KPK Selisik Peminjaman Bendera Perusahaan Vendor Ekspor oleh Sespri Edhy Prabowo

KPK menyelisik peminjaman perusahaan yang diduga dilakukan tersangka Andreau Pribadi Misanta, sekretaris pribadi Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 10 Feb 2021, 08:31 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2021, 08:31 WIB
Edhy Prabowo Kembali Digarap KPK
Menteri Kelautan dan Perikanan non aktif, Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (4/12/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap dan ditahan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster pada Rabu (25/11). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik peminjaman perusahaan yang diduga dilakukan tersangka Andreau Pribadi Misanta, sekretaris pribadi Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Peminjaman perusahaan diduga dilakukan Andreau demi mendapatkan izin sebagai ekportir di Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP).

Hal tersebut terkuak saat tim penyidik KPK memeriksa dua saksi dari pihak swasta bernama Bachtiar Tamin dan Baary Elmirfak Hatmaja pada Selasa, 9 Februari 2021. Keduanya diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur benih lobster di KKP.

"Kedua saksi tersebut dikonfirmasi terkait dengan dugaan penggunaan perusahaan milik para saksi oleh AMP (Andreau Misanta Pribadi) dari tahun 2018 untuk mendapatkan izin sebagai eksportir benur di KKP," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Sementara saksi yang dijadwalkan hadir dan diperiksa bersama dua saksi tersebut tak memenuhi panggilan, alias mangkir. Mereka adalah Sugianto (Wiraswasta), Habrin Kaye (PNS-Kepala Karantina Jakarta), Dian Ludin (Wiraswasta), dan Bong Lannysia (Wiraswasta).

"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi. Tim penyidik KPK akan segera kembali mengirimkan surat panggilan dan KPK tetap menghimbau para saksi untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan selanjutnya," kata Ali.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

7 Tersangka

Pada kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya