SKB Seragam Sekolah Diprotes, Komisi X: Pemerintah Baiknya Dengarkan Masukan Masyarakat

Dia mengatakan asosiasi guru maupun ormas keagamaan sudah banyak meminta agar SKB 3 Menteri ini direvisi.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Feb 2021, 13:54 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2021, 13:54 WIB
DPR
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah tokoh di Sumatera Barat menolak Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait seragam sekolah. Aturan ini ditolak karena tak lagi mewajibkan siswi beragama Islam untuk menggunakan kerudung atau jilbab. Mereka pun mengirimkan surat protes kepada Presiden Joko Widodo.

Menanggapi itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai seharusnya sekolah tetap diberi ruang mengarahkan siswa memakai seragam sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Sesuai dengan kondisi dan konteks wilayahnya.

"Kami menilai sekolah harusnya tetap diberikan hak mengarahkan para siswa untuk memakai seragam sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Arahan ini bisa dalam bentuk pewajiban, persyaratan, atau sekadar himbauan disesuaikan dengan kondisi dan konteks wilayah masing-masing, ujar Huda kepada wartawan, Rabu (17/2/2021).

Dia menyarankan pemerintah mendengarkan masukan masyarakat. Supaya ada revisi dari SKB tiga menteri ini.

"Ada baiknya pemerintah mendengarkan masukan dari elemen masyarakat. Asosiasi guru maupun ormas keagamaan sudah banyak meminta agar SKB 3 Menteri ini direvisi. Dalam pandangan kami ada baiknya SKB itu didetailkan dengan tidak mengebiri hak mendidik bagi penyelenggara sekolah termasuk dalam tata cara berpakaian," ujarnya.

Huda mengatakan tujuan SKB tiga menteri terkait seragam sekolah memang baik agar tidak ada pemaksaan siswa memakai seragam atribut keagamaan tertentu. Namun bisa dimaknai pula tidak boleh guru agama mengarahkan anak didik berseragam sesuai agamanya.

"Jadi harus diakui diktum ketiga SKB 3 menteri bisa mengundang tafsir yang berbeda-beda. Tapi jika yang dimaksud dalam SKB tersebut sekolah tidak boleh mengarahkan siswa untuk memakai seragam sesuai dengan agama masing-masing itu bisa berbahaya," ujar politikus PKB ini.

Sebaiknya, menurut Huda, sekolah diberikan hak untuk mengarahkan siswanya berpakaian sesuai keyakinan masing-masing. Sebab, sekolah masih menjadi medium paling efektif dalam membentuk cara pikir, sikap, dan karakter peserta didik.

"Peserta didik kita umumnya masih dalam masa pertumbuhan, masa mencari jati diri. Di sini sekolah selain keluarga dan masyarakat mempunyai peran besar dalam membentuk cara pikir, sikap, dan karakter termasuk salah satunya cara berpakaian mereka," katanya.

Jika sekolah tak diberi hak mengarahkan siswanya untuk berseragam sesuai agama atau ada sanksi, pemerintah bisa dipersepsikan anti agama.

Huda menilai, yang harus dilarang adalah paksaan dari pihak sekolah kepada muridnya untuk menggunakan atribut satu agama tertentu. Apabila terjadi hal ini sekolah baru bisa dikenakan sanksi.

 

 

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kirim Surat ke Jokowi

Diberitakan, sejumlah tokoh dan organisasi di Sumatera Barat menyurati Presiden RI Joko Widodo terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang dinilai menuai polemik.

Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar M Sayuti Malik mengatakan, pihaknya telah menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh dan organisasi di Sumatera Barat seperti mantan Wamen Pendidikan RI Musliar Kasim, mantan Walikota Padang Fauzi Bahar, Ketua Umum LMP Syamsu Jalal, serta sejumlah perwakilan lainnya pada Selasa (16/2) kemarin.

"Yang kita undang dalam pertemuan kemarin, adalah organisasi-organisasi besar di Sumbar," kata Sayuti kepada merdeka.com di Padang, Rabu (17/2).

Dia menjelaskan, jika pertemuan itu dilakukan karena SKB tiga menteri itu dinilai dipaksakan dan tidak sesuai jika diterapkan di Sumatera Barat. Menurutnya, sejumlah pihak sudah menentang seperti mantan Wali kota Padang Fauzi Bahar dan Wali kota Pariaman Genius Umar, namun dinilai masih bersifat parsial.

"LKAAM sebagai lembaga ninik mamak, mengayomi anak kemenakan. Kami sepakat untuk menghimpun pendapat-pendapat tidak lagi pribadi, tapi total Sumatera Barat," kata Sayuti.

Dia menambahkan, salah satu poin yang menjadi keberatan dari masyarakat Sumatera Barat adalah tidak diwajibkannya para siswi, terutama yang beragama Islam untuk menggunakan kerudung atau jilbab yang telah menjadi ciri khas dari perempuan Minangkabau.

"Kalau di Minang itu laki-laki batuduang jo bakain saruang, kalau padusi itu bakaruduang jo babaju kuruang. Itu sudah sejak dulu nenek moyang kita seperti itu, jadi kalau sekiranya sekarang kerudung dan baju kurung disuruh dibuka, itu memang agak tersinggung kami," tegasnya.

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya