6 Hal Terkait Kembali Dibahasnya RUU Minuman Beralkohol oleh DPR

Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini dibahas pada Selasa, 10 November 2020. Setidaknya ada 3 fraksi di DPR yang menjadi pengusul.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 19 Nov 2020, 14:46 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2020, 14:16 WIB
Afrika Selatan Kembali Izinkan Penjualan Alkohol dan Rokok
Seorang pria mengisi rak dengan botol anggur di toko minuman keras ketika Afrika Selatan mencabut larangan penjualan alkohol dan rokok di Johannesburg, Selasa (18/8/2020). Pembelian alkohol dan rokok dilarang ketika Afsel memberlakukan lockdown ketat pada 27 Maret 2020. (AP Photo/Denis Farrell)

Liputan6.com, Jakarta - Usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol kembali dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. RUU ini sejak diinisiasi sejak 2016, ‎hingga kini tak kunjung juga rampung.

Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini dibahas pada Selasa, 10 November 2020. Setidaknya ada 3 fraksi di DPR yang menjadi pengusul.

Salah satu pengusul, anggota Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, pengusul RUU tersebut tidak hanya berasal dari Fraksi PPP, melainkan juga ada anggota Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra.

"18 anggota DPR Fraksi PPP, 2 anggota Fraksi PKS dan 1 anggota Fraksi Gerindra mengusulkan RUU larangan minuman beralkohol, spirit dan tujuan pelarangan ini selaras dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea ke-4 UUD 1945," kata Illiza dalam keterangannya, Rabu 11 November 2020.

Namun rupanya, RUU Larangan Minuman Beralkohol atau Minol ini menimbulkan pro dan kontra. Misalnya pengusaha yang menolak RUU tersebut.

"Jika nantinya dalam RUU ini kesannya melarang, maka dikhawatirkan akan terjadi praktek masuknya minol selundupan yang tidak membayar pajak, maraknya minol palsu yang tidak sesuai standar pangan serta maraknya minol oplosan yang membahayakan konsumen," ujar Komisaris Utama PT.Delta Djakarta, Sarman Simanjorang dalam keterangannya, Sabtu, 14 November 2020.

Berikut deretan hal terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol yang kembali dibahas DPR dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

3 Fraksi Partai Pengusul dan Alasan PPP

Minuman Beralkohol Vodka
Ilustrasi Foto Minuman Keras Vodka (iStockphoto)

Usulan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Larangan Minol) kembali dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Selasa, 10 November 2020.

Salah satu pengusul, anggota Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, pengusul RUU tersebut tidak hanya berasal dari Fraksi PPP, melainkan juga ada anggota Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra.

"18 anggota DPR Fraksi PPP, 2 anggota Fraksi PKS dan 1 anggota Fraksi Gerindra mengusulkan RUU larangan minuman beralkohol, spirit dan tujuan pelarangan ini selaras dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea ke-4 UUD 1945," kata Illiza dalam keterangannya, Rabu 11 November 2020.

Illiza menyebutkan beberapa alasan PPP mengusulkan RUU larangan minol. Pertama ia meyakini larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama, pasal 28H ayat 1 undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) yang berbunyi, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Selain itu, alasan lain adalah larangan dalam agama islam. "Al-Qur’an juga menyebutkan dalam surat Al-Maidah (90-91) yang artinya, wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan, maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung," terangnya.

Illiza mengklaim, RUU ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol. Selain itu adanya RUU ini juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol.

"Sejumlah poin usulan norma larangan minuman beralkohol. Di antaranya, setiap orang yang memeluk agama Islam dan agama lainnya dilarang untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual dan mengkonsumsi larangan minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan yang memabukkan," papar dia.

Alasan lain, Illiza menyatakan saat ini minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam bentuk UU. Sebab, saat ini hanya dimasukkan pada Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan pasal yang sangat umum dan tidak disebut secara tegas oleh UU.

"Melihat realitas iyang terjadi seharusnya pembahasan RUU minuman beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," tandas Illiza.

 

Alasan PKS

Minuman Beralkohol Vodka
Ilustrasi Foto Minuman Keras Vodka (iStockphoto)

Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menegaskan fraksinya akan konsisten memperjuangkan RUU Larangan Minuman Beralkohol yang telah diusulkan lintas fraksi termasuk Fraksi PKS.

"Fraksi PKS memiliki pertimbangan matang mengusulkan regulasi yang mengatur lebih ketat dan tegas penjualan, peredaran, dan konsumsi minuman beralkohol di Indonesia baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis," kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 13 November 2020.

Dia menjelaskan, pertama, secara filosofis tujuan bernegara melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum termasuk di dalam tujuan tersebut mewujudkan masyarakat yang sehat dan bermartabat.

Kedua menurut dia, secara yuridis berbagai peraturan perundang-undangan telah membatasi dan mengawasi penjualan dan peredaran minuman beralkohol.

"Namun belum kuat menegaskan politik hukum untuk membatasi peredaran minuman beralkohol yang realitasnya semakin bebas dijual dan dikonsumsi masyarakat bahkan remaja hingga anak-anak," ujarnya yang dikutip dari Antara.

Dia menjelaskan, ketiga, secara sosiologis minuman beralkohol atau minuman keras lebih banyak berdampak buruk baik bagi kesehatan maupun dampak sosial seperti kejahatan/kriminalitas.

Menurut Jazuli, pada pembahasan pendahuluan di periode lalu prinsipnya semua fraksi di DPR RI setuju ada pembatasan penjualan dan peredaran minuman beralkohol.

"Dijual di tempat terbatas dan untuk kalangan atau tujuan terbatas. Tapi realitasnya marak kita temui miras bisa dibeli atau diperoleh bebas oleh remaja bahkan dibuat sendiri dari bahan berbahaya, dan maraknya kriminalitas umumnya berangkat dari penengguk miras," katanya.

Dia mengatakan, RUU Minuman Beralkhol ingin mempertegas aturan tersebut lebih ketat, lebih jelas, lebih memiliki kepastian hukum mulai dari jenis, pembatasan, hingga sanksi penyalahgunaan atau pelanggaran minuman beralkohol.

Hal itu menurut dia adalah kewajiban negara untuk melindungi masyarakat dan menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).

 

Alasan Gerindra

Ilustrasi minuman alkohol Bir (AP/Tony Talbot)
Ilustrasi minuman alkohol Bir (AP/Tony Talbot)

Sementara itu, anggota Badan Legislatif DPR dari Fraksi Gerindra, Romo Muhammad Syafii, yang juga merupakan salah satu pengusul RUU itu berharap masyarakat tidak berlebihan menolak RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Romo Syafi'i mengatakan, sebab adanya RUU ini bukan berarti menghilangkan minuman alkohol, tetapi hanya mengaturnya saja.

"Masyarakat jangan berlebihan lah, baca dulu rancangannya. Ini bukan menghabiskan, meng-nol-kan, tapi lebih tepat pada bagaimana produksi minol (minuman beralkohol) itu tepat sasaran, tepat anggaran," ujar Romo Syafii, dalam Rapat Baleg pada Selasa, 17 November 2020.

Dia pun menjelaskan, RUU Minuman Beralkohol tidak berkaitan langsung dengan agama tertentu, termasuk Islam. RUU tersebut, dinilai Romo Syafi'i, lebih berkaitan dengan aspek kesehatan dan moral generasi muda.

"Ini bukan soal negara Islam. Masa iya kita enggak boleh mengatur sesuatu yang mendatangkan kerusakan bagi kesehatan, bagi moralitas? Kita enggak boleh, hanya gara-gara secara tegas ajaran Islam yang mengharamkan itu. Kecuali kita sebut mengharamkan minuman beralkohol, itu baru boleh diprotes dikait-kaitkan dengan Islam. Ini soal kesehatan, yang kebetulan Islam sejalan dengan itu," papar dia.

Para ahli, lanjut Romo Syafi'i, sepakat bahwa minuman beralkohol itu berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Selain itu, kata dia, dampak perekonomian yang masuk juga tidak sebanding dengan kerugian yang didapat.

"Hasil cukai yang diperoleh dari produksi minuman beralkohol ini, dibandingkan dengan kerugian sosial yang terjadi di masyarakat, sangat tidak sebanding," terang dia.

"Dari sisi yang lain, RUU jika nanti dilaksanakan akan memiliki kejelasan tentang apa yang boleh diproduksi, siapa yang boleh memproduksi, siapa yang boleh membeli, dan siapa yang boleh mengonsumsi," jelas Romo Syafi'i.

 

Kata Wakil Ketua DPR

Minuman Beralkohol Vodka
Ilustrasi Foto Minuman Keras Vodka (iStockphoto)

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pimpinan DPR RI perlu mendalami usulan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Dasco berpandangan, walaupun aturan yang mengatur produksi minuman beralkohol sudah ada, pengusul dari anggota Baleg DPR RI mungkin ingin memperkuat lagi aturan tersebut, misalnya mengenai minuman impor agar dapat melindungi masyarakat.

"Sebenarnya kalau kemudian aturan terutama di daerah-daerah yang produksi (minuman beralkohol) itu kan sudah ada. Nah, tapi ini yang menyangkut misalnya minuman impor, dan lain-lain, mungkin dirasa oleh pengusul belum kuat untuk melindungi masyarakat. Tapi nanti kita sama-sama lihat, karena hal seperti ini memang harus dikaji lebih dalam," ujar Dasco di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Jumat, 13 November 2020.

Dasco mengimbau pers agar tidak terlalu berlebihan menanggapi dinamika yang berkembang di masyarakat, karena semua masukan maupun penolakan dari masyarakat tentu akan menjadi perhatian Badan Legislasi DPR RI.

Hal itu nantinya akan menentukan RUU Minuman Beralkohol bisa dimasukkan lagi ke program legislasi nasional ke depan atau tidak.

"Kita lihat nanti sejauh mana. Apakah ini nanti bisa dimasukkan lagi ke prolegnas ke depan atau tidak," kata Dasco.

Dasco mengatakan RUU Minuman Beralkohol dulu memang pernah dibahas DPR RI periode sebelumnya, tapi baru tahap pembahasan.

Sehingga di periode sekarang, kata Dasco, RUU itu dimulai ulang lagi pembahasannya. Ia mengatakan saat ini, Baleg DPR RI masih tahap mendengar penjelasan pengusul.

 

Isi Draf RUU Larangan Minuman Beralkohol

Benarkah Minuman Beralkohol Turunkan Risiko Hipertensi? (Valentyn-Volkov/Shutterstock)
Benarkah Minuman Beralkohol Turunkan Risiko Hipertensi? (Valentyn-Volkov/Shutterstock)

RUU Larangan Minuman Beralkohol kembali hangat diperbincangkan. Hal ini lantaran RUU tersebut tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Dari draf RUU Minol yang dilihat Merdeka.com, sanksi pidana atau denda bagi peminum minuman beralkohol turut diatur.

Sanksi tersebut diatur dalam Pasal 20 Bab IV Ketentuan Pidana yang berbunyi:

Setiap orang yang mengkonsumsi minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (3) tiga bulan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling sedikit Rp10.000.000 (sepuluh juta) dan paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Kemudian isi Pasal 21 Bab IV Ketentuan Pidana berbunyi:

(1) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 mengganggu ketertiban umum atau mengancam keamanan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp20.000.000,- dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dipidana dengan pidana pokok ditambah 1/3 (satu pertiga).

Sementara itu, pasal 7 yang tertuang pada pasal 20 Bab IV Ketentuan Pidana dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol berbunyi:

Setiap orang dilarang mengonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional dan minuman beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.

Pasal 4 yang dimaksud dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri dari 2 ayat. Bunyinya adalah sebagai berikut:

1) Minuman beralkohol yang dilarang diklasifikasi berdasarkan golongan dan kadarnya sebagai berikut:a. Minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1% (satu persen) sampai dengan 5% (lima persen);b. Minuman beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); danC. Minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).

(2) Setiap minuman beralkohol berdasarkan golongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang minuman beralkohol yang meliputi:a. Minuman beralkohol tradisional; danb. Minuman beralkohol campuran atau racikan.

 

Respons Menkumham

Menkumham Yasonna Rapat Kerja dengan Komisi III DPR
Menkumham Yasonna Laoly saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Rapat membahas rencana strategis Kemenkumham, hasil pemeriksaan BPK RI semester I tahun 2019, dan tindak lanjut RUU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly buka suara soal ramainya perbincangan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol.

Menurut Yasonna, pemerintah belum membahas soal kemungkinan memasukkan RUU Larangan Minuman Beralkohol ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Menurut Yasonna, RUU tersebut masih sebatas usulan sebagian anggota DPR.

"Hingga saat ini kami masih belum membahas tentang kemungkinan dimasukkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol ke Prolegnas 2021 yang akan segera ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan DPR," kata Yasonna dalam keterangannya, Senin, 16 November 2020.

Menurut Yasonna, Badan Legislasi DPR juga belum satu suara terkait RUU Minuman Beralkohol tersebut. Maka dari itu, menurut Yasonna, pemerintah masih akan melihat lebih dahulu perkembangannya seperti apa.

"RUU Larangan Minuman Beralkohol merupakan usulan atau inisiatif dari beberapa anggota DPR dan masih dalam pembahasan. Proses serta kajiannya masih panjang sebelum DPR mengambil keputusan apakah RUU ini akan dilanjutkan atau tidak," ucap Yasonna.

Yasonna juga meminta masyarakat tak perlu terlibat lebih jauh dalam polemik ini, mengingat sebuah RUU masih harus melewati proses panjang.

"RUU ini juga belum resmi sebagai usul inisiatif DPR, masih sebatas rencana yang diajukan ke Baleg. Karenanya, saya berharap tidak perlu ada polemik berlebihan terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol ini di tengah masyarakat," tutup Yasonna.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya