Kolaborasi Erat Pemerintah-Masyarakat Dinilai Perlu untuk Cegah Terorisme

Stanislaus berpendapat bahwa kunci pencegahan kelompok intoleran ada di masyarakat, terutama keluarga.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2021, 17:48 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2021, 15:19 WIB
FOTO: Penyelamatan Sandera dari Teroris di Stasiun MRT Lebak Bulus
Tim Brimob Kelapa Dua Mabes Polri bersenjata lengkap melakukan aksi penyelamatan sandera saat simulasi penanggulangan teror di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Rabu (16/12/2020). Aksi tersebut untuk mengecek kesiapan anggota menghadapi ancaman kejahatan berkadar tinggi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kolaborasi erat antara pemerintah dengan masyarakat diperlukan untuk mencegah terorisme. Agar itu berhasil, pemerintah perlu memperkuat kapasitas masyarakat dan menjalin komunikasi secara terus menerus.

"Kolaborasi antara state actor dan non-state actor ini sangat penting untuk pencegahan terorisme, karena terorisme tidak mungkin diurus hanya oleh pemerintah," kata pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta kepada wartawan, Senin (5/4/2021).

Stanislaus berpendapat bahwa kunci pencegahan kelompok intoleran ada di masyarakat, terutama keluarga. Deteksi dini benih radikalisme dan terorisme pertama kali di tingkat keluarga.

"Negara perlu memberikan pembekalan kepada semua keluarga dan masyarakat untuk mampu melakukan deteksi dini atas ideologi radikal terorisme," katanya.

Stanislaus berpendapat bahwa radikalisme dan terorisme terus berkembang secara pesat. Keberadaan tekonologi dan jaringan internet memudahkan propaganda kepada siapa pun tanpa mengenal batas dan jarak.

"Selain itu, kelompok ini (teroris) menggunakan dalil-dalil dan propaganda ideologis sehingga ketika berhasil melakukan doktrinasi, ideologi tersebut akan sangat sulit diubah," ujar Stanislaus.

Kelompok transnasional seperti ISIS dan Al-Qaeda memang tujuan utamanya politik, yakni meraih kekuasaan. Kelompok transnasional menggalang massa dengan doktrinasi ideologi. Meski bergerak sendiri, orang bisa terpapar karena merasa ada kesamaan ideologi.

"Meski tidak bergerak dalam arahan organisasi, sangat banyak orang yang mudah terpapar dan bergerak sendiri karena ideologi. Mereka bisa disebut korban propaganda dan diperalat kelompok besar," tutur Stanislaus.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Perpres Penanggulangan Ekstremisme

Presiden Joko Widodo sendiri sudah meneken Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah kepada Aksi Terorisme (RAN PE) tahun 2020-2024.

Dalam Perpres tersebut, masyarakat dipersilakan melapor ke polisi jika mencurigai adanya individu atau kelompok ekstremis sebagai bentuk deteksi dini agar kelompok intoleran tidak membesar. Sebab jika ekstremisme dibiarkan, berpotensi memunculkan sikap intoleran dan radikal.

Stanislaus berharap Perpres Nomor 7 Tahun 2021 benar-benar diterapkan.

"Untuk memastikan efektivitasnya," dia menandaskan.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya