KPK Hargai Langkah MAKI Ajukan Praperadilan SP3 Kasus Sjamsul Nursalim

KPK menghargai upaya praperadian yang diajukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terkait SP3 terhadap Sjamsul Nursalim dalam perkara BLBI-BDNI.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 03 Mei 2021, 17:13 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2021, 17:11 WIB
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai upaya praperadian yang diajukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya Itjih Nursalim (ISN) dalam perkara BLBI-BDNI.

"KPK menghargai upaya praperadilan yang diajukan masyarakat (MAKI) dan berharap ada terobosan hukum baru," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis diterima, Senin (3/5/2021).

Ali mengatakan, KPK meyakini perkara BLBI-BDNI dari awal sudah cukup bukti dan faktanya memang dakwaan Jaksa KPK terbukti menurut hukum pada tingkat PN (Pengadilan Negeri) dan banding di PT (Pengadilan Tinggi) Jakarta.

Dia juga memastikan pihaknya akan mengikuti proses praperadilan itu dan tetap berkomitmen melakukan kerja yang terbaik sesuai aturan hukum berlaku.

"Walaupun sudah diatur dalam UU, KPK tak mudah dalam memutuskan penghentian penyidikan dan kami berharap polemik mengenai hal ini dihentikan," jelas Ali.

Ali menambahkan, saat ini KPK fokus melanjutkan penyelesaian perkara pada tahap penyidikan perkara yang lain. Termasuk, beberapa perkara yang telah dibuktikan di persidangan dan saat ini sedang dilakukan penyidikan pengembangan terhadap perkara para tersangkanya yang masih berstatus masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

"SP3 bukan karena KPK sulit menangkap (pelaku), melainkan karena sudah ada putusan MA yang menyatakan peristiwa dan rangkaian perbuatan, sehingga tidak dapat dipaksakan untuk dilanjutkan dan dibawa ke peradilan pidana," tandas Ali.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Ini Alasan KPK Keluarkan SP3 Kasus Sjamsul Nursalim dan Istri

Mahasiswa Tolak Penerbitan SP3 Kasus BLBI
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/4/2021). Mereka mempertanyakan penerbitan SP3 terkait kasus dugaan korupsi BLBI untuk Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap obligor Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dan istrinya, Ijtih Nursalim.

Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, KPK mengeluarkan SP3.

Berdasar penerbitan SP3 ini, secara otomatis KPK melepas status tersangka yang sempat disematkan ke pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Ijtih Nursalim.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap alasan penerbitan SP3 untuk Sjamsul dan Ijtih Nursalim. Penerbitan SP3 ini berdasarkan putusan kasasi yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Kepala Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Putusan MA atas kasasi Nomor: 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 9 Juli 2019 dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana, dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging)," ujar Alex di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis 31 Maret 2021.

Pada dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK disebutkan, Syafruddin melakukan perbuatan tersebut bersama-sama dengan Sjamsul dan Itjih. Perkara yang menjerat Syafruddin ini merupakan acuan KPK menjerat Sjamsul dan Ijtih.

Lantaran Syafruddin divonis lepas oleh MA, dengan demikian unsur penyelenggara negara dalam perkara sudah tidak ada. Sjamsul dan Itjih merupakan pihak swasta.

"KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi," kata Alex.

Syafruddin divonis 13 tahun oleh Pengadilan Tipiikor, Jakarta Pusat. Putusan itu dibacakan pada 24 September 2018. Syafruddin tidak puas atas putusan Pengadilan Tipikor dan mengajukan banding. Tetapi hukuman Syafruddin diperberat menjadi 15 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar.

Hukumannya ditambah, Syafruddin mengajukan upaya hukum kasasi. Vonis MA atas kasasi Syafruddin menggurkan putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Syafruddin divonis lepas dari segala tuntutan hukum.

Alex mengatakan, KPK sempat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) terhadap putusan Syafruddin, namun ditolak.

Menurut dia, KPK tidak mempunyai upaya hukum lain untuk menindaklanjuti perkara BLBI. Sehingga meminta pendapat dari ahli, sebagai upaya menindaklanjuti perkara BLBI.

"Keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK," kata Alex.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya