Ketua KPK Sebut Menteri Sosial Juliari Batubara Bisa Diancam Hukuman Mati

Firli kerap mengancam semua pihak agar tak menyalahgunakan bantuan sosial, sebab ancaman hukumannya adalah mati.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 06 Des 2020, 07:56 WIB
Diterbitkan 06 Des 2020, 07:56 WIB
FOTO: Ketua KPK Firli Bahuri Beberkan Kronologi OTT Wali Kota Cimahi
Ketua KPK Firli Bahuri memberi salam saat bersiap memberikan keterangan pers terkait OTT Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/11/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan Menteri Sosial Juliari Batubara bisa diancam dengan hukuman mati oleh pihaknya. Ancaman hukuman mati bisa diberikan kepada Juliari jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Kita paham bahwa di dalam ketentuan UU  31 tahun 99 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," ujar Firli di Gedung KPK, Minggu (6/12/2020) dini hari.

Dalam beberapa kesempatan Filri juga kerap mengancam semua pihak agar tak menyalahgunakan bantuan sosial, sebab ancaman hukumannya adalah mati. Apalagi, Menurut Firli, pemerintah juga telah menetapkan pandemi virus Corona Covid-19 ini sebagai bencana nonalam. 

"Kita paham juga bahwa pandemi Covid-19 ini dinyatakan oleh pemerintah bahwa ini adalah bencana nonalam, sehingga tentu kita tidak berhenti sampai di sini, apa yang kita lakukan, kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi Covid-19," kata Firli.

Dia menyatakan, tim penyidik akan bekerja lebih keras untuk bisa membuktikan adanya pelanggaran dalam Pasal 2 UU Tipikor yang dilakukan Juliari. Namun menurut Firli, untuk saat ini, Juliari baru dijerat dengan Pasal 12 UU Tipikor.

"Tentu nanti kita akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam Pasal 2 UU 31 Tahun 1999 ini, saya kira memang kita masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagai mana yang dimaksud Pasal 2 itu. Dan malam ini yang kita lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu," kata Firli.

 

Saksikan Videp Pilihan Berikut Ini:

Pasal untuk Menjerat Juliari

Mensos Juliari Batubara
Menteri Sosial Juliari P Batubara tiba di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020). Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 berbunyi,

Pasal 2

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

KPK menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bansos Covid-19. Selain Juliari KPK juga menjerat Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen di Kemensos. Dua orang lainnya sebagai pemberi yakni Ardian IM dan Harry Sidabuke. Keduanya dari pihak swasta.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, dugaan suap bansos untuk wilayah Jabodetabek ini diawali adanya pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.

Firli mengatakan, pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Mensos Juliari melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 Miliar. 

"Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK (Eko) dan SN selaku orang kepercayaan JPB (Juliari) untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Mensos Juliari P Batubara," ujar Firli Bahuri.

Kemudian, untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Mensos Juliari P Batubara. 

Dalam kasus ini, Mensos Juliari Batubara, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Ardian I M dan Harry Sidabuke pihak swasta yang berperan sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya