Wamenag Minta Simpatisan Tak Berlebihan Tanggapi Penahanan Rizieq dengan Dalih Jihad

Wamenag menilai saat ini para ulama dihadapkan pada tantangan perubahan zaman di era keterbukaan informasi dan era digital.

oleh Muhammad Ali diperbarui 14 Des 2020, 06:28 WIB
Diterbitkan 14 Des 2020, 06:28 WIB
Wamenag Zainut Tauhid.
Wakil Menag Zainut Tauhid (M Genantan/Merdeka.com).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi mengajak ormas Islam agar berkomitmen dalam dakwah amar ma'ruf (menegakkan kebenaran) dan nahyi munkar (mencegah keburukan) yang mengedepankan kebijaksanaan tidak mengedepankan kekerasan.

Bagi Zainut Tauhid kekerasan dengan embel-embel agama dan jihad, tidak dibenarkan. "Arti Jihad itu sendiri bukanlah perang, apapun dan di manapun yang dilakukan muslim untuk mendapatkan kekuasaan, ketenaran, harta dan kekayaan. Jihad adalah abstract noun atau masdar dalam bahasa Arab yang asal katanya "jahada" yang berarti 'berjuang dan berusaha keras'. Jihad dalam konteks keislaman adalah melawan kecenderungan jahat dalam diri sendiri, seperti malas dan dengki," ujarnnya saat dihubungi, Sabtu (12/12/2020).

Ia mengakui, saat ini ada pergeseran pemahaman sebagian orang dalam memaknai tugas dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Menurutnya, kebanyakan pihak memahami jika melaksanakan amar ma'ruf dengan cara lembut, bijak, dan penuh kedamaian, maka nahyi munkar harus dengan cara keras.

Hal tersebut, kata Wamenag, tidak sepenuhnya benar. "Rasulullah mengajarkan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahyi munkar itu harus dengan penuh kebijaksanaan, contoh yang baik dan berdiskusi dengan cara yang lebih baik," ujarnya.

Untuk itu, ia berharap, semua umat Islam khususnya para pengikut Rizieq Shihab, tidak berlebihan menanggapi penahanan Rizieq dengan ajakan-ajakan berdalih jihad. "Ikuti saja prosesnya, berdoa semoga kasus ini selesai dan semua pihak mendapat keadilan," tandasnya.

Dia menilai saat ini para ulama dihadapkan pada tantangan perubahan zaman di era keterbukaan informasi dan era digital. Sayangnya, tingginya gairah masyarakat untuk memperoleh informasi dan ilmu, termasuk ilmu agama, terkendala dengan rendahnya tingkat literasi di tengah masyarakat.

Faktor tersebut berdampak pada maraknya hoax di tengah masyarakat, termasuk hoax berkenaan dengan isu keagamaan. Alhasil, media sosial dipenuhi konten berisikan ujaran kebencian mengatasnamakan agama.

"Hal ini bisa melahirkan intoleransi di tengah masyarakat, serta menjadi tantangan pada keharmonisan kehidupan berbangsa,” ungkapnya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tantangan Perubahan Zaman

Sementara itu, Wakil Sekretaris Dewan Majelis Syuro DPP PKB Maman Imanulhaq meminta masyarakat agar tidak termakan hoax di medsos. Terlebih lagi dengan ajakan-ajakan yang bersifat memprovokasi. "Tindakan provokasi dan intimidasi sudah barang tentu menyalahi aturan dan tidak etis pada konteks penegakan hukum itu yang harus kita hindari," paparnya.

Anggota Komisi VIII DPR RI ini juga meminta semua orang taat terhadap hukum. Sebab, negara Indonesia adalah negara hukum.

"Oleh sebab itu, saya memohon semua warga negara, siapa pun dia, itu harus taat pada hukum. Ini kan negara hukum. Jadi tidak perlu ada orang yang melakukan intervensi kepada urusan hukum," ujarnya.

Selain itu, Maman berbicara mengenai konteks jihad dalam sudut pandang agama Islam. Ia mengatakan jihad seharusnya diarahkan pada upaya melawan kemiskinan hingga kebodohan.

Maman juga menyebut jihad yang relevan dengan situasi di Indonesia saat ini adalah melawan pandemi Covid-19. Mulai berjihad dalam memakai masker hingga menjaga jarak.

"Jihad yang hari ini kontekstual adalah melawan penyebaran Covid-19. Jihad kita adalah disiplin, jihad kita adalah menjaga jarak, jihad kita mengikuti protokol kesehatan, jihad kita menjaga, apa namanya, memakai masker, dan lain sebagainya. Itu jihad yang terbaik," ucapnya.

Maman menegaskan seharusnya masyarakat memahami ajakan jihad secara kontekstual. Bukannya justru memprovokasi aparat negara yang sedang bertugas.

"Sekali lagi, kita harus memahami ajakan jihad pada konteks Islam. Bukan memprovokasi aparat negara yang menjalankan tugas menegakkan hukum," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya