Komisi III DPR Bakal Panggil KPK Terkait SP3 Kasus BLBI Sjamsul Nursalim

Menurut Hinca, Komisioner KPK dan Dewas KPK harus memberikan keterangan lebih detail terkait penerbitan SP3 ini yang menurutnya telah menimbulkan berbagai asumsi publik.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Apr 2021, 16:44 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2021, 16:40 WIB
Massa Geruduk KPK, Tuntut Penuntasan Kasus BLBI
Dalam unjuk rasa tersebut, massa membawa berbagai atribut dan topeng Obligor BLBI Bank BDNI Sjamsul Nursalim, Jakarta, Selasa (26/8/14). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim yang merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang merugikan negara senilai Rp 4,58 triliun.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyatakan bahwa penerbitan SP3 tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan mengaku pihaknya terkejut dengan keputusan lembaga antirasuah itu. Oleh karena itu, Komisi III berencana untuk memanggil KPK segera. Menurutnya, Komisioner KPK dan Dewas KPK harus memberikan keterangan lebih detail terkait penerbitan SP3 ini yang menurutnya telah menimbulkan berbagai asumsi publik.

"Agak mengejutkan memang, nah ini yang harus Komisi III kejar. Saya memang mengkehendaki agar Komisioner KPK dan Dewas KPK dipanggil secepatnya oleh Komisi III," kata Hinca saat dihubungi merdeka.com, Jumat (2/4/2021).

Menurutnya, asumsi-asumsi yang timbul di masyarakat itu harus diluruskan sebelum semakin banyak argumentasi dan opini yang dilontarkan masyarakat. Dia melihat, banyak masyarakat yang mengaitkan revisi UU KPK dengan penghentian penyidikan kasus mega skandal itu. Untuk itu, dia ingin KPK memastikan agar revisi UU KPK tahun 2019 tidak disalahgunakan oleh suatu kelompok/orang demi kepentingannya pribadi.

"Keterangan dari KPK sangat dibutuhkan untuk meredakan asumsi liar dari publik, mengingat lalu lintas argumentasi dari publik semakin menggelembung. Harus dipastikan bahwa UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 bukan dipakai sebagai alat pemuas suatu kelompok," ujarnya.

"UU KPK tersebut seharusnya menjadi pelumas keadilan bagi seluruh masyarakat," sambungnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Bakal Ada Kasus Besar di SP3?

Dengan penerbitan SP3 itu, ia khawatir  akan ada kasus korupsi besar lainnya yang dihentikan penyidikan perkaranya. Meskipun kata dia, SP3 itu telah sesuai dengan dengan UU Nomor 19 Tahun 2019.

"Apakah ini akan jadi contoh/awalan bagi KPK untuk menghentikan mega skandal lainnya?" Tanya Hinca.

Sebelumnya, kata Hinca, DPR memang pernah melayangkan kritik ke KPk terkait 36 kasus yang dihentikan penyelidikannya, namun memang baru kali ini ada kasus besar yang dihentikan di tahap penyidikam perkara. Untuk itu, bersama Partai Demokrat, dia berkomitmen untuk selalu mengawasi dan mengevaluasi kinerja KPK.

"Apakah KPK semakin kuat untuk dipercaya atau sebaliknya? Publik lah yang menilai. Maka dari itu saya dan teman-teman Fraksi Demokrat akan selalu menjalankan mekanisme pengawasan yang terukur," ujar dia. 

 

Reporter: Rifa Yusya Adilah

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya