KPK Tahan Eks Kepala BIG dan Petinggi LAPAN Terkait Kasus CSRT

Keduanya dijerat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Jan 2021, 18:34 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2021, 18:34 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Informasi dan Geospasial 2014-2016 Priyadi Kardono (PRK) dan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2013-2015 Muchamad Muchlis (MUM) sebagai tersangka.

Keduanya dijerat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun Anggaran 2015.

Usai dijerat sebagai tersangka, keduanya langsung ditahan tim penyidik lembaga antirasuah.

"Tersangka dilakukan penahanan masing-masing selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 20 Januari 2021 sampai dengan 8 Februari 2021," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/1/2021).

Lili mengatakan, Priyadi Kardono ditahan di Rutan KPK di Gedung ACLC Kavling C1 Rasuna Said, Jakarta Selatan, sementara Muchlis akan menjalani penahanan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

"Sebagai pemenuhan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, maka sebelumnya kedua tersangka dilakukan isolasi mandiri di Rutan KPK cabang Kavling C1," kata Lili.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Awal Mula Kasus

Lili mengatakan, kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerjasama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT.

Menurut Lili, sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, kedua tersangka bersepakat melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah.

Lili mengatakan, keduanya telah melalukan beberapa kali pergemuan dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan sebelum proyek tersebut berjalan. Adapun perusahan rekanan yang ditentukan menerima proyek tersebut yakni PT AIP (Ametis Indogeo Prakarsa) dan PT BP (Bhumi Prasaja).

Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka di duga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC).

"Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp 179,1 miliar," kata Lili.

Atas perbuatannya, keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya