Liputan6.com, Jakarta - Pada awal 2021, suara dentuman terdengar di langit beberapa wilayah di Indonesia. Pertama kali suara dentuman itu menggelegar di Buleleng, Bali.
Pada Minggu, 24 Januari 2021, suara dentuman itu pun terekam Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya anomali sinyal seismik yang tercatat pada sensor seismik Singaraja (SRBI) pada pukul 10.27 WITA," ujar Koordinator bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, dilansir Antara, Minggu, 24 Januari 2021.
Advertisement
BMKG menyebut, suara dentuman tersebut bukan berasal dari aktivitas gempa. Daryono menjelaskan, sensor BMKG merekam sinyal seismik tersebut dalam durasi sekitar 20 detik.
Tak hanya di Buleleng, Bali, pada Sabtu, 30 Januari 2021, suara dentuman terdengar di langit Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Warga pun dibuat kaget dan berlarian keluar rumah setelah mendengar suara dentuman disertai gemuruh pada pukul 19.00 WIB. Warga merasakan dua kali getaran sebelum muncul suara gemuruh dan dentuman.
Berikut deretan suara dentuman yang terdengar di beberapa wilayah Indonesia pada 2021 dihimpun Liputan6.com:
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Buleleng
​​​​​​Suara dentuman di wilayah Buleleng Bali terekam sensor gempa Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Suara itu dipastikan bukan aktivitas gempa.
"Hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya anomali sinyal seismik yang tercatat pada sensor seismik Singaraja (SRBI) pada pukul 10.27 WITA," kata Koordinator bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, dilansir Antara, Minggu, 24 Januari 2021.
Ia menjelaskan, sensor BMKG merekam sinyal seismik tersebut dalam durasi sekitar 20 detik. Melihat anatomi seismogramnya tampak bahwa sinyal seismik tersebut bukanlah merupakan sinyal gempa bumi tektonik.
"Jika sinyal seismik tersebut kita coba tentukan magnitudonya menggunakan formulasi penentuan mangnitudo gelombang gempa akan dihasilkan kekuatan 1,1 magnitudo lokal," tambah Daryono.
Ia mengatakan, bahwa sejak pukul 08.00 hingga 12.00 WITA tidak ada aktivitas gempa di wilayah Bali. Sehingga dipastikan anomali gelombang seismik tersebut bukan aktivitas gempa tektonik.
Menurut Daryono, beberapa warga di Kintamani dan Besakih dilaporkan ada yang melihat semacam meteor yang melintas ke arah barat daya.
"Warga Buleleng yang sedang upacara adat juga mengaku melihat benda melintas di langit. Ada juga warga nelayan di pantai Buleleng menjadi saksi mata fenomena yang sama," jelas dia.
Terkait bunyi dentuman yang terdengar di wilayah Buleleng, BMKG belum dapat mengkonfirmasi penyebab sesungguhnya.
Namun BMKG sudah berhasil memonitor fenomena tersebut dengan baik dan merekamnya. Jika laporan warga itu benar melihat meteor yang melintas di atas Bali, maka fenomena shockwave yang terjadi telah berubah menjadi gelombang seismik yang akhirnya dapat direkam oleh sensor gempa BMKG.
Sementara itu, Staff of Server Pusat Gempa Bumi Regional wilayah III Denpasar, Bali Indira menjelaskan fenomena yang terjadi di wilayah Buleleng tersebut adalah anomali sinyal yang diterima pada sensor sinyal di wilayah tersebut.
"Kami mendapatkan laporan dari masyarakat ada suara ledakan di wilayah Buleleng. Saat kami cek itu adalah anomali sinyal yang terekam pada sinyal milik BMKG yang berada di Singaraja. jadi itu bukan sinyal deteksi gempa bumi," kata Indira saat ditemui di Kantor BMKG Bali.
Ia melanjutkan, anomali sinyal tersebut terdeteksi dari sensor BMKG yang berada di Singaraja saja.
"Bukan sensor gempa bumi. Karena suara ledakan tersebut hanya bisa diterima satu sensor saja. Sementara dua sensor sinyal terdekat adalah Seririt dan Kintamani tidak mendeteksi adanya suara tersebut," ujar dia.
Menurut Indira, getaran yang terekam di layar seismik terekam sepanjang 20 detik dan tidak bisa diketahui luas getarannya sampai sejauh mana.
"Kalau ukuran getarannya 1,1 magnitudo dan ini hanya terekam di satu sensor sinyal di wilayah Singaraja saja. Karena ini bukan sinyal gempa bumi," kata Indira.
Saat dikonfirmasi atas adanya laporan warga masyarakat yang sempat melihat meteor jatuh sebelum suara ledakan itu ada, Indira mengaku harus mengkonfirmasi kepada lembaga lain atas peristiwa tersebut.
"Kalau terkait itu (meteor) butuh konfirmasi dengan lembaga lain seperti LAPAN," jelas Indira.
Sementara itu, Humas LAPAN, Jasyanto saat dikonfirmasi Liputan6.com mengaku belum mengetahui perihal kejadian di Buleleng Bali tersebut.
"Masih kami crosscheck dulu. Sementara belum bisa diketahui karena kamki tidak dapat fakta dan rekaman videonya," tutup Jasyanto.
Â
Advertisement
Sukabumi
Warga Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, berlarian keluar rumah setelah mendengar suara dentuman disertai gemuruh, Sabtu (30/1/2021) malam sekitar pukul 19.00 WIB. Warga merasakan dua kali getaran sebelum muncul suara gemuruh dan dentuman.
"Hasil monitoring BMKG terhadap beberapa sensor seismik di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan adanya anomali gelombang seismik saat warga melaporkan suara gemuruh yang disertai bunyi dentuman," kata Kepala Bidang Informasi Gempabumi BMKG Daryono kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu (31/1/2021).
Dia menjelaskan, tampak sangat jelas adanya rekaman seismik yang terjadi pada pukul 19.00.36 WIB hingga 19.00.43 WIB. Lama durasi rekaman seismik berlangsung cukup singkat hanya selama 7 detik.
"Anomali seismik ini tampak sebagai gelombang frekuensi rendah (low frekuensi). Sepintas bentuk gelombangnya (waveform) seismiknya mirip rekaman longsoran atau gerakan tanah. Fenomena alam gerakan tanah memang lazim menimbulkan suara gemuruh bahkan dentuman yang dapat didengar warga di sekitarnya," ujar dia.
Menurut laporan warga, kata dia, getaran itu muncul setelah hujan deras mengguyur. Jadi dugaan kuat yang terjadi adalah adanya proses gerakan tanah yang cukup kuat hingga terekam di sensor gempa milik BMKG.
"Untuk verifikasi, tampaknya perlu dilakukan survei lapangan di wilayah di mana terdengar suara gemuruh untuk mencari apakah ada rekahan di permukaan akibat gerakan tanah tersebut. Jika tidak ditemukan maka besar kemungkinan proses gerakan tanah terjadi di bawah permukaan tanah," kata Daryono.