Polisi: Pasutri Pelaku Praktik Aborsi Ilegal di Bekasi Pasang Tarif Rp 5 Juta

Pasangan suami istri (pasutri) berinisial ST dan IR ditangkap Subdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Feb 2021, 14:10 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2021, 14:10 WIB
Klinik Aborsi Ilegal di Paseban
Garis polisi terpasang di pagar sebuah rumah yang dijadikan klinik aborsi ilegal di Jalan Paseban Raya, Jakarta, Minggu (16/2/2020). Polda Metro Jaya membongkar praktik klinik aborsi ilegal yang sudah beroperasi sejak 2018 silam pada Jumat, 14 Februari 2020. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pasangan suami istri (pasutri) berinisial ST dan IR ditangkap Subdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Keduanya ditangkap karena terbukti menjalankan praktek aborsi ilegal di daerah Pedurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menjelaskan berdasarkan pengakuan dari IR. Dirinya nekat menjalani usaha haram ini hanya dengan bermodalkan pengalaman bekerja pada klinik aborsi ilegal di tahun 2000, tanpa adanya kompetensi sebagai tenaga medis.

"IR sendiri sebagai pelaku yang melakukan aborsi tidak memiliki kompeten sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter. Cuma berdasarkan pengalaman yang bersangkutan pernah bekerja di klinik aborsi pada tahun 2000, selama kurang lebih hampir empat tahun pada bagian membersihkan janin," kata Yusri saat konferensi pers, Rabu (10/2/2021).

IR mengaku tidak menerima janin yang berusia lebih dari dua bulan atau di atas delapan minggu. Dia hanya menerima kandungan yang masih berusia delapan minggu ke bawah.

"Ini cukup mudah bagi dia (IR) karena dia memang tidak menerima lebih dari delapan minggu usia kandungan. Jadi masih dalam bentung gumpalan darah sehingga menghilangkan barang bukti tidak terlalu sulit," jelasnya.

Bahkan, lanjut Yusri, alat yang dipakai IR dalam melakukan aborsinya juga tidak sesuai standar kesehatan yang baik. Karena pelaku tidak memiliki kemampuan medis secara resmi.

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

"Alat yang digunakan sama dengan seperti tempat dia belajar pada saat ikut di salah satu tempat aborsi ilegal di daerah Tanjung Priok. Jadi tidak sesuai standar kesehatan yang digunakan baik itu kebersihan maupun tindakan kesehatan yang dilakukan," ujar Yusri.

Sedangkan ST selaku suami dari IR berperan dibidang pemasaran melalui saluran, baik dari media sosial maupun calo yang bertugas mencari wanita untuk menjadi pasien tindakan aborsi.

"Pemasarannya sama, yang mencarikan adalah suaminya. Kemudian korban janjian di tempat salah satu yang sudah di sepakati dan deal dengan harganya. Kemudian korban atau si ibu yang akan melakukan aborsi ini dibawa ke tempat aborsi di kediamannya," katanya.

Dari usaha aborsi ilegalnya tersebut, pasangan suami istri ini mematok harga sekitar Rp 5 juta untuk pasien dengan pembagian Rp 2 juta untuk IR yang berperan dalam tindakan aborsi dan sekitar Rp 3 juta akan dibagikan kepada para calo.

"Tarif yang dia terima adalah Rp 5 juta. Tapi yang masuk ke ibu (IR) ini cuma Rp 2 juta karena dia melalui beberapa calo lagi," sebutnya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Polisi Selidiki Pasien Lain

Selain pasangan suami istri pemilik rumah praktek aborsi ilegal tersebut, Yusri mengatakan ada satu perempuan berinisial RS yang berhasil diamankan selaku pasien yang akan melakukan aborsi.

"Kami baru mengamankan satu ibu yang memiliki janin inisial RS ini bukan dibawah umur. Tapi kita masih melakukan pendalaman apakah ada pasien lain yang dibawah umur atau tidak," kata Yusri.

Berdasarkan pengakuan dari RS, diketahui alasanya melakukan tindakan aborsi, lantaran adanya faktor himpitan ekonomi yang dialaminya. Sehingga ia terpaksa mengugurkan kandunganya tersebut.

"Yang kita tangani sekarang ini baru satu tersangka (RS). Tersangka itu pemilik janin yang diaborsi, dia punya suami menurut pengakuannya pertama, kalau suami sakit sehingga ada keterbatasan ekonomi sehingga dia harus menggugurkan takut nanti menanggung pada saat melahirkan," katanya.

Oleh sebab itu, polisi masih melakukan pendalaman terhadap para pasien yang sudah melakukan aborsi. Walaupun dari pengakuan ST dan IR baru membuka usaha aborsi ilegalnya selama empat hari dengan total lima pasien. Namun keduanya, ternyata pernah membuka praktek haram ini pada bulan September 2020 lalu.

"Tapi masih kita dalami termasuk apakah ada dugaan yang lain. Karena pengakuan pelaku (IR dan ST) sudah lima yang diaborsi di sini di rumahnya. Tetapi bulan September di Bekasi juga ada 12 pasien yang sudah dilakukan aborsi dari 15 yang mendaftar," jelasnya.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat pasal berlapis dengan Pasal 194 juncto Pasal 75 UU No 36 tentang Kesehatan,  juncto Pasal 77 UU No 35 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, dan juntco Pasal 83 juncto Pasal 64 tentang Tenaga Kesehatan dengan ancaman 5 tahun penjara.

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya