini,” tegasnya

Kegiatan ini bertujuan menunjukkan kontribusi LIPI dalam penyebarluasan isu-isu dasar dalam pengelolaan limbah cair rumah tangga.

“Tujuan tersebut akan dicapai melalui penggambaran kondisi atau capaian utama pembangunan sistem sanitasi, hambatan kelembagaan hingga tantangan pada pelaksanaan pembangunansanitasi,” tambah Herry.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Perlu Pembangunan Sanimas

Potret Suram Sanitasi Ibu Kota
Warga memandikan anaknya di bantaran Kali Ciliwung, Jakarta, Senin (19/11). Tak adanya akses sanitasi yang layak menyebabkan anak-anak menderita stunting. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Senada dengan Herry, Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan, Rusli Cahyadi mengatakan, bahwa pelaksanaan program sanitasi masyarakat di Indonesia harus didasarkan pada prinsip keadilan sosial.

“Masyarakat yang berpenghasilan rendah, tinggal di permukiman padat penduduk serta kondisi lingkungan yang rawan sanitasi dianggap memiliki kebutuhan (need) yang lebih tinggi. Oleh karenanya hal tersebut perlu menjadi prioritas dalam pembangunan Sarana Sanitasi berbasis Komunitas (Sanimas),” tegas Rusli.

Rusli mempersoalkan banyaknya kelurahan di DKI Jakarta yang memenuhi kriteria, ternyata masih ada kesulitan untuk menemukan kelompok masyarakat yang mau terlibat dalam program Sanimas.

“Untuk mengakselerasi pengelolaan limbah cair yang baik, upaya Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah mengembangkan sistem off-site setempat sebagai pelengkap (complementary) terhadap sistem off-site terpusat yang bersifat jangka menengah dan panjang. Sebagai strategi jangka pendek sistem off-site setempat dilaksanakan,” tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya