Kisah Tragis Pelajar Asli Papua Tewas di Tangan KKB Pimpinan Lekagak Telenggen

Ali Mom, pelajar asli Papua kelas X SMAN 1 Ilaga, Puncak, Papua, menjadi salah salah satu dari sederet korban meninggal dunia akibat ditembak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 30 Mei 2021, 20:17 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2021, 20:17 WIB
Sejumlah senjata dan amunisi yang disita TNI dari kelompok separatis usai terlibat baku tembak di Intan Jaya, Papua. (dok TNI)
Sejumlah senjata dan amunisi yang disita TNI dari kelompok separatis usai terlibat baku tembak di Intan Jaya, Papua. (dok TNI)

Liputan6.com, Jakarta - Ali Mom, pelajar asli Papua kelas X SMAN 1 Ilaga, Puncak, Papua, menjadi salah salah satu dari sederet korban meninggal dunia akibat ditembak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Organisasi Papua Merdeka (OPM) itu menuduh Ali sebagai mata-mata.

Pada Jumat, 16 April 2021 lalu, Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri menyampaikan, Ali meninggal di tempat usai menerima kekejaman KKB.

"Seketika korban tewas di TKP," tutur Mathius.

Berawal dari ponsel milik Ali yang berdering, Kamis 15 April 2021, hanya ada nomor tanpa nama. Pelajar itu tidak curiga dan tetap mengangkat telepon tersebut.

Dari ujung telepon, terdengar suara seorang pria. Belakangan, diketahui pria itu merupakan salah satu anggota KKB pimpinan Lekagak Telenggen, komandan Tentara Pembebasan Papua OPM.

Si penelepon meminta pertolongan. Tanpa basa-basi, Ali mengiyakan. Pemuda tersebut memang biasa melakukan hal tersebut, dia menerima titipan dari siapa pun. Semata-mata untuk mencari uang tambahan sebagai pelajar asli setempat.

Ali yang merupakan warga Kampung Ilambet lantas menggeber sepeda motornya, meski malam sudah tiba. Dia diminta membelikan rokok dan pinang dan mengantarkannya ke Kampung Uloni, Distrik Ilaga.

Setibanya di sana, Ali malah diadang anggota KKB. Dia ditembak dua kali dan kepalanya jadi sasaran senjata tajam. Tidak ketinggalan sepeda motornya juga dibakar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bukan Tindak Pidana Biasa

Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom pun angkat bicara dan mengakui pembunuhan pelajar SMA tersebut. Ali dianggap provokator yang menghasut warga untuk tidak mendukung perjuangan OPM dan selalu bekerjasama dengan TNI.

Desember 2021 ini, Ali Mom akan berulang tahun yang ke-16.

Kekejaman KKB Papua terhadap Ali Mom pun menjadi perhatian banyak pihak. Salah satunya mantan Komisioner Kompolnas, Andrea H Poeloengan.

"Ini kasus penting. Ini bukan tindak pidana biasa. Ini merupakan juga pelanggaran HAM terhadap kelompok rentan. Harus jadi prioritas bagi Polri dibantu TNI dan Aparat Pemerintah lainnya," tutur Andrea dalam keterangannya, Minggu (30/5/2021).

Menurut Andrea, Ali Mom masuk dalam kelompok rentan dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Dia wajib diberikan perlindungan HAM secara khusus.

Lagipula, secara umum bahwa seorang anak wajib dihargai kehidupannya, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 35 tahun 2014 yang memperbaharui sebagian dari UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Kasus Ali Mom ini jika dikaji dari peraturan perundang-undangan tentang HAM dan Anak di Indonesia, termasuk pelanggaran HAM. Walaupun mekanismenya nanti dilakukan lewat peradilan umum, tetapi kadar pelanggaran HAM-nya sangat kental, sebagai konsekuensi logis bahwa anak wajib mendapatkan perlindungan khusus sebagai kelompok rentan, dan kepentingan kehidupan yang terbaik untuk anak adalah hak dasar serta asasi baginya. Dalam perang saja anak wajib dilindungi," jelasnya.

Andrea menyatakan, kasus Ali menunjukkan bahwa faktanya OPM yang dilabeli sebagai kelompok separatis, KKB, hingga kelompok teroris, merupakan pelanggar HAM sekaligus pemicu pelanggaran HAM. Untuk itu, tindakan keras yang dilakukan TNI-Polri dalam upaya penegakan hukum tidak bisa begitu saja dipandang sebagai tindak kekerasan yang liar.

Sepanjang diatur kewenangannya oleh hukum positif, lanjutnya, maka menjadi sah dan wajib didukung. Sementara yang dilakukan OPM adalah cara-cara yang tidak sah dalam menghilangkan nyawa manusia, juga bukan kelompok yang kewenangannya berdasarkan hukum dan HAM, bahkan memiliki peralatan dan persenjataan yang ilegal.

"Jangan jadi kebalik-balik. Kesalahan oknum memang bisa terjadi pada aparat. Tetapi kesalahan tersistematis, masif, terstruktur, dengan niat, terencana, dengan tujuan yang illegal dan melawan HAM, adalah yang dilakukan para OPM selama ini," Andrea menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya